Part 35 | Tanpa Diduga

90 8 3
                                    

Assalamualaikum, yeorobun
Kembali lagi nih sama aku 👋🏻😊

Aku nggak bosen kok ngingetin kalian, jangan lupa vote dan komen sebelum membaca ya, sengkuh 💗😉

Happy reading!

****

Zaid dan Hafidzah berjalan keluar dari mall. Hafidzah menggandeng erat lengan kanan Zaid, sementara tangan kiri Zaid memegang kantong belanjaan yang penuh dengan kosmetik yang baru saja dibeli Hafidzah. Mereka melangkah menuju parkiran dengan santai, udara malam yang sejuk menyelimuti mereka. Zaid tersenyum kecil sambil sesekali menoleh ke arah istrinya, yang terlihat ceria.

Saat tiba di mobil, Zaid membukakan pintu untuk Hafidzah. Wanita itu tersenyum manis dan berterima kasih dengan lembut. "Makasih, Kak," ucapnya sambil duduk perlahan di kursi penumpang. Zaid memutar mobil, kemudian duduk di kursi pengemudi, memulai perjalanan pulang mereka.

Di perjalanan, Hafidzah terus-menerus mengelus perutnya yang membesar. "Kurang dua bulan lagi kita ketemu, sayang," katanya lembut, berbicara kepada janin yang sedang tumbuh di dalam dirinya. Matanya berbinar penuh cinta, membayangkan saat-saat pertemuan dengan sang buah hati.

Zaid melirik istrinya sejenak, tersenyum melihat Hafidzah berbicara dengan bayi mereka. Namun, kebahagiaan itu mulai terkikis saat ia melihat sesuatu di kaca spionnya—sebuah mobil hitam yang terus mengikuti mereka dari belakang. Awalnya, Zaid menganggap itu hanya kebetulan, tetapi setelah beberapa menit, kecurigaannya semakin kuat.

"Kenapa, Kak?" Hafidzah bertanya penuh penasaran saat menyadari Zaid mulai terlihat gelisah.

Zaid menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. "Aku merasa mobil itu mengikuti kita," jawabnya sambil melirik mobil hitam yang masih berada di belakang mereka.

Mendengar itu, Hafidzah refleks menoleh ke belakang. Mobil hitam itu kini melaju lebih dekat, seolah-olah berusaha menempel pada mereka.

"Kok bisa, ya?" Hafidzah mulai cemas, meremas tangannya dengan gugup.

Tak lama, mobil hitam itu bergerak lebih agresif. Ia maju, menyusul, lalu memepet mobil Zaid dari samping, seakan-akan ingin menghalangi jalan mereka. Zaid mempercepat laju mobilnya, tetapi mobil hitam itu terus menempel. Hafidzah semakin tegang, melihat bagaimana Zaid mencoba menghindari mobil yang tampak seperti memiliki niat buruk.

"Apa yang mereka mau?" Zaid mengerutkan kening, tangannya menggenggam setir lebih erat. Ia terus berusaha mengendalikan mobil, namun situasinya semakin memburuk ketika mobil hitam itu terus memepet dengan lebih ganas.

Di sebuah tikungan tajam, mobil hitam itu menabrak sisi mobil Zaid dengan keras. Zaid, yang mencoba menghindar, terpaksa membanting setir. Namun, akibatnya mobil mereka meluncur keluar dari jalur, menabrak pohon dengan keras.

Suara benturan memenuhi udara, membuat tubuh Zaid terhempas ke depan, sementara Hafidzah menjerit kesakitan. Kaca depan pecah, dan Zaid merasakan darah mengalir dari dahinya. Pandangannya mulai kabur, tetapi hal pertama yang muncul di pikirannya adalah Hafidzah.

"Hafidzah... Iza...," bisiknya lemah, menoleh ke samping dan melihat istrinya memegangi perutnya yang membesar, wajahnya pucat karena kesakitan.

"Kak Zaid... sakit banget...," desah Hafidzah dengan napas tersengal, perutnya yang terbentur mulai terasa sakit. Kesadarannya perlahan memudar, dan pandangan terakhirnya adalah wajah Zaid yang juga semakin kabur. Lalu, semuanya gelap.

****

Zaid mengerjapkan matanya perlahan. Rasa sakit menyengat di dahinya, dan aroma antiseptik yang tajam memenuhi udara di sekitarnya. Ia berada di sebuah ruangan putih yang terang, dan baru saja tersadar setelah kecelakaan mengerikan itu. Kepalanya berdenyut, namun yang pertama kali muncul di benaknya adalah satu hal yaitu, Hafidzah.

Z A I D (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang