Malam semakin pekat, dan udara dingin mengalir lembut di antara pepohonan taman. Zarathustra memandang Lucien, pria dari Noctaria yang kini berdiri di hadapannya. Ada rasa waspada yang kuat dalam dirinya, namun perkataan Lucien membuat hatinya bimbang.
"Kau tahu di mana Phoenix-ku?" tanya Zarathustra, nada suaranya tegas meski hatinya penuh tanya.
Lucien mengangguk perlahan. "Phoenix-mu, Azhura, terlihat di perbatasan Noctaria dan Verellia. Aku yakin dia terjebak di suatu tempat di sana."
Zarathustra menatap Lucien dengan sorot mata yang tajam. "Kenapa aku harus mempercayaimu? Kau berasal dari Noctaria, kerajaan yang telah lama menjadi musuh bangsaku."
Lucien tidak terguncang oleh tuduhan itu. "Aku mengerti kecurigaanmu, Putri. Tapi aku datang bukan sebagai musuh. Aku punya alasan untuk membantu."
"Apa alasanmu?" tanya Zarathustra, penasaran.
"Aku tidak bisa mengatakannya sekarang. Tapi percayalah, aku tidak ingin terjadi perang antara kedua kerajaan kita," jawab Lucien. "Jika kau ingin menemukan Phoenix-mu, aku bisa membawamu ke tempat terakhir dia terlihat. Namun, kau harus mengikuti petunjukku."
Zarathustra merasakan keraguan yang membebani hatinya. Lucien mungkin bisa menjadi jebakan, namun ada sesuatu di dalam matanya kejujuran yang tidak bisa diabaikan. Dia tidak punya banyak pilihan. Azhura sangat penting, bukan hanya untuknya, tapi juga untuk kerajaan Verellia.
"Baiklah," jawab Zarathustra akhirnya, matanya tetap waspada. "Tunjukkan aku jalannya. Tapi ingat, jika ini jebakan, aku tidak akan ragu untuk melawanmu."
Lucien tersenyum tipis. "Aku tidak akan membuatmu kecewa."
Di bawah naungan malam, mereka berdua bergerak cepat melalui hutan yang memisahkan Verellia dan Noctaria. Pepohonan tinggi menjulang di sekitar mereka, menciptakan bayangan gelap yang bergerak mengikuti setiap langkah mereka. Suara binatang malam sesekali terdengar, menambah suasana misterius perjalanan mereka.
Selama perjalanan, Zarathustra tidak bisa menahan diri untuk mempelajari sosok pria yang berjalan di sampingnya. Lucien berbeda dari apa yang selama ini ia bayangkan tentang penduduk Noctaria. Wajahnya tampak tenang, namun ada kekuatan tersembunyi di balik setiap gerakan. Sorot matanya cerdas, tetapi tidak memancarkan niat jahat. Siapa dia sebenarnya? Dan apa yang membuatnya ingin membantu?
"Apa yang kau lakukan di Verellia?" tanya Zarathustra, memecah keheningan.
Lucien menatapnya sekilas sebelum menjawab. "Ada banyak hal yang tidak kau ketahui tentang hubungan antara Verellia dan Noctaria. Aku berada di sini untuk menjalankan tugas... tapi setelah melihat Phoenix-mu, aku tahu aku harus membantumu menemukannya."
"Jadi kau mengikuti Azhura?"
"Bukan mengikuti, lebih tepatnya... aku tertarik dengan kehadirannya. Phoenix seperti Azhura sangat jarang terlihat di dunia ini, dan aku takjub melihat betapa kuatnya burung itu," kata Lucien sambil melangkah lebih cepat. "Namun, ada sesuatu di Noctaria yang membuatnya tersesat."
Zarathustra semakin penasaran. "Apa maksudmu?"
Lucien meliriknya. "Ada kekuatan yang lebih besar di perbatasan kerajaan kita. Sebuah kekuatan yang tidak bisa dilihat oleh mata biasa."
Mereka tiba di dekat perbatasan, di mana tanah berubah menjadi lebih gelap, seolah-olah cahaya matahari tak pernah menyentuh tempat itu. Di sana, Lucien berhenti, matanya menyusuri area di depan mereka.
"Di sinilah Azhura terakhir kali terlihat," kata Lucien sambil menunjuk ke sebuah tebing curam yang menjulang di depan mereka.
Zarathustra melihat ke arah yang ditunjuknya, hatinya mencelos saat menyadari betapa berbahayanya tempat itu. "Apa yang terjadi padanya?"
Sebelum Lucien bisa menjawab, tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari kejauhan. Tanah di bawah mereka bergetar, dan dari balik bayangan muncul sosok besar, hitam, dan penuh dengan aura kegelapan. Itu adalah makhluk bayangan, makhluk-makhluk yang selama ini hanya ada dalam legenda Noctaria.
"Dia terperangkap di dalam sarang makhluk bayangan," kata Lucien, wajahnya tegang. "Kita harus masuk ke sana jika ingin menyelamatkannya."
Zarathustra menggenggam erat belatinya, siap untuk menghadapi apapun. "Aku akan menyelamatkannya. Arahkan aku."
Lucien mengangguk, lalu mereka bergerak maju, mendekati sarang kegelapan yang menyimpan rahasia hilangnya Phoenix. Di tengah ketegangan dan bahaya yang mengintai, Zarathustra mulai menyadari bahwa pertemuan ini mungkin lebih dari sekadar pencarian Phoenix ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang baru mulai ia pahami tentang Lucien dan hubungannya dengan Noctaria.
Namun, dalam bayang-bayang yang semakin pekat, ia belum siap menghadapi kebenaran yang akan segera terungkap.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIANTARA API DAN BAYANGAN
FantasyKerajaan Verellia dan Noctaria telah lama berseteru, terpisah oleh sejarah permusuhan yang kelam. Namun, semuanya berubah ketika Aetheria, Phoenix legendaris milik Princess Zarathustra dari Azhura, tiba-tiba menghilang. Hilangnya sang Phoenix tidak...