Dengan api kuno yang membara di dalam diri mereka, Zarathustra dan Lucien berdiri di hadapan medan perang yang sunyi. Cahaya dari api kuno yang membangkitkan kekuatan mereka menyinari malam yang gelap. Di kejauhan, Malakar dan pasukan bayangannya menunggu, seperti kegelapan yang menelan setiap jengkal tanah.
"Aku bisa merasakan kekuatannya," kata Zarathustra, tatapannya terpaku pada Malakar yang menjulang di antara pasukan kegelapan. "Dia berbeda dari semua yang pernah kita hadapi sebelumnya."
Lucien mengangguk, ketegangan di wajahnya terlihat jelas. "Dia adalah sumber dari semua kegelapan yang telah menguasai Noctaria. Tapi kali ini, kita memiliki sesuatu yang dia tak pernah perhitungkan kekuatan kuno yang kita bangkitkan bersama."
Saat mereka melangkah maju, bumi di bawah kaki mereka bergetar. Angin kencang mulai berhembus, seolah-olah alam sendiri menyadari pertempuran yang akan datang. Pasukan Verellia dan Noctaria yang tersisa menyaksikan dengan harapan dan ketakutan di hati mereka.
Ketika mereka mendekati Malakar, penguasa kegelapan itu melepaskan tawa yang bergema di seluruh medan. "Jadi, kalian telah membangkitkan api kuno?" katanya dengan suara rendah yang penuh kebencian. "Bagus. Akhirnya ada perlawanan yang layak."
Zarathustra tak gentar. "Ini adalah akhir dari kekuasaanmu, Malakar. Kami tidak akan membiarkanmu menghancurkan dunia kami."
Malakar melangkah maju, tubuhnya diselimuti bayangan yang berputar-putar di sekelilingnya. "Api atau bayangan, semuanya akan tunduk di bawah kekuatanku. Kalian tak lebih dari sekadar pion-pion dalam permainan yang lebih besar."
"Permainan ini sudah berakhir," balas Lucien dengan tegas. "Kekuatan yang kau kendalikan bukan lagi milikmu. Kami akan mengambilnya kembali."
Dengan satu gerakan, Malakar menyerang, melepaskan ledakan energi kegelapan yang bergerak seperti badai besar menuju mereka. Namun, Zarathustra dan Lucien bersiap. Mereka mengangkat tangan mereka bersamaan, membentuk perisai dari api kuno yang melingkupi mereka. Serangan Malakar terhenti di hadapan perisai itu, hancur berkeping-keping dalam semburan cahaya dan api.
Malakar tampak terkejut sesaat, tapi dengan cepat menguasai diri. "Menarik," katanya, matanya bersinar merah. "Tapi itu hanya permulaan."
Pertempuran besar pun dimulai. Malakar melepaskan semua kekuatannya, menciptakan badai kegelapan yang menyelimuti medan perang. Namun, setiap kali dia menyerang, Zarathustra dan Lucien berhasil menangkisnya dengan kekuatan gabungan mereka. Mereka saling melengkapi, kekuatan api Zarathustra menyulut kegelapan sementara bayangan Lucien menyerap serangan Malakar.
"Sekarang, Zarathustra!" teriak Lucien di tengah pertempuran, memberikan kesempatan bagi Zarathustra untuk melancarkan serangan pamungkas.
Zarathustra memusatkan kekuatannya, menarik semua api kuno ke dalam tubuhnya. Dalam sekejap, nyala api itu menyala terang, mengelilingi seluruh tubuhnya. "Inilah akhir dari kegelapanmu, Malakar!" Seruan Zarathustra bergema di seluruh medan.
Dengan ledakan besar, Zarathustra melepaskan api kuno yang terkumpul, menciptakan semburan cahaya yang menghantam Malakar langsung. Malakar menjerit ketika api kuno itu membakar kegelapan di sekelilingnya, melenyapkan segala sisa kekuatannya.
Namun, Malakar tidak menyerah begitu saja. Saat tubuhnya mulai hancur, ia melirik Zarathustra dan Lucien dengan senyum jahat di wajahnya. "Kalian mungkin menang di sini, tapi kegelapan tidak pernah benar-benar hilang. Kalian tidak akan pernah benar-benar bebas."
Dengan kata-kata terakhirnya, Malakar lenyap, menghilang dalam semburan bayangan terakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIANTARA API DAN BAYANGAN
FantasyKerajaan Verellia dan Noctaria telah lama berseteru, terpisah oleh sejarah permusuhan yang kelam. Namun, semuanya berubah ketika Aetheria, Phoenix legendaris milik Princess Zarathustra dari Azhura, tiba-tiba menghilang. Hilangnya sang Phoenix tidak...