Chapter 9: Api Kuno Terbangkitkan

8 7 0
                                    

Ketika mereka tiba di pusat kerajaan Noctaria, malam telah sepenuhnya menyelimuti langit. Di hadapan mereka berdiri sebuah kuil tua yang terlupakan oleh waktu, dikelilingi oleh reruntuhan yang diselimuti bayangan. Di dalam kuil itulah api kuno tersembunyi kekuatan yang pernah digunakan oleh leluhur untuk mengalahkan kegelapan.

Lucien memimpin Zarathustra memasuki kuil, lorong-lorong batu yang dingin memantulkan gema langkah mereka. Dinding-dindingnya dipenuhi ukiran kuno yang menceritakan legenda penyatuan cahaya dan kegelapan. Zarathustra merasakan hawa dingin yang aneh, namun ia tetap melangkah dengan tekad bulat.

"Ini dia," Lucien berkata ketika mereka sampai di ruangan utama. Di sana, di tengah ruangan, terdapat altar batu besar dengan nyala api kecil yang berwarna biru. Itu adalah api kuno yang masih menyala, menunggu untuk dibangkitkan.

Zarathustra menatap api itu dengan perasaan campur aduk. "Apa yang harus kita lakukan?"

Lucien mengulurkan tangannya, dan Zarathustra meraihnya, merasakan kehangatan aneh dari tangan Lucien. "Kita harus bersatu, Zarathustra. Ikatan kita akan membangkitkan kekuatan api ini. Ini lebih dari sekadar sihir atau darah ini tentang menyatukan dua kekuatan yang telah lama terpisah."

Zarathustra mengangguk pelan, lalu bersama-sama mereka mendekati altar. Api biru itu berkedip seolah merespons kehadiran mereka. Dengan perlahan, Lucien merapal mantra kuno yang telah diajarkan oleh leluhurnya. Kata-katanya bergema di ruangan, menggema di dalam pikiran Zarathustra.

Api biru itu mulai tumbuh, membesar seiring dengan meningkatnya energi di sekitar mereka. Zarathustra merasakan getaran kekuatan besar yang mulai menyelimuti tubuhnya. Ia tahu ini adalah momen yang sangat penting. Tanpa ragu, ia menatap Lucien dan menganggukkan kepala.

"Sekarang," ujar Lucien.

Mereka bersama-sama menempatkan tangan mereka di atas api biru, dan seketika, ledakan energi meluap. Api kuno itu membesar dengan kekuatan dahsyat, menyala terang hingga menerangi seluruh kuil. Rasanya seperti setiap sel dalam tubuh mereka terbakar, tetapi tidak menyakitkan sebaliknya, mereka merasa seperti bagian dari kekuatan yang lebih besar.

Saat api kuno itu membangkitkan kekuatan penuh, Zarathustra dan Lucien merasakan ikatan yang lebih dalam terbentuk di antara mereka. Bukan sekadar rekan, bukan hanya pejuang di sisi yang sama, tapi mereka kini terhubung sebagai dua jiwa yang menyatu. Cahaya dan bayangan telah menjadi satu kekuatan yang tak terpisahkan.

Api kuno meletus dalam semburan besar yang memancar hingga keluar dari kuil. Di kejauhan, pasukan bayangan yang dipimpin oleh Malakar melihat cahaya yang menyilaukan itu. Mereka terhenti, terkejut oleh kekuatan yang tiba-tiba muncul.

Malakar sendiri merasa guncangan energi itu, wajahnya yang gelap tersentak oleh kesadaran bahwa kekuatan kuno yang pernah ia taklukkan kini bangkit kembali.

"Tidak mungkin..." gumam Malakar, matanya bersinar merah marah. "Api kuno itu..."

Zarathustra dan Lucien keluar dari kuil, kini dikelilingi oleh aura yang memancarkan kekuatan tak terhingga. Dengan api kuno yang telah bangkit, mereka kini siap untuk menghadapi musuh terakhir mereka Malakar, penguasa kegelapan yang telah lama mendominasi.

"Kita sudah siap," ujar Zarathustra, suaranya tenang namun penuh keyakinan. Ia merasakan kekuatan api di dalam dirinya, lebih kuat dari sebelumnya.

Lucien berdiri di sampingnya, matanya bersinar dengan energi baru. "Ya, ini adalah saatnya. Sekarang kita bisa melawan Malakar dengan kekuatan yang sepadan."

Mereka tahu bahwa pertempuran terakhir telah tiba. Dengan api kuno di sisi mereka, mereka siap menghadapi kegelapan sekali lagi. Namun kali ini, mereka tidak hanya melawan untuk menang, tetapi untuk menciptakan keseimbangan baru di antara api dan bayangan.

DIANTARA API DAN BAYANGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang