Chapter 35: Harapan di Tengah Kegelapan

2 3 0
                                    

Setelah meninggalkan ruangan bawah tanah, Zarathustra dan Lucien merasakan tekanan di dada mereka. Kegelapan masih menyelimuti kerajaan Verellia, dan meskipun mereka berhasil menghentikan Thaddeus, ancaman kegelapan yang lebih besar masih mengintai di balik bayang-bayang. Ketika mereka melangkah keluar ke cahaya pagi, suasana terasa jauh lebih berat. Di luar istana, Malorry menunggu dengan ekspresi cemas.

"Apa yang terjadi?" tanya Malorry, mengamati wajah-wajah mereka yang kelelahan. "Apakah kalian berhasil?"

"Ya," kata Zarathustra, berusaha menenangkan hatinya. "Kami menghentikan ritualnya, tetapi Thaddeus berkata bahwa ini baru permulaan. Kegelapan akan terus mencari jalan untuk kembali."

Mendengar kata-kata itu, Malorry menghela napas dalam-dalam. "Ini tidak baik. Kita harus segera memberitahu raja dan ratu tentang ancaman ini."

Zarathustra mengangguk. "Kita juga perlu mengumpulkan sekutu. Kita tidak bisa menghadapi kegelapan ini sendirian."

Lucien menyentuh lengan Zarathustra, berusaha memberi semangat. "Kita tidak boleh kehilangan harapan. Kita telah melewati banyak hal bersama, dan kita masih punya kekuatan satu sama lain."

Mendengar itu, Zarathustra merasakan kehangatan dalam hatinya. Cinta mereka adalah api yang akan menerangi jalan di kegelapan. Mereka berangkat menuju ruang pertemuan, di mana raja dan ratu sedang menunggu.

Saat mereka memasuki ruangan, suasana tegang menyelimuti ruangan. Raja Aric dan Ratu Elara duduk di kursi tinggi mereka, wajah mereka penuh kecemasan. "Zarathustra, Lucien, Malorry, kami mendengar bahwa ada masalah besar yang terjadi," kata Ratu Elara, suaranya penuh perhatian.

"Ya, Ratu," jawab Zarathustra, mengambil napas dalam-dalam. "Thaddeus telah berkhianat. Dia berusaha memanggil kegelapan untuk menguasai kerajaan. Kami berhasil menghentikannya, tetapi kami merasa ini belum berakhir. Dia mengklaim bahwa ancaman yang lebih besar akan datang."

Raja Aric menajamkan tatapannya. "Apa yang kau maksud dengan ancaman yang lebih besar?"

"Kegelapan itu tidak hanya berkaitan dengan Thaddeus," lanjut Zarathustra. "Ada kekuatan kuno yang sedang mengintai dan berusaha untuk bangkit kembali. Kita perlu bersatu dan mencari cara untuk menghentikannya."

Ratu Elara menunduk, merenungkan kata-kata Zarathustra. "Kita perlu mengumpulkan para sekutu dan membuat rencana. Kita tidak bisa membiarkan kegelapan mengambil alih."

"Betul," tambah Malorry. "Kita harus memperingatkan kerajaan lain tentang ancaman ini. Kita bisa mengandalkan teman-teman kita dari Noctaria dan kerajaan lainnya."

"Baiklah," kata Raja Aric, suaranya tegas. "Kita akan mengadakan pertemuan dengan para pemimpin kerajaan di malam hari. Ini adalah saat yang kritis bagi Verellia."

Setelah pertemuan tersebut, Zarathustra dan Lucien berjalan di taman istana, berusaha merenungkan segala yang terjadi. "Aku tidak suka perasaan ini," kata Lucien, menatap ke langit yang mulai kelabu. "Kita sudah berjuang keras, tetapi kegelapan sepertinya semakin dekat."

Zarathustra memegang tangan Lucien dengan lembut. "Kita harus percaya. Kita telah melalui banyak hal, dan setiap tantangan membuat kita lebih kuat. Kita tidak bisa menyerah sekarang."

Lucien mengangguk, meskipun ketegangan masih mengintai di dalam hatinya. "Kau benar. Kita harus bersatu dan tetap optimis. Cinta kita adalah harapan di tengah kegelapan ini."

Saat malam tiba, para pemimpin dari berbagai kerajaan berkumpul di aula besar istana Verellia. Suasana dipenuhi dengan kecemasan, tetapi juga ada rasa harapan yang kuat di antara mereka. Zarathustra dan Lucien berdiri di samping Raja Aric dan Ratu Elara, siap untuk berbagi informasi yang mereka miliki.

Raja Aric berdiri dan melihat para pemimpin. "Kami menghadapi ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kami telah menerima informasi bahwa kegelapan ingin bangkit kembali, dan kita semua harus bersatu untuk menghadapi ini."

Zarathustra dan Lucien maju ke depan. "Kami telah mengalami pertempuran melawan Thaddeus, penasihat yang berkhianat. Dia mencoba memanggil kegelapan, tetapi kami berhasil menghentikannya. Namun, ini baru awal dari pertempuran kita," kata Zarathustra dengan tegas.

Para pemimpin saling bertukar pandang, beberapa di antara mereka mulai berbicara dengan cemas. "Apa yang bisa kita lakukan?" tanya seorang raja dari kerajaan lain. "Kita tidak bisa menghadapi kegelapan sendirian."

Ratu Elara mengangguk. "Kita harus menggabungkan kekuatan sihir kita dan menciptakan aliansi yang kuat. Hanya dengan bersatu kita bisa mengalahkan kegelapan."

Lucien melanjutkan, "Kita perlu mencari artefak kuno yang bisa membantu kita mengendalikan kekuatan ini. Kami telah menemukan beberapa petunjuk tentang tempat di mana artefak itu disimpan."

"Bagaimana jika kita memanggil para ahli sihir dari setiap kerajaan untuk membantu kita?" saran Malorry. "Dengan bantuan mereka, kita bisa memperkuat pertahanan dan melindungi kerajaan kita."

Ide itu disambut dengan antusiasme. Para pemimpin mulai berdiskusi, dan satu per satu, mereka setuju untuk bersatu. Harapan mulai tumbuh di antara mereka, dan Zarathustra merasakan semangat kolektif di dalam ruangan.

Saat pertemuan berlanjut, Zarathustra dan Lucien saling memandang, mengetahui bahwa mereka tidak hanya berjuang untuk diri mereka sendiri, tetapi untuk seluruh kerajaan. Di tengah kegelapan yang menyelimuti, ada harapan yang bersinar, dan mereka bertekad untuk melindungi cinta dan kerajaan mereka dengan segala cara.

Setelah pertemuan berakhir, mereka melangkah keluar ke balkon istana, menyaksikan bintang-bintang mulai bersinar di langit malam. Zarathustra merasakan ketenangan yang mendalam ketika dia melihat bintang-bintang bersinar.

"Melihat bintang-bintang membuatku merasa bahwa kita tidak sendirian," kata Lucien, mengatur napasnya. "Di antara semua kegelapan ini, ada harapan."

Zarathustra mengangguk, tersenyum pada Lucien. "Kita akan mengalahkan kegelapan ini, Lucien. Aku percaya pada kita, dan aku percaya pada cinta kita."

Mereka berbagi ciuman lembut di bawah langit malam, berjanji untuk melindungi satu sama lain, apa pun yang terjadi. Cinta mereka adalah sinar harapan yang akan membimbing mereka melalui kegelapan, dan mereka bersumpah untuk terus berjuang bersama.

Saat malam semakin larut, mereka merasa ada kekuatan baru yang mengalir di dalam diri mereka. Kekuatan untuk melawan, untuk mencintai, dan untuk tetap optimis meskipun ancaman kegelapan terus mendekat. Dengan harapan di tengah kegelapan, mereka melanjutkan perjalanan mereka, siap untuk menghadapi apa pun yang akan datang.

DIANTARA API DAN BAYANGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang