Chapter 31: Nafas Terakhir Sang Penjaga

3 3 0
                                    

Kabut telah surut, dan Zarathustra serta Lucien berlari menuju tepi lembah yang tenang, di mana sinar matahari menyinari dengan hangat. Namun, perasaan tenang itu hanya bertahan sesaat ketika mereka menyadari ancaman yang lebih besar masih menanti di depan.

"Mari kita berhenti sejenak," kata Zarathustra, berusaha menenangkan napasnya. Namun, di dalam hati, kegelisahan mulai tumbuh. Meski mereka berhasil melarikan diri dari pengejaran, rasa ancaman tetap menghantui mereka.

Lucien menatap lembah di depan mereka, tempat di mana bayangan-bayangan gelap berkumpul. "Kita tidak bisa lengah, Zarathustra. Kekuatan ini aku merasakannya. Dia masih ada di sini."

Saat mereka melangkah lebih jauh, tiba-tiba sosok besar muncul dari balik pohon-pohon rimbun. Penjaga itu, sosok yang sebelumnya mereka temui, kini tampak lebih kuat dan berbahaya. Dia memiliki kulit yang bersinar dengan cahaya gelap, dan matanya berkilauan dengan kemarahan.

"Zarathustra! Lucien!" Suaranya menggema, seolah datang dari lubuk yang paling dalam. "Kau berani mengganggu rencana kami? Semua akan berakhir di sini."

"Tidak!" seru Zarathustra, mengangkat tangan untuk memanggil api ungu dari dalam dirinya. "Kami tidak akan membiarkanmu menghancurkan kami atau kerajaan kami!"

Lucien berdiri di sampingnya, menyiapkan sihirnya untuk melawan. "Kita harus bersatu, Zarathustra! Ini saatnya untuk menunjukkan kekuatan kita!"

Dengan satu gerakan, Zarathustra melepaskan semburan api ungu yang menyala, sementara Lucien memanggil angin untuk menambah daya serang. Api dan angin bertemu di tengah, menciptakan gelombang energi yang memancarkan cahaya. Serangan itu menghantam penjaga dengan keras, membuatnya terhuyung mundur.

Namun, penjaga itu tidak goyah. Dengan satu gerakan tangan, ia mengirimkan gelombang energi kegelapan yang mendorong mereka berdua ke belakang. "Kau tidak tahu siapa yang kau hadapi!" teriaknya, suaranya dipenuhi kebencian. "Aku adalah penjaga dari kekuatan kuno ini, dan aku tidak akan membiarkan kalian menghentikanku."

Zarathustra merasakan ketakutan merayap dalam dirinya, tetapi ia menolak untuk membiarkan rasa itu menguasainya. "Kita tidak sendirian," katanya dengan penuh keyakinan. "Kami memiliki satu sama lain dan kekuatan ini!" Dia menatap Lucien, merasakan aliran energi di antara mereka.

Lucien mengangguk, merasakan kepercayaan diri Zarathustra mengalir ke dalam dirinya. "Ayo, Zarathustra! Kita bisa mengalahkannya!"

Dengan tekad baru, mereka berdua menyerang secara bersamaan. Zarathustra memfokuskan kekuatan apinya, menciptakan bola api yang lebih besar, sementara Lucien mengumpulkan angin di sekelilingnya, meningkatkan kecepatan dan kekuatan serangan. Mereka bergerak dalam harmoni, seolah telah berlatih bertahun-tahun untuk saat ini.

Serangan itu menghantam penjaga dengan penuh kekuatan, dan untuk pertama kalinya, penjaga itu terhuyung, tampak goyah. "Tidak mungkin!" teriaknya, matanya menyala marah. "Kau akan membayar untuk ini!"

Dalam momen itu, Zarathustra menyadari bahwa ini adalah peluang mereka. Dengan satu gerakan cepat, dia memanggil semua kekuatan yang ada di dalam darahnya, mengalirkan energi kuno yang dia temukan di dalam dirinya. Bersama dengan Lucien, mereka menyatukan kekuatan api dan angin dalam satu serangan terakhir.

"Sekarang, Lucien!" teriak Zarathustra.

"Untuk kerajaan kita!" Lucien membalas, dan mereka bersatu, mengarahkan serangan gabungan ke arah penjaga. Gelombang energi menyapu seluruh lembah, menciptakan ledakan cahaya yang mempesona.

Kekuatan itu melukai penjaga dengan sangat parah, dan dalam sekejap, sosoknya terhuyung dan jatuh ke tanah, mengeluarkan suara mengerikan. "Kau, kalian... tidak tahu apa yang telah kalian lakukan," katanya dalam napas terakhir, suaranya melemah. "Kekuatan yang lebih besar akan datang... untuk menuntut balas..."

Dengan itu, penjaga itu menghilang, menjadi bayangan gelap yang lenyap ke dalam tanah. Zarathustra dan Lucien terdiam, terengah-engah setelah pertempuran yang melelahkan. Namun, mereka juga merasakan kelegaan. Mereka telah mengalahkan penjaga yang paling kuat, tetapi saat mendengar perkataan terakhirnya, ketakutan melanda hati mereka.

"Kekuatan yang lebih besar?" Lucien berbisik, kebingungan terbayang di wajahnya. "Apa maksudnya?"

Zarathustra menatap jauh ke lembah, menyadari bahwa ancaman sebenarnya mungkin belum sepenuhnya terlihat. "Kita perlu menemukan jawaban. Kita tidak bisa lengah sekarang."

Keduanya merasakan ketegangan di udara. Mereka telah memenangkan satu pertempuran, tetapi peperangan yang lebih besar mungkin masih menunggu. Bersama-sama, mereka melanjutkan perjalanan mereka dengan hati-hati, siap menghadapi apa pun yang datang berikutnya, tetap bersatu dalam cinta dan tekad mereka.

DIANTARA API DAN BAYANGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang