Chapter 39: Rahasia Bayangan

4 4 0
                                    

Kabut yang melingkupi istana Verellia mulai menipis, tapi ketakutan masih menggantung berat di udara. Zarathustra dan Lucien berjalan beriringan menuju perpustakaan kuno, tempat di mana rahasia yang telah lama terkubur mungkin akan terungkap. Langkah mereka bergema di lorong-lorong megah, diselimuti oleh keheningan yang penuh ketegangan.

"Apakah kau merasa ini terlalu aneh?" tanya Lucien dengan suara rendah. "Kegelapan ini... sepertinya memiliki ikatan dengan sesuatu yang lebih besar dari sekadar penjaga."

Zarathustra menoleh, matanya menyipit penuh pikiran. "Aku juga merasakan hal yang sama. Ada sesuatu yang lebih dalam dari yang kita tahu. Sesuatu yang sudah lama tertidur, mungkin terkait dengan kerajaanmu."

Lucien mengangguk, membenarkan pemikirannya. "Noctaria... Aku selalu tahu ada kekuatan yang lebih tua di sana, tetapi tak seorang pun pernah benar-benar tahu seberapa dalam pengaruh kegelapan itu."

Saat mereka mencapai pintu perpustakaan kuno, Raja Verellia telah memerintahkan penjaga untuk membuka ruang yang jarang dibuka itu. Pintu kayu besar dengan ukiran rumit itu mengeluarkan bunyi derit keras saat didorong, memperlihatkan barisan buku dan gulungan yang telah ada selama berabad-abad. Debu yang menumpuk di atas buku-buku itu adalah tanda bahwa sebagian besar dari mereka sudah lama dilupakan.

Ratu Verellia menunggu di dalam, duduk di sebuah meja panjang yang dipenuhi dengan gulungan dan catatan kuno. Di hadapannya terbuka sebuah kitab tua dengan sampul kulit yang mulai retak. Di wajahnya terpancar keletihan namun dengan semangat pantang menyerah.

"Aku menemukannya," kata Ratu dengan suara yang pelan, namun penuh makna. "Ini adalah catatan terakhir dari leluhur kita, mereka yang berperang melawan kegelapan."

Zarathustra dan Lucien mendekat, mata mereka terpaku pada halaman kitab itu. Ukiran-ukiran kuno dan simbol-simbol magis yang dipahatkan di atasnya menciptakan aura misteri yang kuat. Ratu mulai membaca dengan hati-hati, menerjemahkan bahasa kuno yang hanya diketahui sedikit orang.

"Dahulu kala," ia memulai, "Verellia dan Noctaria bukanlah dua kerajaan yang terpisah, melainkan satu kesatuan yang dikuasai oleh kegelapan dan cahaya. Di bawah kepemimpinan seorang raja kuno, kekuatan api dan bayangan hidup berdampingan, menciptakan keseimbangan di seluruh negeri. Namun, setelah pengkhianatan terjadi di dalam istana, kegelapan mulai menguasai sebagian wilayah, yang kemudian dikenal sebagai Noctaria."

Zarathustra dan Lucien saling berpandangan dengan mata yang membelalak. Kisah ini tidak pernah diceritakan sebelumnya setidaknya tidak dalam sejarah yang mereka ketahui.

Ratu melanjutkan dengan hati-hati, suaranya semakin tegang. "Kegelapan yang menyelimuti Noctaria adalah kekuatan kuno yang bukan hanya milik tanah, tapi milik darah. Kegelapan ini berakar dari garis keturunan raja-raja Noctaria, diwariskan melalui generasi. Oleh karena itu, kekuatan yang membangkitkan kutukan ini hanya bisa dilawan oleh penyatuan sempurna dari kekuatan api Verellia dan bayangan Noctaria."

Lucien mundur sedikit, terkejut oleh pengungkapan itu. "Jadi, ini semua tentang... aku?" suaranya terdengar berat dengan keraguan.

Zarathustra mendekat dan meletakkan tangannya di bahu Lucien, merasakan ketidakpastian yang menyelimuti pikirannya. "Bukan hanya tentangmu, Lucien. Ini tentang kita. Kekuatan api dan bayangan tidak bisa dipisahkan. Kutukan ini hanya bisa dihentikan jika kita menyatukan kekuatan kita."

Lucien menatap mata Zarathustra dalam-dalam, dan untuk sesaat, semua kegelisahan yang dirasakannya memudar. Di balik semua itu, ia menemukan keteguhan dan keberanian. Mereka telah melalui begitu banyak bersama pertarungan, rasa sakit, dan keraguan. Tapi di atas semua itu, ada cinta yang tak tergoyahkan.

"Aku tidak akan pernah membiarkan kegelapan ini mengambil alih kerajaan kita," kata Lucien dengan tegas. "Jika penyatuan kekuatan kita adalah satu-satunya cara untuk menghentikan ini, maka aku akan melakukannya. Bersamamu."

Mereka kembali memusatkan perhatian mereka pada kitab kuno di depan mereka. Di halaman-halaman terakhir, tertera instruksi tentang ritual kuno ritual penyatuan api dan bayangan. Ritual ini membutuhkan kedua kekuatan itu untuk disatukan di tempat di mana kegelapan pertama kali muncul: pusat kerajaan Noctaria, di bawah tanah tempat kutukan tertanam.

"Kita harus kembali ke Noctaria," kata Lucien tegas. "Di sana kita bisa menemukan sumber kutukan ini dan menghancurkannya sekali dan untuk selamanya."

Namun, Zarathustra tahu bahwa ini bukanlah perjalanan yang mudah. Noctaria adalah kerajaan yang penuh dengan bayang-bayang masa lalu, dan sekarang ia menjadi tempat di mana kegelapan paling kuat. "Kita tidak bisa pergi begitu saja tanpa persiapan. Aku harus mengasah kekuatan apiku, dan kau harus lebih memahami bayanganmu."

Lucien mengangguk setuju. Mereka tidak hanya akan menghadapi kekuatan luar biasa dari kegelapan kuno ini, tetapi juga harus memastikan bahwa penyatuan mereka sempurna—baik secara magis maupun emosional.

"Kita harus bersiap," kata Zarathustra dengan suara penuh tekad. "Kita harus menjadi satu kesatuan sebelum kita menghadapi kegelapan ini. Tidak ada ruang untuk kesalahan."

Malam itu, di bawah bimbingan Raja dan Ratu Verellia, mereka mulai mempelajari semua yang bisa mereka temukan tentang penyatuan kekuatan api dan bayangan. Setiap halaman yang mereka baca, setiap mantra yang mereka ulang, membawa mereka lebih dekat kepada kekuatan yang belum pernah mereka pahami sepenuhnya.

Tapi meskipun mereka bersiap secara fisik dan magis, hubungan emosional mereka juga terus berkembang. Setiap kali mereka berlatih, setiap kali mereka memanggil kekuatan masing-masing, mereka merasakan kehangatan cinta yang semakin dalam. Tidak ada lagi keraguan, tidak ada lagi pertanyaan tentang masa depan mereka bersama. Mereka adalah dua jiwa yang terikat, siap menghadapi apa pun yang akan datang.

Ketika fajar menyingsing keesokan harinya, Zarathustra dan Lucien berdiri di tepi istana, memandang ke arah Noctaria yang tersembunyi di balik kabut tebal. Perjalanan ini akan membawa mereka kembali ke tempat di mana semuanya dimulai ke tanah yang menyimpan rahasia bayangan dan kegelapan. Mereka tahu bahwa di sana, di pusat kerajaan yang penuh misteri, mereka akan menemukan kunci untuk menghentikan kutukan ini.

Dengan tangan yang saling menggenggam erat, mereka berjanji satu sama lain. Tidak peduli apa yang terjadi, mereka akan menghentikan kegelapan ini. Bersama-sama.

"Ini bukan hanya tentang menyelamatkan kerajaan kita," kata Zarathustra, suaranya lembut namun tegas. "Ini tentang kita. Tentang siapa kita dan apa yang kita miliki."

Lucien tersenyum tipis, matanya bersinar penuh harapan. "Dan tidak ada yang bisa mengambil itu dari kita."

Dengan satu langkah terakhir, mereka meninggalkan istana Verellia, melangkah ke dalam bayangan masa lalu dan menuju masa depan yang penuh dengan ketidakpastian. Tapi satu hal pasti kekuatan api dan bayangan mereka, ketika disatukan, akan menjadi kekuatan terbesar yang pernah ada.

DIANTARA API DAN BAYANGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang