Chapter 4: Api yang Tak Terlihat

11 7 0
                                    

Cahaya api Azhura masih menyala terang di langit gelap, menerangi jalan mereka kembali ke Verellia. Zarathustra menunggangi kudanya dengan cepat, sementara Lucien mengikuti di belakang, terluka namun tetap tegar. Suara sayap Phoenix yang berderak di atas mereka memberikan rasa aman, tetapi hati Zarathustra masih dipenuhi kegelisahan.

"Kau baik-baik saja?" Zarathustra bertanya tanpa menoleh ke belakang.

"Aku akan pulih," jawab Lucien singkat, meskipun jelas terlihat ia menahan sakit di dadanya, di mana makhluk bayangan telah menghantamnya. "Kita harus segera kembali ke istana Verellia. Ada yang perlu kau ketahui."

Zarathustra tidak menanggapi. Pikirannya masih terjebak pada pertarungan sebelumnya. Apa yang sedang terjadi? Makhluk-makhluk bayangan itu semakin berani, dan kini bahkan Phoenix-nya terperangkap dalam kekuatan gelap yang tak pernah ia ketahui. Lebih dari itu, ia mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Pertemuan dengan Lucien mengguncang perasaannya. Seorang pria dari Noctaria, yang seharusnya menjadi musuh, justru telah membantu dan melindunginya. Ada sesuatu yang tak bisa ia tolak dalam dirinya, namun ia tak ingin mengakuinya belum.

Saat mereka mendekati gerbang Verellia, Azhura mendarat di halaman istana, menyala dengan anggun di bawah cahaya rembulan. Para penjaga bergegas datang, terkejut melihat Zarathustra pulang bersama seorang asing dari Noctaria.

"Apa yang terjadi?" salah satu penjaga bertanya dengan waspada, tangannya siap menarik pedang.

"Biarkan dia masuk," Zarathustra berkata tegas. "Dia di sini sebagai sekutu, bukan musuh."

Penjaga itu ragu sejenak, tetapi tidak berani membantah sang putri. Lucien dibawa ke dalam istana, meskipun pandangan curiga terus mengikutinya sepanjang jalan. Di dalam, Raja Verellius dan Ratu Elara telah menunggu dengan cemas.

"Zarathustra!" teriak sang ratu, segera mendekati putrinya dengan wajah khawatir. "Kami khawatir sesuatu terjadi padamu."

"Aku baik-baik saja, Ibu," jawab Zarathustra, melepaskan pelukan sang ratu. "Azhura sudah kembali, tapi ada hal yang lebih besar yang perlu kita bicarakan."

Raja Verellius menatap Lucien dengan dingin. "Siapa dia, dan apa yang dilakukan seorang pria dari Noctaria di sini?"

Lucien berdiri tegak, meski tubuhnya masih terasa sakit. "Namaku Lucien, Putra Mahkota Noctaria," katanya dengan tenang. "Aku datang membawa pesan penting yang mungkin bisa menyelamatkan kedua kerajaan kita."

Kedua orang tua Zarathustra terdiam sejenak, saling bertukar pandang. "Lanjutkan," perintah Raja Verellius akhirnya.

Lucien mengangguk. "Makhluk bayangan yang kalian lihat bukanlah sekadar legenda. Mereka adalah bagian dari kekuatan yang lebih besar, sesuatu yang telah lama tersembunyi di Noctaria. Kekuatan itu terbangun, dan jika tidak dihentikan, makhluk-makhluk itu tidak hanya akan menghancurkan Noctaria, tetapi juga Verellia."

Ratu Elara mengerutkan kening. "Dan kenapa kami harus percaya padamu? Noctaria dan Verellia telah berseteru selama bertahun-tahun. Apa yang membuat kami berpikir bahwa kau tidak berbohong?"

Lucien menatap langsung ke arah sang ratu. "Aku tahu sulit mempercayai musuh lama. Tapi lihatlah fakta yang ada. Phoenix Zarathustra terjebak dalam kekuatan kegelapan itu. Jika kalian tidak bertindak sekarang, ini hanya akan menjadi awal dari kehancuran yang lebih besar."

Zarathustra melangkah maju, suaranya tenang namun penuh tekad. "Aku melihat sendiri apa yang terjadi. Azhura terperangkap di dalam sarang makhluk bayangan. Lucien benar. Ini lebih besar dari sekadar perseteruan antara dua kerajaan."

Raja Verellius tampak berpikir keras. "Jika ini benar, maka kita tidak punya pilihan selain bersiap. Perang mungkin tak terhindarkan."

Namun, sebelum mereka bisa merencanakan lebih jauh, terdengar bunyi gemuruh dari luar istana. Penjaga berlari masuk, wajah mereka penuh kepanikan. "Yang Mulia! Makhluk bayangan telah muncul di perbatasan Verellia! Mereka bergerak menuju desa-desa terdekat."

Zarathustra segera bergerak, meraih pedang yang tergantung di dinding. "Aku akan pergi bersama pasukan," katanya, matanya berkilat dengan keberanian.

"Tidak!" Lucien menahan tangannya. "Makhluk-makhluk itu tidak bisa dilawan dengan cara biasa. Sihir mereka terlalu kuat."

"Aku tidak akan berdiam diri saat rakyatku terancam!" Zarathustra berbalik dengan marah.

"Aku akan membantumu," Lucien menambahkan, suaranya lebih lembut. "Tapi kita harus melakukannya dengan cerdas. Kekuatan api Phoenix-mu mungkin satu-satunya yang bisa menandingi mereka."

Zarathustra mengangguk dengan berat hati. "Baiklah. Kita akan berjuang bersama."

Dalam hitungan menit, pasukan Verellia telah berkumpul di lapangan istana. Para prajurit bersiap untuk mempertahankan kerajaan mereka, sementara Azhura terbang di atas mereka, memancarkan cahaya merah yang menyala. Di tengah persiapan, Zarathustra dan Lucien berdiri berdampingan, memimpin pasukan.

"Ini bukan sekadar pertempuran untuk mempertahankan tanah kita," kata Lucien pelan, hanya agar Zarathustra bisa mendengarnya. "Ini tentang mencegah kehancuran yang jauh lebih besar."

Zarathustra menatapnya sejenak, lalu mengangguk. "Aku mengerti. Tapi ingatlah, Lucien, aku berjuang untuk rakyatku. Jika kau berkhianat, aku tidak akan memaafkanmu."

"Aku tidak akan mengkhianatimu," jawab Lucien, sorot matanya menunjukkan ketulusan yang tak bisa disangkal. "Aku berjanji."

Saat mereka bersiap menghadapi pertempuran yang akan datang, Zarathustra merasakan sebuah perasaan yang tak pernah ia duga sebelumnya rasa percaya yang perlahan tumbuh di dalam dirinya. Di balik segala perbedaan dan sejarah gelap antara dua kerajaan, Lucien bukan hanya seorang musuh dari Noctaria. Ada sesuatu yang lebih dari itu, sesuatu yang menghubungkan mereka di tengah api dan bayangan.

Namun, di tengah badai yang semakin dekat, Zarathustra tidak bisa mengabaikan satu pertanyaan yang menggantung di hatinya. Apakah mereka berdua akan bertahan menghadapi kekuatan gelap ini, atau apakah api mereka akan padam dalam kegelapan yang semakin pekat?

DIANTARA API DAN BAYANGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang