Chapter 14: Tanda-tanda Kegelapan yang Baru

10 7 0
                                    

Setelah pernikahan mereka, Zarathustra dan Lucien mulai membangun dunia baru dengan dasar perdamaian dan keselarasan yang telah mereka perjuangkan. Mereka memimpin dengan adil, menjaga keseimbangan antara kekuatan api dan bayangan yang diwariskan kepada mereka. Rakyat Verellia dan Noctaria bersatu di bawah bendera yang sama, bekerja untuk masa depan yang lebih baik.

Namun, seiring berjalannya waktu, tanda-tanda kekacauan baru mulai muncul. Di seluruh kerajaan, hal-hal aneh terjadi. Tanaman layu dalam semalam, hewan-hewan mulai gelisah, dan udara terasa semakin tebal dengan ketidakpastian. Meski kegelapan Malakar telah lenyap, Zarathustra merasakan sesuatu yang tidak beres di sekeliling mereka.

Di ruang kerja istana Verellia, Zarathustra berdiri di hadapan jendela besar, mengamati langit senja yang tampak lebih gelap dari biasanya. Tangan Lucien lembut menyentuh bahunya, dan ia berbalik untuk menemui suaminya.

"Kau bisa merasakannya juga, bukan?" tanya Zarathustra, suaranya penuh kekhawatiran.

Lucien mengangguk pelan. "Ya. Keseimbangan yang kita perjuangkan terasa... rapuh."

Zarathustra menghela napas, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. "Aku khawatir bahwa kemenangan kita melawan Malakar bukanlah akhir. Mungkin ada sesuatu yang lebih tua, sesuatu yang bahkan lebih dalam dari bayangan Malakar."

Lucien mendekat, mencoba menenangkan Zarathustra dengan keberadaannya yang kokoh. "Apa pun itu, kita akan menghadapinya bersama, seperti yang selalu kita lakukan."

Namun, di dalam dirinya, Lucien tahu bahwa ini berbeda. Kegelapan yang mereka kalahkan dalam bentuk Malakar hanyalah puncak dari sesuatu yang lebih besar. Ia teringat pada bisikan bayangan yang sering datang padanya dalam tidur bayangan yang berbicara tentang kekuatan yang jauh lebih besar dan purba daripada apa pun yang pernah mereka hadapi sebelumnya.

Beberapa hari kemudian, datang berita dari utusan Verellia dan Noctaria yang ditempatkan di perbatasan kerajaan. Di wilayah terpencil, sebuah gua kuno telah terbuka setelah berabad-abad tersembunyi. Gua itu, menurut catatan sejarah, merupakan tempat penyimpanan kekuatan yang lebih tua dari kedua kerajaan tersebut. Namun, tidak banyak yang tahu apa yang sebenarnya tersembunyi di dalamnya.

Di dalam istana, pertemuan besar diadakan. Para penasihat dari kedua kerajaan berkumpul, menyuarakan kekhawatiran mereka tentang peristiwa aneh yang terjadi di sekitar gua.

"Tempat itu telah ditutup selama berabad-abad," ujar salah satu penasihat Verellia dengan wajah penuh kecemasan. "Tidak ada yang tahu apa yang ada di dalamnya, tapi catatan kuno menyebutkan bahwa gua itu adalah tempat terkuburnya kekuatan purba yang bisa menghancurkan dunia ini."

Lucien mendengarkan dengan saksama, sementara Zarathustra menatap peta yang tergambar di atas meja besar di hadapan mereka. "Kita tidak bisa membiarkan siapa pun mendekati gua itu," kata Zarathustra tegas. "Jika ada sesuatu yang terkubur di sana, kita harus memastikan bahwa itu tetap tertutup."

Namun, seorang utusan dari Noctaria berdiri, wajahnya pucat. "Yang Mulia... gua itu sudah terbuka. Kami menemukan jejak-jejak orang yang telah masuk ke dalamnya."

Suasana di ruangan itu berubah tegang. Zarathustra merasa hatinya berdegup lebih kencang. "Siapa yang berani memasuki gua itu?" tanyanya.

"Tidak ada yang tahu pasti," jawab utusan itu. "Namun, mereka meninggalkan tanda yang tak dapat diabaikan—simbol bayangan yang tidak berasal dari Malakar."

Lucien merasakan udara di sekitarnya berubah dingin. Simbol bayangan yang berbeda dari Malakar? Ini hanya bisa berarti satu hal, ada entitas lain, jauh lebih tua dan lebih berbahaya, yang telah menunggu untuk bangkit.

Zarathustra dan Lucien memutuskan bahwa mereka harus melihat gua itu sendiri. Meskipun penuh dengan risiko, mereka tahu bahwa hanya dengan melihat apa yang tersembunyi di dalamnya, mereka bisa menemukan cara untuk mencegah kekuatan kegelapan baru ini menghancurkan dunia.

DIANTARA API DAN BAYANGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang