"Kak Semesta pernah baca buku ini?" Tanya Amora setelah mereka selesai makan malam, duduk berdua di sofa ruang keluarga dekat dengan meja makan.
Amora mencondongkan tubuhnya ke arah Semesta yang langsung merasa seperti terkena kejutan listrik, sambil mengangkat buku yang ia bawa.
Semesta mematung. Berusaha tenang. Mengatur nafas. Sedewasa-dewasanya Amora ia tetap enam tahun lebih muda dari Semesta.
Sama sekali tidak sadar situasi, Amora menoleh, menatap mata Semesta tanpa mempedulikan akibatnya untuk detakan jantung Semesta yang semakin sulit di kendalikan,"Buku Lolita."
"Lolita." Ulang Semesta seperti robot. Khusus hari ini, Amora memang membuat segalanya terasa lebih berbahaya. Seperti permainan dengan taruhan nyawa, "Novel by Vlamidir nobokov."
Amora mengangkat alisnya, sementara lidahnya menjilat bibir merahnya singkat. Semesta seketika terpana. Buat apa juga ia memperhatikan detail setidak penting dan seberbahaya ini?
"Ternyata kak Semesta juga baca novel Vlamidir Nobokov."
"Nggak. Cuma sekedar tau."
"Jadi menurut kakak, tokoh Humbert itu gimana? Baik atau buruk? Sebenarnya etika kebaikan dan keburukan manusia itu dinilai dari agama atau alam rasional manusia?"
"Hari ini kita belajar matematika aja ya." Potong Semesta mengalihkan pembicaraan, tangannya sudah hampir meraih buku pelajaran Amora yang ia tumpuk di atas meja di depan sofa.
"Aku nggak mau belajar matematika."
Semesta menelan ludah tegang, "Oke. Terus apa? Sastra?"
"Tentang etika."
"Huh?"
"Menurut kakak, etika itu relatif atau absolute?"
"Kenapa pertanyaan mu begini?" Serta merta Semesta protes, "Kenapa kamu nggak tanya aja enakan cimol atau cilok?"
"Ya, boleh. Enakan cimol atau cilok?"
Astaga. Semesta menepuk dahinya. Sementara Amora masih dengan wajah serius tiba-tiba mengganti posisi jadi duduk bersila di atas sofa dengan wajah siap menerima ilmu.
"Enakan batagor." Jawab Semesta kecut.
"Oooh." Amora mengangguk-angguk, "Terus menurut kakak apa karya sastra seperti Lolita itu punya tujuan intrinsik atau hanya bergantung pada interpretasi?"
Ya ampun balik lagi dong.... Gerutu Semesta dalam hati. Ia ikut duduk bersila di atas sofa menghadap ke Amora. Sebuah langkah berbahaya sampai Semesta harus terus mengingatkan dirinya bahwa, ada puluhan CCTV berjejer dalam setiap sudut rumah Amora, "Kalau kamu sendiri, menurutmu karya Lolita itu bagaimana ?"
"Kalau menurutku, apa batas norma itu bisa di ukur? Apa kebenaran dan keadilan itu suatu saat bisa bersifat mutlak bukannya hanya sebuah pandangan relatif? Apakah kebebasan itu sebenarnya nggak ada? Atau semua tergantung pada determinisne?"
"Dibanding batagor lebih enak siomay sih."
"Kak Semesta yang serius!!" Amora menggertakkan gigi, pura-pura hendak memukul bahu Semesta namun pergelangan tangan Amora langsung di tangkap oleh Semesta yang tanpa sadar mulai tertawa.
"Berarti kakak nggak pernah benar-benar tau novel Lolita." Seru Amora. Entah kenapa wajah merona nya berubah lebih merona.
"Amora." Semesta mau tidak mau berhenti tertawa. Mengatur nafasnya, detak jantungnya. Ia harus menjawab Amora. Sebagaimana biasanya, Amora adalah manusia yang tidak bisa di tinggalkan menggantung dalam sebuah pertanyaan, "Child grooming itu salah. Dalam budaya apapun. Juga dari sudut pandang Etika, norma, agama. Yang di lakukan Humbert itu tidak baik. Humbert cuma karakter antagonis yang di gambarkan seperti lolipop."
KAMU SEDANG MEMBACA
Glimpse
RomanceTrue love is always worth to wait. Warning mature content. This works have general and fundamental questions concerning topics like existence, reason, knowledge, value, mind, and language. Dedicated for people's who like sweet, mature, love story...