Part 11

172 34 3
                                    

"Kamu beli piano?!" Ibu Semesta mengerjapkan mata mengikuti upright piano yang belum lama di beli Semesta,- yang hari ini baru datang. Langsung di angkut masuk kedalam kamar oleh petugas.

Semesta mengangguk, buru-buru menyelesaikan administrasi tanda tangan serah terima sebelum ibunya mencecarnya dengan lebih banyak pertanyaan.

Sayang ketergesa-gesaan Semesta tidak di imbangi oleh petugas pengantar. Petugas itu santai. Seperti penasaran dan sedikit menikmati raut wajah Semesta yang terang-terangan terjepit ingin segera kabur mengunci diri di kamar.

"Kamu nggak bisa main piano. Kenapa kamu beli piano?" Tanya ibu semesta. Beliau berhasil mendesak Semesta di saat terakhir sebelum Semesta berhasil kabur.

"Karena aku mau."

"Kalau kamu memang mau, kenapa kamu mendadak berhenti mengajar Amora? Kamu kan bisa sekalian mengajar sekaligus di ajarin piano oleh Amora."

Ucapan ibu Semesta serupa percikan api. Membakar Semesta. Menjalar ke seluruh tubuhnya. Menambah rasa hampa yang berusaha setengah mati Semesta abaikan akhir-akhir ini.

"Aku nggak akan bisa bayar guru les sekelas Amora."

"Justru Amora nggak akan butuh uangmu." Ibu Semesta mengerutkan kening tak suka, "Dimana lagi kamu ketemu orang yang bisa main piano sepintar sebaik Amora?"

"Ada." Semesta menggertakkan gigi, tidak tahan lagi, "Pasti ada."

"Eehhh Semesta!! Kamu masih ibu ajak bicara?! Kenapa malah lari pergi?" Teriak ibu Semesta begitu melihat Semesta buru-buru berjalan pergi secepatnya untuk masuk ke kamar, "Kamu belum cerita ke ibu kenapa kamu mendadak berhenti les dengan Amora? Kenapa ibu justru dengar dari ibu Amora bukan dari kamu sendiri?!"

Learning piano without an instructor is possible with self-discipline and a structured approach. Utilize online tutorials, interactive apps, and comprehensive lesson plans. Follow a progressive curriculum, focusing on fundamentals such as scales, chords, and music theory.

Semesta menarik nafas. Lega berhasil masuk ke dalam kamarnya. Tidak kedap suara. Ia masih bisa mendengar ibunya ngomel di balik pintu. Tapi setidaknya ia tidak harus memaksakan diri menjawab pertanyaan face to face.

Tanpa sadar Semesta melirik benda terbaru dan paling mencolok dalam ruangannya. Piano upright kayu dan detik itu juga wajah Amora terngiang.

"Aku belajar main piano dari usiaku empat tahun." Kata Amora, "Kak Semesta juga bisa main piano kan?"

"Nggak." Semesta tertawa,  menertawakan Amora kecil yang mungkin belum tau hampir delapan puluh persen anak indonesia tidak bisa memainkan alat musik apapun kecuali pianika, "Aku cuma bisa main gitar."

"Kak Semesta keren." Ujar Amora, lucunya ia memuji dengan wajah datar, "Kalau aku nggak boleh main gitar. Padahal aku mau belajar gitar."

"Kenapa?"

"Karena ibu ayahku khawatir bentuk jariku nanti. Takut kulit jariku lecet, luka."

"Tapi kamu kan les taekwondo."

-Yang pasti lebih berbahaya. 

"Tapi dalam pengawasan ketat pak Edy,-supir pribadi keluarga dan mbak Ika selama kegiatan."

"Guru taekwondo mu pasti tegang di awasi begitu."

"Iya." Amora mengangguk, ia juga pasti sadar, "Tapi aku harus belajar taekwondo."

"Kenapa harus?" Pancing Semesta. Sedikit penasaran bagaimana otak para orangtua kaya bekerja pada anaknya yang selama ini sebenarnya sudah di awasi sepeleton penjaga setiap hari.

Amora terdiam sebentar kemudian dengan jemari kecilnya ia menunjuk sekeliling rumahnya singkat, "Kak Semesta pasti tau kenapa. Nggak semua orang di sekelilingku bener-bener baik walaupun mereka sudah di seleksi ketat oleh ayah ibu. Aku harus bener-bener bisa jaga diriku sendiri suatu saat nanti."

Perlahan, kaki Semesta melangkah. Jemarinya sampai di atas tuts piano. Dasarnya Semesta paham nada. Ia tau beberapa kunci dasar dari Amora. Terutama nada dasar c. Semesta juga sudah bisa memainkan pieces favoritnya-Cherry blossom in you dan beberapa lagu sederhana. Tapi tetap tidak selancar Amora. Tidak seindah saat Amora yang memainkannya.

"Ini penjarian piano." Kata Amora lembut. Ia melebarkan tangannya dan meletakkan jemarinya satu persatu ke tuts, memainkannya perlahan di hari pertama Semesta memberanikan diri untuk duduk bersebelahan dengan Amora di kursi piano, "lagu yang paling mudah dulu ya. Gemi famire."

"Do re mi, do mi do mi. Re fa fa mi re fa...fa sol mi sol mi sol....?" Ulang Semesta begitu ia mendengar musik yang dimainkan oleh Amora.

Amora mendongak, wajahnya tampak puas, "Kakak hebat, kak Semesta bisa langsung bisa nebak nada...."

Kak Semesta yang hebat. Kakak yang keren.

Semesta menggertakkan gigi. Lebih keras dari sebelumnya. Menahan dorongan untuk berteriak frustasi sekeras-kerasnya.

Sekarang ia hanya punya piano untuk bercerita. Untuk menghargai kenangan dan kalimat pujian Amora yang terus teringang namun tidak akan pernah langsung terulang kembali kecuali dalam ingatan.

GlimpseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang