Part 25

131 25 4
                                    

Alam pikiran Amora bagi Semesta adalah dunia penuh warna, perpustakaan berjalan, suara piano yang indah, angin sejuk setelah hujan turun di padang rumput, drama musim semi yang lucu di theater paris, biskuit coklat yang baru di panggang, bau harum segar pinus di puncak gunung.

Definisi cinta itu memang Amora. Makhluk kecil yang dulu berhasil membuat Semesta sibuk membaca berbagai macam buku semalam suntuk, memperluas pengetahuannya, mati-matian belajar, lulus dengan predikat sempurna. Terseok-seok mengumpulkan uang, siang malam berkerja, mengejar karir untuk bisa sepadan. Supaya suatu saat nanti ia bisa kembali menatap Amora dalam keadaan lebih baik, lebih setara.

Yang sayangnya bukan sekarang.

Tidak saat ini.

Semesta masih belum merasa setara. Ambisinya menyakiti ego. Tapi ia memang merasa masih belum pantas untuk Amora. Untuk membuat Amora benar-benar menjadi milik Semesta seutuhnya. Belum. Belum sampai ditahap itu.

Tapi di depannya pagi ini, Amora tersenyum lebar. Melahap roti sandwich. Menatap Semesta dengan mata besar bulatnya.

"Will you marry me, kak?"

"Berapa kali kamu bilang begitu dari kemarin?"

"Berkali-kali." Jawab Amora, "Boleh aku tanya lagi?"

"Jangan. Jangan tanya itu lagi." Semesta menggeleng tegas, "Aku pasti menikah denganmu, Amora. Pasti. Aku sudah memilih kamu. Tapi suatu saat nanti, aku yang harus melamar kamu lebih dulu."

Mata Amora terbelalak sesaat, sebelum ia bersorak. Terang-terangan gembira. Ia meletakan telapak tangan di kedua pipi, meringis lucu dan mulai nyerocos bicara kesana kemari. Bahagia setengah mati.

Karena sikap Amora, Semesta sampai berkali-kali menahan diri untuk tidak bersikap sama. Nalurinya ingin mencium Amora di tengah meja breakfast. Memeluk Amora. Melupakan pekerjaan mereka. Kabur pergi membawa mobil pak Rendra, bulan madu naik turun gunung, terbang ke ujung dunia.

Tapi kembali lagi; ada klausa dalam kontrak perjanjian kerja Semesta dan pasti nya Amora juga sama, untuk tidak boleh memiliki hubungan, apalagi menikah dengan sesama rekan kerja dalam satu perusahaan.

Semesta sudah berusaha mengingatkan Amora dan untuk terakhir, satu kali lagi sebelum Amora bangkit berdiri dari meja makan untuk menjemput Oliver di kamarnya.

Reaksi Amora masih sama, ia senyam senyum sambil mengangguk. Tapi ada satu hal yang berbeda, Amora menambahkan berkata, "Ternyata benar ya kata pak Oliver. Di film, orang India suka menari kalau jatuh cinta. Pak Oliver bilang, kamu nggak bener-bener jatuh cinta kalau kamu belum sampai ingin nari-nari."

Semesta mematung. Jemarinya yang memegang garpu mendadak berhenti di udara. Bukan masalah Semesta sekarang melihat Amora dewasa berjalan riang gembira seperti anak kecil melewati deretan meja prasmanan. Bukan masalah, ada dorongan kosmik yang bagi Amora membuatnya ingin menari-nari ala India, tapi kenyataan kalau Amora berjalan pergi meninggalkan Semesta untuk membangunkan Oliver di kamarnya.

Oliver, walaupun beliau ekspatriat singapur India dengan kemampuan bahasa Indonesia sekelas anak TK, dia tetap laki-laki. Tepatnya; Laki-laki dewasa, mapan, single, manager.

Semesta menggertakkan gigi, belum sembuh dari kenyataan pertama, Semesta kembali di hadang kenyataan kedua; Amora langsung populer di kalangan pekerja warehouse cabai,-yang delapan puluh persennya adalah laki-laki.

Amora jelas memegang kunci klasik ajaran para leluhur dari zaman majapahit; Dari mata turun ke hati, karena dasarnya Amora memang cantik. Dan dari mulut masuk ke lambung,-karena ia juga datang membawa banyak makanan.

Maka tidak heran kalau di hari kedua saat rombongan Semesta datang kembali untuk mengecek warehouse terakhir kalinya sebelum pulang, pekerja Warehouse berbondong-bondong untuk mengajak bicara Amora. Lalu dengan sengaja memilih di foto di samping Amora saat sesi foto bersama,-siasat kuno tengik yang sebenarnya dilakukan Semesta juga di saat yang sama.

Pasti inilah kenapa ada klausa melarang hubungan antar karyawan hampir di seluruh perusahaan di Indonesia. Karena tidak mencampur adukkan perasaan dan pekerjaan itu memang sulit.

Sesulit Semesta untuk menahan dorongan untuk tidak mencium Amora ketika rombongan mereka di turunkan pak Rendra di kantor jam delapan malam sementara pak Rendra akan kembali berkendara mengantar Oliver kembali ke apartemennya.

"Pak Semesta bilang, kita harus bersikap profesional di kantor?" Goda Amora, membalas ciuman Semesta dengan senang hati sementara jemarinya menarik kemeja Semesta semakin mendekat.

"Iya. Kita harus profesional." Bisik Semesta merengkuh Amora lebih dalam pelukannya.

"Kakak nggak takut kelihatan CCTV?" Amora tiba-tiba melepaskan bibirnya dari bibir Semesta untuk menoleh kanan kiri dalam ruang parkir mobil kantor yang remang.

"Aku hafal semua letak CCTV di kantor ini Amora..." Ucap Semesta, menarik wajah Amora lagi mendekat untuk menciumnya, "So kiss me again..."

GlimpseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang