Semesta memandang sekeliling. Sekarang ia berada dalam tempat paling mahal yang pernah ia beli setelah mobil. Unit apartemen dua kamar sebesar seratus dua puluh meter persegi, di lantai lima belas tepat di tengah pusat kota.
Pembelian yang ibu Semesta sendiripun belum tau, karena Semesta selama ini selalu tetap pulang kembali ke rumah setelah pukul sepuluh malam.
Disini, tempat ia dan Amora bertemu hampir setiap hari. Tempat ia bebas melihat Amora memasak. Bebas untuk makan malam bersama, mengobrol santai tanpa takut ada orang dalam kantor yang memergoki.
"Kak Semesta merasa nggak? Kita kayak pasangan artis Korea diam-diam pacaran?" Amora tertawa pelan kecil, geli.
"Iya." Semesta mengangguk, duduk di sofa abu-abu di samping Amora sambil melepas satu kancing kemeja teratasnya.
"Tapi aku suka." Ucap Amora, perlahan bergerak mendekat. Menenggelamkan kepalanya di atas dada Semesta.
Gerakan Amora itu biasanya akan di sambut Semesta dengan memeluknya, tapi hari ini Semesta tidak balik memeluk Amora. Semesta hanya mengecup singkat puncak rambutnya.
"Kok aku nggak di peluk?" Protes Amora, tangannya langsung memeluk dada Semesta erat-erat dari samping.
"Hari ini aku banyak lari-lari naik turun lift karena ada konsleting listrik. Jadi mungkin kemejaku agak bau keringat. Kasihan kamu, Mora."
"Nggak kok. Kemeja kak Semesta harum."
"Mananya?" Semesta tertawa.
"Wangi!" Seru Amora ngeyel, "lagian kenapa ada konsleting listrik kakak ikut turun tangan juga? Kan ada petugas untuk listrik. Bahaya juga untuk kakak!"
"Karena daya listrik juga mempengaruhi jaringan server, Amora."
"Masa'?"
"Kamu tau. Tapi pura-pura nggak mau tau." Ledek Semesta gemas.
Amora mengernyitkan bibir. Lalu tanpa Semesta siap tiba-tiba Amora sudah melompat duduk berhadapan dengan Semesta di atas pangkuan.
"Jangan lagi." Semesta menarik nafas dalam-dalam. Berusaha masuk dalam mode menahan segala hawa nafsu duniawi nya sampai ke akar-akar, "Ayo duduk sendiri yang baik."
Amora mengernyit, mendekatkan bibirnya untuk mengecup kedua pipi Semesta kemudian memeluk leher Semesta, "Nggak mau."
"Kamu pakai rok." Tambah Semesta. Dengan gerakan canggung berusaha membetulkan posisi rok Amora di pangkuannya.
"Aku tau." Jawab Amora. Malah memeluk Semesta semakin erat.
Semesta melirik sedikit, menahan senyum, lewat sudut matanya ia bisa melihat pipi Amora yang mulai memerah malu, "Bagian pahamu kelihatan kemana-mana."
"Nggak apa-apa. Toh nggak ngaruh buat kak Semesta."
Semesta mengelus punggung Amora sabar, "Ngaruh kok. Tapi bukan berarti aku boleh untuk lepas kontrol."
"Lebih bagus kakak lepas kontrol jadi aku cuma bisa dimiliki kakak."
"Tanpa harus begitu, kamu sudah milikku kan?"
"Belum."
"Buku jenis apalagi ini yang kamu baca? Kamu sudah coba baca novel religi belum?"
"Sudah. Makanya kita harus menikah."
Semesta seketika tertawa, menepuk-nepuk puncak kepala Amora kemudian menarik pipinya gemas, "Kamu belum makan malam. Hari ini kamu mau masak atau aku yang masak? Kalau aku yang masak kamu mau makan apa Amora?"
"Aku nggak mau makan, aku sudah kenyang makan pizza tadi."
"Kamu cuma makan sedikit."
Amora mengangkat alisnya menatap Semesta dengan raut lucu, "Oooh... kukira kakak bener-bener nggak peduli sama sekali sama aku di kantor. Tapi ternyata kakak masih merhatiin juga ya?"
"Aku nggak perluh kelihatan melotot untuk peduli." Jawab Semesta, "Makanya, kamu mau makan apa?"
"Aku mau makan kakak." Seru Amora. Di telinga Semesta Amora mengeluarkan Geraman ala harimau yang membuat Semesta makin tertawa geli.
"Aku beli apartemen ini supaya aku bisa lihat kamu masak lagi. Makan dengan tenang. Supaya kita nggak selalu khawatir kayak di kejar setan saat makan malam berdua."
"Nggak akan kayak gitu kalau kita menikah."
"Tapi selama kita masih bekerja di perusahaan yang sama. Kita nggak bisa menikah."
"Terus kalaupun aku resign, apa jaminannya kak Semesta bakal nikahin aku secepatnya?"
"Tunggu dulu, Amora. Sebentar lagi."
"Apalagi yang di tunggu? Kakak punya mobil, punya aset, punya tabungan, jenjang karir kakak bagus. Apalagi yang cari?"
"Aku harus bisa beli sendiri unit apartemen yang lebih besar dari sekarang. Supaya aku bisa belikan kamu grand piano dan di masukan kedalam unit apartemen."
"Nggak!" Seru Amora. Wajahnya merah, "Aku nggak butuh unit apartemen mewah. Mobil mewah. Grand piano baru. Aku cuma butuh kakak."

KAMU SEDANG MEMBACA
Glimpse
RomanceTrue love is always worth to wait. Warning mature content. This works have general and fundamental questions concerning topics like existence, reason, knowledge, value, mind, and language. Dedicated for people's who like sweet, mature, love story...