Part 18

115 29 2
                                    

Nggak akan hanya berdua. Nggak akan pernah hanya berdua. Ulang Semesta dalam hati. Berkali-kali selama Semesta ikut membantu pak Rendra, driver perusahaan menyiapkan mobil dinas mini bus Hyundai yang akan di pakai hari ini.

"Warehouse di Jurang kartombo ya pak? Wah perjalanannya bakal jauh banget itu." Kata pak Rendra, "Itu mbak Amora kuat Ndak ya? Perjalanan berjam-jam dengan laki-laki saja. Jalan berkelok. Naik turun gunung pula."

"Kuat." Jawab Semesta singkat. Justru ia sendiri yang malah sudah mau muntah tegang duluan sebelum mulai berangkat.

"Oh ya udah. Beneran kan pak? Soalnya mbak Amora kelihatannya tidak begitu tahan banting untuk jadi sekretaris pak Oliver yang suka nya menjelajah warehouse kemana-mana. Putih, kecil, ayu, manis begitu."

"Tunggu, bapak boleh cerita apa saja ke saya." Potong Semesta, "Tapi jangan cerita soal ini ke orang lain ya."

"Iyalah pak saya tau. Cuma sama pak Semesta doang semua omongan rahasia saya amaaan...."

Semesta berusaha tersenyum. Daridulu ia biasa dekat dengan para driver, office boy dan biasanya justru orang-orang dengan jabatan begitu, menyimpan lebih banyak rahasia perusahaan daripada petingginya.

"Sudah siap untuk berangkat Semesta?" Tanya seseorang mendadak yang membuat Semesta menoleh kebelakang.

Pak Oliver berdiri di depan pintu belakang gedung, baru saja keluar dari dalam lift. Di samping beliau berdiri Amora. Tidak seperti biasanya memakai rok span, kali ini Amora memakai celana kain formal, kemeja dan jaket. Baju yang sebenarnya tidak sederhana juga. Tapi di mata Semesta, Amora kelihatan lebih membumi. Manusia biasa. Cantik sederhana. Bukan Amora dengan rumah istananya.

"Hanya ini barangnya mbak Amora?" tanya pak Rendra buru-buru berlari membantu Amora mengangkat tas travel jinjingnya, "Wah... Biasanya sekretaris bawaannya heboh. Ini pertama kalinya loh ada yang bawa barang nggak banyak."

"Iya kah pak?" Amora berjalan disamping pak Rendra, tertawa kecil geli. Sampai Semesta tak mampu untuk melangkah menjauh menghindar dari langkah Amora yang semakin mendekat.

"Amora kamu duduk di belakang, dengan Pak Oliver." Semesta akhirnya baru benar-benar bisa mengeluarkan suara setelah Amora telah berdiri di depannya dalam jarak sopan.

"Ya." Jawab Amora tidak menatap ke arah Semesta tapi justru menatap ke arah pak Oliver yang tersenyum membukakan pintu penumpang belakang untuknya.

Perjalanan dinas kali ini secara umumnya sama seperti  perjalanan dinas Semesta sebelumnya. Warehouse bahan pangan, apapun jenisnya, biasanya di letakkan di tengah provinsi, pinggir kota dekat dengan desa-desa pengepulnya, di kaki gunung.  Perjalanan menunju ke Warehouse daerah biasanya memakan waktu tiga empat jam dari kantor pusat. Tergantung dengan kondisi jalan.

Yang berbeda hanya; sekretaris pak Oliver sekarang adalah Amora. Secara harfiyah, Semesta terjebak bersama Amora dalam ruang sempit,-mobil selama berjam-jam. Tapi tidak berdua. Tidak akan pernah berdua. Ada pak Oliver yang duduk di samping Amora membahas pekerjaan sepanjang jalan dan ada pak Rendra yang menyupir di samping Semesta yang terus membicarakan keluarganya. Pembahasan yang berbeda, seperti bagian dari dunia yang berbeda.

Amora pun bersikap seperti kenal tidak kenal dengan Semesta. Bicara seperlunya. Seformal mungkin. Tapi ada yang tidak sama dari Amora yang Semesta kenal sebelumnya. Semesta tidak mendengar ada pertanyaan ajaib terlontar. Tidak ada pokok bahasan cerdas. Hanya Amora sebagai follower, secondary staff yang ngangguk patuh pada apapun yang dikatakan pak Oliver. Tidak mau membantah apalagi menyangkal tegas.

Hingga ada rasa gemas samar. Jengkel. Perasaan janggal yang aneh. Yang berusaha Semesta tutupi sepanjang jalan. Sampai Amora tiba-tiba minta ijin untuk berhenti di pinggir jalan. Di samping toko kelontong kecil dan bukannya mini market besar.

Amora membeli sebagian besar Snack di toko kelontong itu. Membuat Pak Rendra melongo dan Pak Oliver yang dasarnya selalu penasaran dengan snack, makanan Indonesia tampak gembira.

"You are very generous, thank you miss Amora." Puji pak Oliver. Dalam pikirannya pasti beliau sudah siap pesta mukbang sepanjang jalan setelah ini.

Sementara pak Rendra lebih realistis, "Mbak nggak apa-apa beli sebanyak ini? Uang mbak nggak habis? Kenapa nggak belanja secukupnya di mini market aja?"

"Nggak apa-apa. Toh hanya toko ini yang kelihatan daritadi."

"Iya sih kita di daerah terpencil, di gunung, tapi kalau mau masih bisa kok nyari Indomaret."

"Nggak apa-apa pak. Nanti kalau ada Indomaret kita mampir lagi saja juga nggak apa-apa. Dimakan ya pak Oliver, pak Rendra? Pak Semesta juga ya?  Makan yang banyak."

Mau tak mau Semesta menoleh kebelakang. Menatap Amora yang duduk tepat di belakang kursinya. Amora sedang tersenyum untuknya. Cengiran lucu yang Semesta pernah lihat dan selalu ia ingat seumur hidupnya.

GlimpseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang