Part 12

217 39 1
                                    

"Kamu main piano untuk siapa? Kenapa kamu belajar sekeras itu?" Tanya ibu Semesta, setelah semalaman, hampir setiap hari beliau mendengar anaknya terus memainkan piano.

"Untuk ku sendiri."

"Harus sepanjang waktu, setiap saat begitu?"

"Apa yang salah?" Tanya Semesta balik.

"Nggak. Ibu nggak masalah kamu mau melakukan apa Semesta. Cuma sekarang kamu sudah lulus sidang skripsi. Kamu sudah ada banyak panggilan pekerjaan. Kamu yakin kamu masih bisa terus-terusan main piano semalaman suntuk begitu? Jaga kesehatanmu. Waktu nggak akan bisa di ulang. Apalagi saat kamu sudah mulai masuk dunia kerja. Dunia yang sesungguhnya..."

.............

Semesta sudah menjatuhkan pilihan, dari beberapa pekerjaan yang menunggunya. Sebuah kebingungan yang mewah di tengah sulitnya mencari kerja. Sesuai dengan target Semesta dari awal, ia tidak tertarik menjadi pegawai pemerintahan. Bergaji kecil dan minim tantangan. Ia juga dengan sengaja tidak memilih BUMN karena Semesta realistis dengan keadaannya, ia tidak berani mengambil resiko pada pekerjaan yang penempatannya jauh dari orangtuanya yang mulai menua.

Ia memilih untuk terjun dalam dunia bisnis ekspor impor. Anak perusahaan Inggris yang fokus dalam bisnis eksportir bahan baku. Terutama bahan pangan yang sebagian besar di kirim ke Asia tenggara terutama Singapura dan Amerika latin.

Gaji IT yang di tawarkan cukup bagus. Dengan benefit tinggi. Jenjang karir dan penambahan gaji berserta bonus setiap tahun. Gedungnya pun terletak di tengah kota. Mudah di akses. Menjadi salah satu dari beberapa perusahaan eksportir terbesar di indonesia yang sudah tersebar di seluruh provinsi. Membuat jalan hidup Semesta terasa mudah dan memang mudah. Ini semua buah dari pengorbanan dan kerja kerasnya selama ini.

Hari demi hari berlalu. Semesta mulai terbiasa dengan work flow pekerjaannya. Menyibukkan diri. Mengabaikan hal-hal yang tidak penting. Hidup untuk bekerja. Kepala jadi kaki. Kaki jadi kepala. Perputaran minggu seperti hari. Bulan seperti Minggu. Tidak terasa sama sekali sampai jabatannya, junior IT spesialis meningkat menjadi senior spesialis hanya dalam hitungan empat tahun.

Sepanjang tahun, setiap hari-setiap bangun pagi, Semesta selalu mengingatkan dirinya sendiri, ini yang ia mau. Pangkat, jabatan, kemapanan finansial. Tapi disaat yang sama, ibu Semesta yang semakin sepuh dan mendekati batas usia pensiun selalu menatap Semesta khawatir.

"Kamu begadang lagi, nak?" Ibu Semesta geleng-geleng kepala menatap Semesta yang berdiri di depan cermin besar dekat meja makan nya, sibuk mengancingkan kemeja kerja, "Jangan terlalu banyak minum kopi. Jangan lupa olahraga. Minimal perenggangan selama lima belas menit setiap dua jam sekali. Kerjamu itu lebih banyak duduk di depan laptop. Kurang bergerak. Bahaya untukmu sepuluh dua puluh tahun lagi....."

"Rambut kamu itu juga gimana? Kamu nggak dimarahin HRD? Rambutmu sudah agak berantakan. Sana potong rambut sedikit besok Minggu. Juga jangan lupa disempatkan beli kemeja baru."

"Kemejaku masih banyak Bu. Buat apa beli baru?" Ujar Semesta. Menghela nafas. Ini kelima kalinya, ibunya menyuruh Semesta belanja kemeja atau sepatu baru.

"Uangmu di rekening juga sudah banyak. Jadi buat apa kamu masih jungkir balik kerja?"

"Jangan di samakan konsepnya."

Ibu semesta balik menghela nafas, ia menarik kursi meja makan, dengan tatapannya menyuruh Semesta segera duduk, sarapan, "Untung saja kamu masih tinggal dengan ibu, dengan keluargamu. Gimana kalau kamu kerja di tempat yang jauh. Di luar kota? Pasti kamu lebih nggak terurus daripada ini."

"Aku masih mandi, tidur, minum, makan tiga kali sehari."

"Tapi lihat lingkaran hitam  di bawah matamu, Semesta. Buat apa kamu mengambil tugas lembur? Buat apa kamu tiap beberapa Minggu sekali ikut bos-bos mu itu untuk cek warehouse ke luar kota?Masih banyak karyawan lain yang kompeten kan pastinya.."

"Ada CCTV dan perangkat IT di Warehouse yang harus di cek berkala, Bu. Juga ada beberapa pembukaan warehouse untuk komoditas baru."

"Tapi staf IT bukan cuma kamu kan?" Potong ibu Semesta mulai tak sabar.

"Ada, banyak. Tapi staf IT yang bisa bahasa inggris lancar, paham dialek Melayu China nggak banyak."

"Tapi kenapa kamu harus kerja sama bos dari Singapura itu? Belum lagi bos pusatmu yang dari Inggris. Apa kamu nggak sadar Semesta, perusahaanmu sekarang itu tak ada bedanya dengan VOC. Mengeruk komoditas pangan petani indonesia! Kamu sama saja kerja dengan penjajah. Kamu itu Londo Ireng!"

Semesta akhirnya menoleh menatap ibunya. Geleng-geleng kepala, "Ya... Bisa jadi."

Ibu Semesta seketika mendidih, "Kalau kamu memang tau dan sadar, kenapa tidak segera resign?! Mumpung umurmu belum tiga puluh tahun."

"Ya boleh, kalau ada perusahaan lain yang bisa beri benefit lebih besar."

"Oke, kalau memang kamu ngeyel tidak mau segera resign. Cepet menikah. Supaya kamu ada yang ngurus. Supaya rambutmu ga berantakan terus. Supaya ada yang nyiapin kemeja kerjamu setiap pagi. Supaya kamu betah tinggal dirumah daripada terus-terusan pergi kerja."

GlimpseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang