Part 17

271 43 5
                                    

"Saya mau makan nasi Pyaadang." Ujar Oliver. Nada nya aneh. Lucu untuk di dengar. Yang bikin orang ingin ketawa tapi Semesta bahkan tidak sanggup untuk tersenyum kali ini, "Kamu sudah makan siang, Mesta?"

Mesta. Panggilan akrab Oliver untuknya. Karena beliau susah menyebut kata Semesta.

"Sudah." Jawab Semesta berbohong, ia belum makan tapi bibirnya bergerak tanpa berpikir panjang dan langsung agak menyesal karena ia tau kemana arah percakapan ini selanjutnya.

"Yaa, padahal saya mau ngajak kamu makan nasi Padang. Sekalian saya mau bahas soal penambahan CCTV di warehouse cabe yang terbaru. Bagaimana? Kamu sudah siapkan sistem jaringannya?"

"Sudah."

"Sudah ada pembelian kabel dan tekan deal dengan penyediaan layanan CCTV?"

"Sudah."

"Waah bagus." Kepala Oliver bergoyang senang ala India hingga mendorong alam bawah pikiran Semesta yang stress untuk ikut menggoyang-goyangkan kepala, "Kalau gitu besok saya ajak kamu lagi dan Amora saja kesana."

Mata Semesta melotot ke lantai.

Habis. Habis sudah.

"Baik pak. Nanti saya akan diskusikan masalah hotel dan akomodasi mobil serta supirnya."

"Tidak usah, tidak usah." Oliver menggeleng, "Amora sudah siapkan semuanya."

"Oh," ini yang kamu sebenarnya mau, kan Semesta?! Bersama Amora. Melihat Amora, "Siap."

Siap. Baik. Akan langsung saya kerjakan. Kalimat default yang Semesta hafal di luar kepala. Kalimat yang terlontar begitu saja dengan mudahnya setiap ada pekerjaan apapun walau Semesta sadar beban kerjanya di luar nalar.

Semesta menundukkan kepala sopan saat Oliver berjalan pergi dengan tampaknya lebih gembira, keluar dari dalam lift di ikuti Amora. Sementara Amora, yang setiap inci dirinya selalu menganggu pikiran Semesta akhir-akhir ini hanya menunduk, mengangguk sopan, menatap Semesta sambil lalu lalu melangkah begitu saja.

Oke, datang ke warehouse memang salah satu topoksinya, karena kelebihan kemampuan bahasa yang membuat Semesta lebih nyambung bicara dengan bos-bos ekspatriat dibanding yang lain. Tapi tupoksi untuk makan Padang hampir setiap hari mengikuti selera makan Oliver yang kecanduan masakan Padang dan melarang Oliver untuk pergi makan siang nasi Padang dengan Amora, sekretaris barunya sendiri itu di luar topoksi Semesta.

Pertemuan tidak ada dua menit itu justru malah jadi bencana. Semesta akhirnya menghabiskan sisa hari dengan menyesali menolak ajakan Oliver namun juga lega menolak Oliver. Membingungkan bahkan untuk dirinya sendiri.

Lebih membingungkannya lagi karena esoknya, ibu Semesta mengangkat alis ngerutin kening saat melihat semesta keluar dari kamar membawa koper untuk perjalanan dinas dua hari satu malam.

"Kamu dinas lagi? Warehouse apa yang kamu cek kali ini?"

"Cabe." Jawab Semesta secara otomatis ia selalu berjalan ke kaca besar di samping meja makan sebelum mulai sarapan untuk membetulkan kemejanya.

"Kemeja mu baru ya Semesta? Akhirnya,  Begini dong. Anak ibu tambah ganteng. Sudah potong rambut. Rambut di tata rapih. Kacamata dan jam yang bagus. Kamu nggak kelihatan lagi kayak makhluk purba keluar dari goa."

"Memang biasanya separah itu?"

"Iya, kamu sih kebanyakan kerja di depan komputer. Jarang lihat matahari. Duduk melulu. Untung kamu tinggi dan nggak gemuk. Eman-eman wajahmu nak, kalau cuma ngeliatin layar. Tunjukan ke dunia, kalau kamu anak ibu paling ganteng."

"Eeggh." Semesta bergidik, menatap kembali wajahnya di kaca. Buru-buru mengancingkan kemeja, mengambil secuil masakan ibunya di atas meja makan, mencium tangan ibunya lalu buru-buru pergi, kabur.

"Hei! Kamu nggak makan dulu Semesta? Ya ampun...! Baru aja ibu puji ganteng malah tau-tau nyelonong pergi! Ibu kan masih mau dengar kamu cerita!!"

GlimpseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang