Part 19

73 24 2
                                    

"Kamu beli ini semua?" Semesta melihat di pinggir ruang perpustakaan Amora. Ada tumpukan mainan tradisional yang Semesta sendiri tidak tau namanya apa, "Dari penjual kakek tua yang mana lagi?"

Amora mengangkat bahunya acuh tak acuh, tersenyum kecil lalu kembali menenggelamkan diri merajut baju di atas sofa kulit mewahnya.

"Kenapa kamu selalu beli barang dari orang-orang yang nggak mampu?"

"Kenapa nggak?"

"Kenapa kamu nggak ngasih uang saja, tanpa harus beli barang-barang mereka?"

"Karena mereka lebih suka jualannya di beli, kak.  Hasil usaha mereka." Jawab Amora masih tak mendongak, "Aku takut kalau aku cuma sekedar memberi uang, gimana kalau mereka terus berharap begitu? Ada uang lagi yang datang tiba-tiba padahal rezeki tidak selalu datang setiap hari?"

.............

"Kamu mau Snack nya juga ku bawa turun ke kamar hotelmu?" Tanya Semesta, ia membantu Amora menurunkan tas nya dari bagasi belakang mobil yang masih penuh makanan.

"Nggak Pak Semesta. " Jawab Amora.

Semesta mengernyit. Pak. Sebutan pak yang Semesta harapkan tapi malah menggelitik self esteem nya di saat-saat tertentu.

"Biar didalam mobil saja. Snacknya nanti mau ku bagi ke staff warehouse chili."

"Tunggu." Potong Semesta. Ia menutup pintu bagasi, menunggu pak Oliver dan Pak Rendra, yang membantu mengangkat tas pak Oliver, untuk masuk terlebih dahulu memasuki pintu hotel bintang tiga,- level hotel tertinggi untuk hotel di daerah terpencil, untuk bicara pada Amora, "Apa setelah ini kamu akan borong lagi makanan dari toko-toko? Dari minimarket? Dari penjual di pinggir jalan?"

"Mungkin sedikit."

Mata Semesta memutar sakartis. Konsep sedikit untuk Amora berbeda dari Semesta. Amora bisa membeli seluruh isi Indomaret, setoko dan se karyawannya kalau ia mau tanpa harus berpikir bagaimana harus bayar listrik bulan depan, "Dengan kamu belanja sebanyak itu tanpa kamu pikir panjang, apa kamu nggak takut, orang-orang tau identitasmu yang sebenarnya?"

"Identitas apa yang pak Semesta maksud?"

Semesta menggertakkan gigi, Amora mendongak menyipitkan mata menatap Semesta. Kenapa wajah Amora harus secantik ini setelah perjalanan jauh berjam-jam dan saat Semesta merasa terdesak, jengkel sendiri padanya?

"Kamu. Dirimu. Keluargamu Amora"

"Apa salahnya? Aku bukan orang jahat." Jawab Amora singkat. Sedikit ketus. Ia langsung balik badan masuk ke dalam hotel dalam langkah cepat.

Semesta menghela nafas berat.  Mengutuki dirinya sendiri. Seketika meletakan telapak tangan di wajah seperti orang stress. Lagi-lagi campuran hormon sialan manusia yang bergejolak. Naluri alami. Getah testosteron. Insting manusia,-laki-laki yang sulit di kendalikan.

Untuk alasan yang sama secepatnya Semesta check in masuk ke kamar. Mandi, bersiap-siap seadanya. Sebetulnya Semesta lebih ingin tidur sekarang daripada pergi lagi. Tapi warehouse cabai buka di malam hari. Jam kerjanya terbalik dari warehouse kebanyakan. Gudang cabai tidak bisa di urus saat siang. Karena udara panas mempengaruhi kualitas cabai. Oleh karena itu pembelian komoditas, pengantaran dari pengepul dan penyetokan ke pabrik biasanya di lakukan di malam hari menjelang dini hari.

Setelah bersiap dan memantapkan hati, Semesta keluar dari kamar. Memakai baju yang lebih santai. Kaus polo, celana jeans dan sepatu keds. Toh sebentar lagi ia harus menenggelamkan diri di warehouse cabai antah berantah dekat hutan. Manjat tangga setinggi tiga meter untuk memasang sistem jaringan. Semesta tidak punya waktu untuk memikirkan hormon dan hal nggak penting lainnya.

Ini pilihannya, pekerjaannya, hidupnya, ambisinya.

Kembali di dalam mobil, Amora pun sepertinya sudah kembali ke kondisi semula. Wajah ramah sopan yang biasa. Memakai celana jeans dan kemeja rapih sopan di balut sweeter pink yang sayangnya lagi-lagi Semesta tau, sweeter itu sudah pasti di rajut sendiri oleh Amora.

Amora langsung menyapa Semesta ramah, seakan tidak pernah ada apa-apa sebelumnya, "Halo, pak Semesta... Sudah siap? sudah mandi kan? Mohon bantuannya yah, untuk penjelasan tentang progres jaringan warehouse chili nanti?"

GlimpseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang