"Kenapa kamu enggak mau orang lain tahu bahwa kau adik kami?" Amaar dan Abyaaz bertanya dengan hati-hati.Aku menatap mereka dengan cukup lama. "Mana mungkin aku bilang ke mereka, kalau kalian itu abangku yang sering buat masalah di sekolah kalian dulu."
"Kamu tidak perlu bilang kami pernah menjadi tukang onar nomor satu!" Asheer menyela.
"Pertama, aku tidak mau ada cewek-cewek yang ngefans sama kalian itu memintaku untuk memberikan nomor telepon kalian-lah, atau yang lain-lain. Kedua, kalian tahu sendiri 'kan, dulu aku terkenal sangat kejam meski tak pernah membunuh, dan itu sudah tersebar ke seluruh sekolah, tinggal mengucapkan 'Icha adik Alfarezi, Abyaaz, Amaar, dan Asheer', semua langsung tahu bahwa itu orang yang sangat mengerikan. Makanya, aku 'menyembunyikan identitas' bahwa aku adik kalian. Intinya, kalau orang tahu aku itu adik kalian, aku pasti dijauhi lagi karena mereka tahu kalau aku itu orang yang mengerikan DULU." Aku menjelaskan secara blak-blakan, "Ketiga, aku tak mau orang lain tahu kalau kalian itu abangku, karena nanti dibanding-bandingkan."
"Maksudnya?"
"Kalian tahulah!! Aku tuh, sering banget dibanding-bandingkan, 'Si Icha itu jelek sifatnya, abangnya jauh lebih baik'," ucapku dengan suara datar, aku menatap mereka dingin. Dulu, di sekolah yang lama, aku memang sering banget dibanding-bandingkan seperti itu, aku dijelek-jeleki, abang-abangku dipuji-puji.
Keempat abangku menelan ludah
"Sudahlah, nih," aku berdiri. "Kalian ambil saja kopiku, aku tidak selera lagi."
"Hei, jangan perg--"
Aku sudah melesat. Dan mengucapkan syukur setelah tahu bahwa hujan sudah reda. Hari ini aku numpang rumah Lyn lagi deh. Sambil berlari, aku mengeluarkan handphone, dan menelepon Lyn.
Tut. Langsung dijawab. Kerja bagus, Lyn.
"Halo? Kenapa, Cha? Ada orang ganteng?"
Memang ya si mungil macho ini, pikirannya orang ganteeeeng terus. Mau-nya sama yang good looking, padahal tidak semua orang ganteng atau cantik itu baik hati. Kalau aku, beeeh, cantik dan baik hati, Kawan!
"Enggak ada, Lyn-ku cayang." Aku menyahut dengan nada kesal, "Aku mau menginap di rumahmu boleh?"
"Dih, nginap melulu."
"Woiyadong, gue kan ratu. Jarang lo ratu mau nginap di rumah rakyat jelata."
"Macam dirimu kaya banget."
"Jadi boleh nih gue ke rumahmu? Nginap? Bilang ke ibumu ya." Aku sudah keluar dari cafe.
"Eleh, bilanglah sendiri."
"Lah, bangke, mana bisa!!" Kesabaranku sudah dipuncak. Biasa, cewek PMS.
"Eits, jangan marah-marah, maka bagimu surga!!"
"Sa ae lu. Sudah ah, bilang ke ibumu, aku mau nginap---" Aku berhenti sejenak menoleh ke belakang, abangku tidak mengejar. Baguslah, mungkin mereka pasrah dengan adiknya yang suka kabur melulu. Aku lanjut berlari.
"Kau mau nginap di rumahku, Cha?" suara itu membuatku tersentak kaget, dan jantungku nyaris copot. Aku juga nyaris berteriak, tapi sadar ada banyak orang yang melihat ke arahku. Mungkin mereka memikirkan kalau aku itu copet.
BRUAAAK!!! Aku menabrak sesuatu, atau... seseorang. Dan tanganku dipegang seseorang.
"Ah, terima kasih," aku berkata pelan, dan pegangan orang itu di tanganku terlepas. Aku mendongak, untuk melihat siapa yang menahanku tadi. Mataku membulat. "EH!!! ELOO?!!"
Shuu menyeringai lebar. Menurunkan sedikit topinya ala ala gentleman. "Bilang terima kasih dong."
"Kok bisa di sini juga?"
"Apa aku harus berkata jujur?" Shuu bertanya santai.
Ergh, pengen tak tendang itu pantatnya.
Melihat wajah yang seperti nahan BAB, Shuu pun menjawab, "Tadi aku mau buntutin kamu."
"HEH?! Ngapain lo buntutin gue, Ngab? Mau jadi stalker lo hah?"
"Cha? Woi, Ichachacahamerica! Jawab, dong, Bagnk--" suara Lyn terdengar dari handphoneku.
Aku melihat abang-abangku sedang berjalan ke arahku. Waduw, aku mendorong dada Shuu. "Bang, ini ada yang nge-stalk aku tadi, Bang! Introgasi dia, Bang!"Aku berseru, lalu bergegas berlari.
"Cha? Chaaaachaa? Hei!!!" Suara Lyn menggelegar. "HOI!!"
Aku berkata cepat, "Bilang ya ke ibumu, aku nginap hari ini!!"
"Engga--"
Tut!!
Aku melangkah santai. Tidak perlu buru-buru, soalnya abang-abangku pasti sedang mengintrogasi Shuu. Kupercepat langkahku, aku urung jalan lewat jalan pintas, yaitu di seberang, tapi aku trauma menyebrang jalan raya seramai ini. Semakin gelapnya langit, semakin banyak mobil yang berlalu lintas di jalanraya, orang-orang baru pulang kerja.
Ping! Handphoneku mengeluarkan suara pelan.
Aku mengeluarkan handphoneku, dan langsung melihat apa yang masuk di handphoneku. Hanya SMS dari Amaar.
Amaar: Hoi!! Kmn kmu hah?
Jari jemariku bergerak cepat, menulis jawaban.
You: Ke rmh Lyn, diundang pesta daging saudara sendiri.
Ini bukan kanibal lho ya, maksudku itu, diundang ber-ghibah. Bukan makan daging manusia beneran.
Abyaaz: Ini temenmu kan yg membuntuti kamu??
You: Yes, Sir.
Asheer: Ini temanmu kami hajar boleh? Si Abyaaaz sudah main cekek-cekek tuh.
You: Hajar aja.
Amaar offline.
Abyaaz offline.
Asheer offline.
Aku sudah hafal tempat-tempat di kotaku. Jadi aku tidak perlu khawatir akan tersesat. Hingga lima belas menit kemudian, aku sudah nyaris sampai. Aku berjalan di pinggir trotoar. Dan...
BYUUUUURRR!!!
Mobil melaju di sebelahku. Air yang tergenang di jalan terciprat ke seragamku. Aku meludah ketika air itu masuk ke mulut. Heh! Siapa yang berani membuatku jadi begini hah? Ajar kurang. Aku berseru, "HOOOOIIII!!"
Dan mobil itu mendadak mengerem. Mengeluarkan suara decitan. Juga bekas roda di jalan.
Seseorang melangkah turun dari mobil itu, ooh, dialah si pengemudi rupanya.
"Hei, Icha?"
Ogh, aku tersedak. Harus berapa kali sih kejutan tidak menyenangkan ini, terjadi?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Annoying Brothers
Novela JuvenilEmpat kakak laki-laki tampan, menyebalkan bin gregetan ini selalu membuat adik perempuannya kerepotan karena ke-posesif-an mereka. Sifatnya yang berbeda-beda, sulit ditebak. Pertengkaran selalu menjadi rutinitas wajib mereka. Pokoknya cerita ini bi...