Ini sudah setengah jam setelah waktu pulang sekolah. Aku tidak bisa pulang karena diluar hujan deras, dan aku tidak bisa ikut Noah dan Lyn karena mereka harus menjemput adik-adik Lyn, dan mobilnya tidak cukup. Aku pengen ikut sama Ika karena dia bawa motor, tapi dia sudah pulang duluan, bener-bener deh, teman rasa setan. Terus, Shuu, aku pengen nebeng, tapi dia bilang harus bayar gocap. Amuro? Enggak bisa juga.
Aku berdiri di lobby, melamun.
Empat kunyuk (abang-abangku) itu mana ya?
CTAAAR! Petir menyambar untuk kesekian kalinya.
"Hei, sendirian nih?"
DEEEGGG!!! Aku nyaris berteriak kaget ketika seseorang menepuk bahuku.
"WOI, SHUU!! KATANYA SUDAH PULAAAANG!?!!"
"Gile, suaramu besar amat, Curut." Shuu tersenyum lebar.
Aku melotot. Bukannya dia sudah pulang tadi? Aku sendiri yang lihat dia melaju sebelum aku mau minta nebeng kedua kalinya.
Shuu menyengir datar. "Emang gua udah pulang tadi, tapi balik lagi lupa bawa sesuatu."
"Apa tuh?"
"Kunci rumah." Shuu mengangkat jarinya, memasang wajah polos. "Nah, kau mau pulang kan? Sini, aku anterin, mumpung lagi baik hati nih."
"Hemm... apa ada udang dibalik bakwan? Sedap," kataku sambil menunjukkan gigi taringku. Aku mendelik, "Ada apa nih sukarela mengantarkanku ke rumah?"
"Heleh, jede ente enggek meu peleng bereng (jadi ente enggak mau pulang bareng)?" Shuu berbalik, melambaikan tangan. "Daaah!!"
Wait... whatt?!!! COWOK APAAN ITU!! Nawar sekali doang? Baiklah, aku memang bukan cewek tulen seperti yang kalian kira, aku ini ada sisi seperti cowoknya. Hush, hush, Shuu, aku tidak butuh kamu lagi, pergi sana!!
Aku mengangkat tanganku. "Bye!"
Jadilah aku hanya memandang punggung Shuu yang menjauh.
"Jangan nangis yeaaah!!" Shuu memanasiku.
Aku hanya mengacungkan jari manis. Lihat saja besok, Shuu! Aku akan menagih hutangmu! Traktir bakso kantin! Awas kalau tidak! Aku mengangkat kepalaku, lalu mulai melangkahkan kakiku, aku akan mencari abangku sekarang. Aku sudah mau pulang. Sambil melangkah, aku mengusap-usap kepalaku yang dibalut perban, luka didahiku sebenarnya masih sakit, tapi sebenarnya tidak terlalu sakit lagi.
Kapan-kapan aku akan membalas dendam pada tiga cewek itu! Pasti akan terasa nikmat menampar pipi mereka, aku akan membenturkan kepala mereka ke meja kantin juga.
Tapi itu tidak penting sekarang, aku akan menemui abang-abangku. Aku harus pulang sekarang.
"ICHAAA!!"
Aku menghentikan langkahku. Itu suara empat kunyuk itu. Aku berbalik perlahan, dan memasang wajah datar. Poker face.
"Icha, syukurlah, kami kira kamu pulang." Abyaaz mendekatiku lebih dulu.
Aku mendongak memandang mereka. Baru sadar ternyata aku sangat mungil jika dibandingkan oleh mereka. Fakta itu membuatku sedikit kesal.
"Ayo, pulang, Cha!" Amaar dan Asheer merangkulku.
Aku menghembuskan napas.
Alfarezi melangkah mendekat. Nge-pat-pat kepalaku.
"Kau mau pulang bareng kan?"
"Yaiyalah, sudah aku tunggu di lobby tahuk! Semua temanku enggak terima tebengan cuma-cuma!" ucapku dengan sedikit gengsi, jutek seperti biasa.
"Wahahaha... jangan marah dong! Adik kecilku makin imut aja kalau marah." Asheer menyengir, lalu ikut menepuk-nepuk kepalaku.
Sudahlah. Aku melangkah, "Ayo pulang, jangan banyak nge-baco...hmmmmppphh?!!"
Telapak tangan Alfarezi terasa sangat dingin. Alfarezi menyeringai lebar. Dia menunjuk ke depan, aku mengikuti arah yang dia tunjuk. Tidak ada apa-apa/siapa-siapa. Hanya hujan... oh iya, bagaimana caranya kami pergi ke parkiran ya.
"Kami naik motor, bagaimana dong?" Raut wajah Amaar terlihat sedih.
Ah, siaaaaal!! Aku melototinya. Kalau tahu begini, mending aku pulang bareng Shuu aja!! Dia bawa dua jas hujan soalnya. Lha, empat kunyuk ini? Menyesal aku menunggu mereka.
Abyaaz dan Asheer terkekeh bareng, membuatku mengernyit bingung. Alfarezi mengeluarkan lima jas hujan dari ranselnya yang besar. Aku mendelik kesal sekaligus lega, dan menyambar jas hujan yang disodorkan kepadaku. Sebelum Amaar menawari untuk membantu memakaikan jas hujan, aku sudah lebih dulu mengenakannya.
"Ayo, pulang. Enggak ada halangan lain lagi kan?" Aku berkata sambil memakai tudung jas.
Mereka berempat menatapku.
Lima detik.
Ish, aku jadi risih ditatapi begitu. Apa lagi yang diinginkan monyet-monyet ini? Kesabaranku mulai habis.
"Eh, ayo kita mampir di cafe," ucap Amaar. "Alfarezi yang traktir."
Mampir di cafe? Aku memandang mereka.
"Enggak ada hal yang terjadi kan sampai kalian mau mengajakku ke cafe? Udang di balik batu?" Aku memandang mereka.
Asheer menggeleng. "Enggak ada kok. Cuma mau nongkrong di cafe. Bagaimana, Cha?"
Keempat cowok itu memasang puppy eyes. Bahkan Alfarezi juga. Aku berkacak pinggang, mendengus. Memalingkan wajah.
"Eh, kalau mau langsung pulang, ayo pulang saj--"
Aku mengangkat wajahku. Tersenyum riang. Yes! Kapan lagi ditraktir di cafe?! Owaaah, asyiik banget. Aku menarik tangan Alfarezi, melangkah cepat.
"AYOO!!!"
"Tu-tunggu, Cha..." Amaar, Abyaaz,dan Asheer menyusul.
Beberapa menit kemudian, kami sudah melaju ke tujuan. Tanpa sadar bahwa seseorang membuntuti kami.
****
Maaf banget up-nya malam ya, Guys!! Soalnya lagi ketemuan sama tante-ku. Jangan lupa votednya!! Comment juga. Bukan maksa lo ya :)! BYE!! Besok InsyaAllah update lagi!
![](https://img.wattpad.com/cover/376517588-288-k168109.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Annoying Brothers
Ficção AdolescenteEmpat kakak laki-laki tampan, menyebalkan bin gregetan ini selalu membuat adik perempuannya kerepotan karena ke-posesif-an mereka. Sifatnya yang berbeda-beda, sulit ditebak. Pertengkaran selalu menjadi rutinitas wajib mereka. Pokoknya cerita ini bi...