Empat kakak laki-laki tampan, menyebalkan bin gregetan ini selalu membuat adik perempuannya kerepotan karena ke-posesif-an mereka. Sifatnya yang berbeda-beda, sulit ditebak. Pertengkaran selalu menjadi rutinitas wajib mereka.
Pokoknya cerita ini bi...
Aku menyeringai, "Iya dong. Dia sekelas denganku. Kenapa?"
"O-oh, tidak ada apa-apa," dia melepas genggamannya. "Yaudah, sono."
"Lha, katanya mau jajan di kantin?" Aku menoleh, "Sekalian bareng aja."
Lorenzo menaikkan alisnya, diam sebentar. "Oke deh, aku mau beli jajan banyak-banyak, untuk tenaga tawuran."
"Gila, lu tawuran sama siapa?"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Sekolah sebelah."
Astaga, aku baru ingat kalau Lorenzo itu memang anak yang barbar di sekolah ini. Tapi, aku belum pernah mendengar dia sering tawuran. Aku memicingkan mata, menatapnya dengan tatapan sangsi.
Lorenzo tertawa dan menepuk bahuku. ''Cyanda, Bruh.''
"I'm not your bruh. Dan, aku bukan cowok, aku cewek."
"Lho? Anda cewek? Aku kira cowok," ucap Lorenzo santai. Menatapku dengan tatapan jahil. Melangkah cepat, tetapi, dia ditahan seseorang.
Aku mendelik dan memandang Shuu yang menahan Lorenzo. ''Heh?! Sejak kapan lu di sini?!''
"Sejak lu pergi ke gudang mungkin?" Shuu terkekeh. Melirik Lorenzo dengan tajam. "Dan lu, Zo. Jangan melewati batas," ucap Shuu dingin.
Batas? Melewati batas apa? Aku memandang mereka. Memikirkan kemungkinan maksud 'batas' itu. Aku memandang mereka, berbisik pelan, lanjutkan, kawan, saya suka keributan.
"Santai, Bung," ucap Lorenzo, menatap dengan tak kalah dingin.
Aku bersedekap. Mulai asyik nih. Dua orang paling barbar di sekolah sudah bertemu, apalagi mereka sudah saling bertatap-tatapan dengan tajam dan dingin. Tapi, perutku sudah lapar, jadi lebih baik beli jajan dulu. But, I can't leave this two dumb monkey boy, atau mereka nanti bakal berkelahi di sini, dan membuat keributan. Nanti aku pula lagi disalahkan.
Lagian, mereka bertengkar karena apa sih? Apa karena 'batas' itu? Batinku.
"Heh, omae," ucapku dingin. Melangkah maju. "Ya, kalian, si dua kunyuk, bisa gak sih jangan berkelahi di sini? Berkelahinya di depan kepsek aja, itu jauh lebih baik. Gua mau jajan nih, Taiq! Lapar, Beg*!"
"Anjir, kasar banget lu jadi cewek," ucap Shuu. "Youdah, lu, Zo, jangan ikut."
"Aelah, lu mah, Shuu. Liat deh mukanya, udah kayak anjing yang nggak dikasih makan sebulan. Biarin aja dia ikut, nambah-nambah anggota 'geng' kita."
"P, maksud lu? Muka gua ini kek anjing?" sekarang Lorenzo melototiku.
"Nu uh. Sudah dong, jangan banyak bacot. Gua mau beli jajan nih! Mau ikut apa kagak? Gua tinggalin nih." Aku berlari, menjauhi gudang.
Lorenzo dan Shuu langsung ikut menyusul, "TUNGGU!!"
*****
"Santai, Cha, makannya, enggak bakal ada yang ambil makananmu, kok!" ucap Amuro dengan raut wajah cemas. "Hati-hati, nanti tersedak."