Aku melompat turun dari mobil. Disusul Lyn.
BRUK! Lyn tiba-tiba tersandung saat hendak turun. Untuk tidak terluka parah. Meski begitu, malunya tuh, gede banget pasti. Banyak yang lihat soalnya. Aku terkekeh, "Banyak gaya sih, mau turun pakai gaya ala-ala princess pula. Jatuh kan."
Aku melangkah dengan gaya anggun. Dan duk! Kaki tersandung batu. Wadaw! Apakah ini karma? Tapi, aku harus jatuh dengan gaya anggun juga. Setidaknya keren-lah. Sebelum wajahku terjerambap ke atas rumput, aku bersalto ke depan.
Wut! WUT! Berulang kali aku salto, guling-guling, dan akhirnya sampai 30 detk, aku berhenti. Sialnya, aku berhenti dengan tubuh telentang. Dan aku bisa mendengar tawa kencang Noah, Lyn, dan murid-murid lainnya yang melihatku jatuh.
"Jatuh-jatuh saja kali, Cha. Enggak usah pakai gaya. Ujung-ujungnya jatuh juga kok." Noah mengejek.
Aku masih baring telentang. Pura-pura pingsan saja kali ya? Malu banget tahu.
Lyn masih tertawa ngakak. Seperti biasa, suaranya superduper besar. Membahana. Bahkan mungkin bisa terdengar sampai satu sekolah. Disusul Ika yang baru datang. Semakin besar lagi tawa mereka. Terakhir, abang-abangku.
Aku beranjak duduk. Meringis. "Sial, seragamku jadi kotor deh."
"Karma karena sudah ngejek temannya yang jatuh." Lyn menepuk bahuku.
Ika ikut menepuk bahuku. Berkata melankolis, "Janganlah engkau menghina temanmu sendiri, Wahai Cucuku."
"Sudah tua kau, Ka?" Aku mendengus, sambil beranjak berdiri, dan menepuk-nepuk rokku yang juga kotor. Gumpalan tanah di rambutku. Masa aku harus masuk ke kelas dengan kondisi seperti ini? Bakal diomeli guru, diketawain murid sekelas. Malu tahu.
Tepat saat aku berpikiran begitu, tiba-tiba jaket hitam dengan aroma kopi yang sangat kukenal, tersampir di bahuku. Aku mendongak, wajahku semakin tampak judes.
"Pakai jaketnya, baju seragammu soalnya kotor banget."
Yap, siapa lagi kalau bukan Alfarezi, dan abangku yang lain? Murid-murid cewek yang ada di sekitarku langsung berbisik-bisik, dan aku yakin seratus persen, mereka semua membicarakanku. Lyn ber-kya-kya salting, padahal Alfarezi meminjam jaketnya ke aku, bukan ke dia.
"Jadi, aku harus pakai jaket terus, heh? Bu Guru bisa marah tahu."
"Enggak bakal dong, Cha," sekarang Abyaaz yang bicara. Menyengir menyebalkan. "Alfarezi saja, waktu jam pelajaran pun, dia tetap pakai jaketnya. Dulu sempat dimarahin sih, tapi kan yang penting tetap pakai seragam tuh."
Aku hendak membalas, tapi Alfarezi sudah menutup mulutku lagi.
Ika dan Noah menonton, senyam-senyum enggak jelas. Entah apa yang ada dipikirkan mereka. Dan, aku sudah tidak tahan lagi ditatap-tatapi banyak murid begitu.
Aku memakai jaket Alfarezi, "Heh, trims."
"Tunggu dulu," Alfarezi memasukkan sesuatu ke ranselku. "Nah, seragam gantimu ada di dalam sana. Bye!" Alfarezi berbalik.
Wait.... Aku memandang punggung abang-abangku yang perlahan menjauh. Diikuti fans-fans-nya yang langsung berisik. Kok abangku bisa bawa seragam gantiku? Aku berbalik, melangkah memasuki sekolah. Mau pergi ke toilet dulu, ganti baju.
Ika dan Lyn mengikutiku. "Tunggu dong, Sis."
Kulirik Noah yang melangkah di sebelahku. "Elo nyasar ya? Sekolah lo kan bukan di sini, Bodoh."
Noah terkekeh, menyisir rambutnya ke belakang dengan gaya cool. Beberapa murid perempuan menatapnya, dan pasti mereka sudah menetapkan, Noah adalah idola baru mereka. "Aku kan sekolah di sini, Deck."
Hah?
"Baru kemarin pindah ke sini. Aku di-DO keluar di sekolah sebelumnya, orangtuaku memindahkanku ke sini deh."
"Perbuatan jahat apa yang telan Anda lakukan sehingga Anda dikeluarkan dari sekolah Anda, Tuan?" Lyn bertanya.
Ika mengulum permennya. "Dia tabok kepsek-nya kali."
"Atau, dia gergaji kursi gurunya." Lyn menambahkan.
"Atau, keseringan kentut di sekolah. Saking baunya, satu guru meningsoy, karena udara yang tercemar," celetukku asal. Dan, mempercepat langkahku, memasuki toilet. Aku berseru dari dalam, "Kalian masuk ke kelas saja dulu."
Beberapa menit, aku keluar lagi. Dan langsung pergi ke kelas.
"Yo!" Ika melambaikan tangan begitu aku memasuki kelas. "Kau BAB dulu di toilet heh?"
Aku duduk di sebelahnya, meletakkan ranselku. Lalu menyandarkan punggung. "Nu uh."
"Apa maksudmu dengan 'nu uh'?"
"Shut. Berisik."
"Oh, aku kira shut itu artinya diam, rupanya artinya berisik ya?" Ika mengangguk-angguk, dia memang bodoh dalam bahasa Inggris, dan sangat bodoh dalam pelajaran lainnya. Dia hanya bisa olahraga, karate, voli, dll.
Aku menoyor kepalanya. "Oi, makanya kalau pelajaran Bahasa Inggris tuh, diperhatiin. Bukan tidur. Shut itu diam."
"Bukannya kamu pelajaran bahasa Inggris juga enggak diperhatiin, heh?"
Aku terdiam seketika. Segera memikirkan jawaban selanjutnya.
"Aku enggak tidur."
"Kamu emang enggak tidur, tapi kamu makan diam-diam."
JLEB! Aku menyentuh dadaku, berlagak sakit hati. "Teganya kau, Ika."
Ika mengangkat jarinya, peace. Cewek tomboi itu mengeluarkan handphonenya, "Foto yuk."
Tiba-tiba Lyn muncul di belakangku, entah dia itu punya ilmu hitam atau teknik teleportasi, sejak kapan sih dia ada di sana? Hobi banget muncul mendadak.
"Pakai handphoneku saja, Sister! Handphone Ika burik."
Lyn menyempil di tengah-tengah. Menyalakan handphonenya, "Pakai topi kalian! Ambil di tasku."
Aku dan Ika sudah ambil dari tadi. Saat melihat layar handphone Lyn, aku baru sadar, rambut Ika panjang. Aku menoleh, habis makan apa lo sampai rambut lo sepanjang itu, Ka?
Ika yang sepertinya mengerti maksud tatapanku, menyengir lebar. "Pakai wig emakku, Cha. Emakku enggak suka rambutku pendek kayak cowok."
Heh? Tapi aku tidak mengomentari lagi. Aku sudah memandang ke arah handphone Lyn. Sedikit menutup wajahku dengan topi, agar terkesan kece. Hahay! Aseeek?
CKLEK!
"Wah, wah! Ada yang lagi foto nih?" Suara itu terdengar sangat sinis, dan mendadak mejaku digebrak.
*****
Bersambung~
Maaf, kawan-kawan. Up-nya agak lama. Soalnya agak sibuk, hehehe. Besok kayaknya bisa dua kali up sih. Soalnya besok author lagi free, Kawan. Jangan lupa divoted dan dicomment :).
~
KAMU SEDANG MEMBACA
My Annoying Brothers
Teen FictionEmpat kakak laki-laki tampan, menyebalkan bin gregetan ini selalu membuat adik perempuannya kerepotan karena ke-posesif-an mereka. Sifatnya yang berbeda-beda, sulit ditebak. Pertengkaran selalu menjadi rutinitas wajib mereka. Pokoknya cerita ini bi...