Bab 19

59 22 0
                                        

"APA YANG KALIAN LAKUKAN PADA ICHA?! (Mon maap, ini bukan capslock-nya yang jebol)" Suara dingin itu membuatku seisi kantin berkali-kali lipat lebih hening. Semua orang yang tadinya banyak bergerak di sana, jadi berhenti. Bahkan kalau ada kucing lagi eek, eeknya mengambang begitu saja mendengar suara itu.

Hanya itu yang kuingat. Dan akhirnya kepalaku terkulai lemah, dan pingsan.

(Di dalam hatiku: sial, aku belum ada makan bakso!)

****

"UKS! WOI! MINGGIR! Nih anak harus segera diobati!" Abyaaz berteriak-teriak, berlari di sebelah Alfarezi yang menggendong adik mereka berempat.

Asheer, Amaar, dan Abyaaz berseru-seru macam orgil, menyingkirkan orang-orang yang menghalangi jalan. "MINGGIR, BANGKE!! Jangan ketawa-ketiwi di sana!!"

"Jangan bahasa kotor, Beg*!" Alfarezi berteriak.

"Lha?! Elu juga! Sama aje kita, Bang." Amaar mendelik. 

"Khilaf aku tadi!! Enggak sengaja!!" Alfarezi melotot, membuat ketiga saudara kembarnya langsung bungkam. 

Asheer mengangkat tangannya, "WOOII! MINGGIR! KAMI MAU LEWAAAT!!" Mereka siap menerobos kerumunan adek kelas.

"MINGGIR, BGSD!!" 

"Tapi, Bang... UKS-nya kelewatan." Salah satu adek kelas mencicit. Sambil menunjuk ke belakang.

BLUUUSSSH!!! Wajah keempat saudara kembar itu langsung merah. Mereka berbalik seperti robot. Lalu melangkah memasuki UKS. Alfarezi masih bisa mendatarkan wajahnya. Tapi saat menutup pintu UKS dan meletakkan adiknya di atas kasur, dia meledak.

"OWAAAARGH! SODARA SIALAN!!! AKU JADI MALU KAAN!!" 

Abyaaz, Amaar, dan Asheer menggerutu. "Lah, kita semua salah, Bang. Masa kami doang yang disalahin."

Erik yang adalah orang yang bertugas menjaga UKS, langsung terlihat girang begitu melihat pasien baru. "Woah, pasien baru nih?" Erik terkenal karena kemampuannya yang seperti dokter sungguhan (tidak seahli dokter beneran sih), juga terkenal karena omongannya yang kadang sadis.

Keempat saudara kembar ini mengamati adiknya, wajah mereka terlihat cemas sekaligus marah pada pelaku yang membuat adik mereka jadi seperti ini. Rambut Icha berantakan, beberapa helai rontok, dahinya mengalirkan darah, dan memar di pipi. 

"Jadi, pelakunya si tiga cewek menor itu?" Alfarezi memandang ketiga saudara kembarnya.

Tanpa dijelaskan siapa tiga cewek menor itu, mereka sudah tahu siapa yang dimaksud Alfarezi. Abyaaz mengangguk, dia sempat mendengar Icha berteriak bahwa Nina, Cecil, dan Mira yang mengurungnya di toilet.

"Kenapa si Icha?"

"Kepalanya terluka, Bodoh. Masa kagak lihat sih?"

"Ini Icha yang PMS atau kalian sih?"

"Napa pula kau bisa tahu Icha PMS?"

"Kelihatan dong, dia berkali lipat lebih galak saat dia melewati UKS-ku."

Amaar mendengus, "Sudah, jangan banyak cincong, obati tuh, adikku---"

"Adik kita, Broh," ucap Asheer membenarkan. 

Alfarezi duduk di sebelah kasur di mana Icha dibaringkan. Wajahnya memang tetap terlihat datar, dingin, tapi kan mata tidak bisa berbohong. Lihat, matanya terlihat cemaaaaas banget. Ini cuma karena dia ada di sekolah, dan di depan Erik, jadinya dia tidak bereaksi terlalu ekstrim. Coba saja kalau lagi di rumah, dan hanya ada dia dan saudara kembarnya, melihat kondisi adiknya, pasti sudah berteriak-teriak cemas, bergedebak-gedebuk memanggil dokter.

My Annoying BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang