11. KELAPARAN

102 12 2
                                    

Shinobi, Naruto

"Sayang, aku saja yang mencuci piring," ucap Naruto saat Hinata mengangkat peralatan makan kotor dari meja makan. Baru saja mereka makan siang bersama Sasuke, sementara Sakura sudah pergi ke rumah sakit.

"Tidak apa-apa, Naruto-kun. Tolong jaga Boruto saja. Lagipula Sasuke pasti membutuhkan teman," jawab Hinata saat melihat Sasuke sedang melamun di sofa ruang tamu.

"Baiklah." Naruto membiarkan Hinata membawa peralatan makan kotor ke wastafel, sementara dia duduk di samping Boruto yang tidur di sofa.

"Kau memikirkan Ino?" tanya Naruto. Pertanyaannya membuat onyx Sasuke tertuju padanya. Kemudian tatapan kosong Sasuke berpindah ke sebuah cincin yang menghiasi jari manisnya.

"Tentu saja, bodoh! Aku sudah mencarinya ke mana-mana, tapi aku tidak menemukannya. Aku yakin Ino-ku masih hidup," jawab Sasuke sebelum dia menghela napas berat.

Naruto terkejut mendengar perkataan Sasuke. Baru kali ini dia mendengar Sasuke mengklaim Ino sebagai miliknya. "Apa kau sudah mencintai istrimu?" tanya Naruto. Sebenarnya dia sudah menduga Sasuke mencintai Ino, namun entah mengapa pria itu selalu mengelak untuk mengatakannya.

"Kau sudah tahu jawabannya, Naruto. Mungkin pernikahan kami diawali karena perjodohan demi kepentingan desa, tapi aku sangat yakin saat memilihnya. Aku tidak pernah memiliki keyakinan sebesar itu."

"Apa kau mengatakannya pada Ino?"

"Ino pasti memahami perasaanku."

"Baka!" Naruto memukul pundak Sasuke dengan keras. Ketika pria pemilik rambut raven itu melotot, Naruto membalasnya dengan tawa khasnya.

"Jangan membuat keributan, teme! Putraku sedang tidur," ucap Naruto.

Sasuke semakin kesal tatkala Naruto memanfaatkan Boruto untuk menyelamatkannya dari amukan.

"Dengarkan nasihat dari pria yang telah menikah selama empat tahun," ucap Naruto.

"Kau mengatakan itu seolah-olah aku belum menikah. Apa kau lupa? Aku dan Ino telah menikah selama dua tahun."

"Setidaknya aku lebih lama darimu." Naruto tidak mau kalah, membuat Sasuke tidak bisa menahan tangannya untuk tidak memukul kepala kuning itu. Kesabarannya tidak setebal buku icha-icha tetapi si kuning itu selalu dengan sengaja memancing kemarahannya.

"Sudah kubilang jangan membuat keributan! Bagaimana kalau Boruto bangun? Kau mau bertanggung jawab?" ancam Naruto.

"Kau yang cari masalah!" balas Sasuke. Kemudian helaan napas berat melewati rongga dadanya. "Apa yang Ino lakukan sekarang? Aku suami yang tidak berguna," ucap Sasuke sambil mengepalkan jari-jarinya.

"Ino pasti kembali, Sasuke. Bukankah kau ingin mengatakan perasaanmu padanya?"

Sasuke melihat Naruto sekilas. Ya, itu adalah penyesalan terbesar Sasuke. Seharusnya dia mengatakannya setiap kali Ino menanyakan perasaannya. Tidak! Seharusnya Sasuke mengatakannya meskipun Ino tidak bertanya.

"Perasaan itu harus disampaikan kepada pasangan! Jangan bertindak bodoh dengan membuat pasanganmu bertanya-tanya. Tanpa ungkapan cinta, pasangan kita akan berpikir jika kita tidak benar-benar mencintainya. Yang lebih buruk, mereka akan berpikir jika mereka tidak cukup layak untuk dicintai. Kau bisa tenang karena Ino tidak mengatakan kegundahannya secara langsung. Tapi, apa kau pernah memikirkan apa yang dia pikirkan tentangmu?"

Sasuke diam, dia sedang memikirkan setiap kalimat yang keluar dari mulut sahabat kuningnya.

"Wanita butuh kepastian, Sasuke. Meski aku dan Hinata sudah menikah empat tahun, bahkan kami akan memiliki anak kedua, tapi aku selalu mengatakan kalau aku mencintainya. Wanita tidak sama dengan pria. Meski wanita diciptakan lebih peka daripada pria, tapi wanita masih butuh afirmasi dari pasangannya."

ALWAYS WITH YOU (SASUINO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang