Explorer [37]

2 1 0
                                    

Kami mulai berlatih lagi dan lagi, pagi hingga petang, itu perhitunganku. Sudah tiga hari berlalu sejak Paman Han mengabari kami, entah bagaimana ke adaannya sekarang, yang aku tahu pastinya tidak baik-baik saja. Tiga hari yang lalu aku bertemu Suhail yang sedang sibuk melatih pasukannya, aku ditemani Frank berjalan beriringan dengan canggung. Ugh aku masih ingat bagaimana dia marah padaku karena aku sering menghabiskan waktuku dengan Suhail, rasanya seperti orang penting saja aku.

Aku menceritakan keadaan Paman Han dan tentang Pasukan Zain yang sudah mulai dekat. Suhail mengerutkan dahinya, matanya tak bisa diam melirik kesegala arah, memperhatikan Pasukannya. Aku rasa dia khawatir dengan jumlah Pasukannya yang sedikit, atau dia khawatir karena mereka belum siap.

"Suhail, ada apa?" Aku bertanya tatkala melihatnya seperti kebingungan, membuat aku dan Frank saling memandang sebentar.

"Entahlah, kami mungkin sudah terlatih dengan baik, tapi, hanya saja ini berbeda. Kami belum pernah bertempur dengan pasukan sebanyak itu. Apalagi ini pasukan yang berhasil membobol penjaga Galaksi Bimasakti." Katanya.

Saat itu aku baru pertama melihat Suhail, Ketua Pasukan Kaum Penjelajah yang sudah melewati banyak perang, memimpin pasukan hingga mereka berhasil aman sampai saat ini. Dia dilanda ketakutan akan apa yang akan kami hadapi.

Aku menggenggam tangannya, persetan dengan apa yang dipikirkan Frank nanti, aku harus mengingatkan Suhail siapa dirinya. Ku ambil kedua telapak tangannya, ku buka keduanya memperlihatkan banyaknya sisa-sisa pertempuran di tangannya, goresan memanjang karena pedang, luka tusuk, dan lainnya. Aku memejamkan mata dengan jari-jari tangan ku mengelana di atas telapak tangannya, memberikan sedikit rasa hangat di telapak tangannya.

"Aku percaya tangan ini adalah saksi bahwa kau pernah melawan ratusan bahkan ribuan pasukan, kau pernah mengalahkan banyak musuh dengan tangan ini. Tidakkah kau sadar bahwa kau sedang tidak mempercayai kemampuanmu? tubuhmu? tanganmu?"

Suhail hanya menatap tangannya, goresan-goresan di tangannya. Tangan ku terlepas dari Suhail ketika sebuah tangan lain memisahkan tangan kami, siapa lagi kalau bukan Frank pelakunya, "kurasa dia sudah sadar."

Sampai saat ini keduanya masih terlihat tidak akur, bukan keduanya, hanya Frank yang selalu mencari alasan untuk memulai keributan, akhir-akhir ini Frank menjadi begitu menyebalkan.

Entah apa yang membuatnya menjadi seperti itu, terutama ketika aku sedang melatih pengendalian kekuatanku bersama Suhail, Frank selalu muncul dari mana saja ketika aku terjatuh atau terluka ketika sedang berlatih. Untungnya hari ini aku akan berlatih dengan Pancy, dia semakin kuat dan lebih berani selama di sini. Aku kagum dengan perubahannya.

Oh dan aku mulai berlatih bersama teman-temanku, aku ingin mereka melatihku dengan kemampuan mereka masing-masing. Aku tak menyangka kemampuan mereka jauh dari yang ku bayangkan, mereka lebih dari itu. Perubahan dan perkembangan mereka pun semakin pesat.

Apalagi melihat Serena, dengan tubuh mungilnya dia sangat lincah menggunakan Pistol Laser, berguling, melompat ke sana kemari menembak dan menghindar dari tembakan. Tubuhnya sangat menguntungkan dia menjadi lincah, itu kata Frank. Dia hanya iri saat ku puji adiknya.

Aku menunggu Pancy datang ke tempat pelatihan, dia bilang akan terlambat. Sambil menunggunya, aku menarik napas dalam-dalam lalu mengeluarkannya perlahan dari mulut, pejaman mata selalu membuatku untuk fokus pada sekitarku, masih dengan mata terpejam aku melihat energi dari benda-benda di sekelilingku, dengan posisi kuda-kuda aku mengayunkan kedua tanganku, menyalurkannya energiku ke benda-benda itu.

Batu berukuran sedang itu melayang mengikuti ayunan tanganku, aku mengayunkan tanganku ke atas dan bawah, dari gelapnya pandanganku karena pejaman mataku, aku dapat melihat energi dari batu itu melayang-layang. Gerakanku hampir setenang air, perlahan dan perlahan, rasanya aku seperti menari di atas air.

Aku menarik batu itu dengan kedua tanganku di depan dada, batu itu mendekat kemudian terhempas kencang kedepan saat ku dorong tanganku. Aku mengakhirinya dengan menarik napas kemudian kembali menghembuskannya. Mata ku terbuka, batu itu mengenai batu yang lain, batu-batu itu menumpuk hancur.

"Kau semakin mahir mengendalikan pernapasanmu, aku turut bahagia." Pancy datang dengan setelan putih ala Pasukan Salju, namun bukan Pancy namanya jika tidak di modif menjadi terlihat lebih stylish.

"Terima kasih, semua berkat kalian." Rasanya aneh, aku bisa sangat dekat dengan Pancy. Ingat saat pertama aku bertemu dengannya? Itu tidak berjalan dengan baik, bahkan kami sempat bertengkar.

Semakin lama aku mengenalnya aku jadi tahu sifat baiknya, dia penyayang, dia juga tegas dan kadang memang tatapannya sinis membuat siapapun dibuat ngeri melihatnya, tapi percayalah dia sangat baik. Mungkin saat itu Pancy hanya tida senang aku dekat dengan si bajingan Zain. Membayangkan wajahnya saja sudah membuat aku muak.

"Aku seratus persen yakin jika kau buka pasar pakaian kau akan sukses." Candaku menunjuk setelan stylish yang di pakai Pancy.

Dia tertawa menanggapi candaanku, dia cantik, bagaimana caranya Zain tidak terpikat oleh Pancy? Jujur, dia sempurna.

"Jadi apa pelatihanku hari ini?"

Pancy tampak berpikir, "hmm ... Bagaimana kalau kita lihat apa yang kau pelajari selama tiga hari ini?"

Aku mengangkat kedua alisku, "kau mau aku tunjukan apa?" Karena selama tiga hari aku hanya bisa mengangkat batu sedang saja.

Benar, aku tidak bohong, saat pertama kali berlatih menggunakan panah dengan Suhail, aku tidak berani menyalurkan energi itu lagi. Aku takut akan memperburuk semuanya, aku tidak pernah lagi menggunakan kemarahanku untuk menyalurkan energi itu.

Suhail bilang, kemarahanku mungkin akan membantu mengeluarkannya, tapi tidak dengan mengendalikannya. Energi dari kemarahan akan lebih besar, untuk mengendalikannya aku juga harus banyak berlatih, kalau tidak aku sendiri yang akan celaka atau yang lebih parah aku dapat mencelakakan orang di sekitarku.

Rigel juga berpesan hal yang sama, aku akan menggunakan kemarahanku jika terpojokkan. Akan lebih menguntungkan jika aku menggunakannya di sekitar musuh, bukan?

"Hal yang lebih besar dari pada sebongkah Batu kecil itu." Dirinya menatap sekeliling, aku mengikuti arah pandangnya.

"Sepertinya tidak di sini, aku tahu, ayo ikut aku!" Pancy berlari menarik tanganku.

Dari jalannya aku tahu ini akan mengarah kemana, air terjun indah yang pernah kami kunjungi atas ide Rigel. Untuk apa Pancy membawaku ke sana, dia tidak mungkin mengajakku untuk berenang, bukan? Karena itu ide yang buruk. Ya, berenang memang tidak buruk, tapi kami sedang dalam pelatihan.

Langkahnya semakin lebar kala kita sampai di gua itu lagi, cahaya hanya datang dari tumbukan liar yang bercahaya. Sepanjang perjalanan gua ini tanaman rembet bercahaya itu seperti memandu kami di jalan yang benar, mengarah langsung ke air terjun.

Desiran air terjun langsung terdengar tak jauh dari mulut gua, wangi khas air semerbak di tambah angin yang mengibaskan pakaian dan rambut kami, Pancy memelankan langkahnya. Kami sudah dekat dengan air terjun itu.

Sama seperti terakhir kami bermain di sini, dan berakhir karena aku yang selalu ingin mencoba sesuatu. Air bening terjun menjatuh menerpa bebatuan di bawahnya, aku tidak melihat ada benda yang besar di sekitar sini, selain batu-batu yang berukuran kecil dan sedang. Bukankah tujuan Pancy adalah mengajakku mengangkat benda yang lebih besar dari batu-batu itu?

Napas kami masih turun naik tak terkendali, akibat berlarian tadi. "Jadi? Mana yang harus ku angkat?"

Pancy terus menatap air yang menggenang tenang, "cobalah angkat semua air itu!"

GALAXY : The Last Explorer Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang