21. WISUDA

3 1 0
                                    

Hari wisuda yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Setelah prosesi pengalungan samir selesai, para murid sibuk dengan aktivitas masing-masing. Beberapa terlihat berfoto bersama teman-teman, yang lain merayakan bersama orang tua atau keluarga mereka. Suasana penuh kebahagiaan dan kegembiraan.

Di tengah keramaian itu, Ellena dan Anna hanya berdiri di samping, memperhatikan teman-teman mereka yang sibuk. Keduanya tampak tenang, tidak terburu-buru seperti yang lain.

Tak lama kemudian, orang tua Anna datang menghampiri mereka. Kedua orang tua Anna tersenyum hangat, memeluk Anna dengan bangga.

Ellena tersenyum melihatnya, meski di dalam hatinya ada sedikit kerinduan karena orang tuanya tidak hadir di momen ini. Namun, melihat kegembiraan Anna bersama keluarganya membuat Ellena merasa sedikit terhibur.

"El, kamu dari mana aja? Gak pernah main lagi kerumah" protes Ayunda, Mamah Anna.

"Maaf Tante, besok-besok El janji main deh"

"Iya Nak, kalau mau main, main aja" tambah Rendy, Papah Anna.

Ellena merasa bersyukur sekali memiliki sahabat seperti Anna. Apalagi kedua orang tuanya sangat baik dan perhatian kepadanya.

"Sini, Om sama Tante El fotoin sama Anna" cetus Ellena.

Anna terdiam sejenak, terlihat sedikit ragu. "El" gumamnya pelan, merasa tak ingin membuat Ellena merasa canggung atau ditinggalkan.

Namun, Ellena tersenyum lembut, menyentuh lengan sahabatnya. "Udah buruan, gue gak papa. Lagian dimomen ini, masak lo gak mau foto sama ortu lo sendiri" ucapnya meyakinkan.

Akhirnya, dengan sedikit dorongan dari Ellena, Anna pun mengangguk dan setuju. Ia berdiri di samping kedua orang tuanya, tersenyum lebar, sementara Ellena dengan penuh perhatian mengatur kamera dan mengambil beberapa foto. Anna merasa lebih tenang, dan ia tahu, Ellena memang tulus ingin melihatnya bahagia.

Ellena dan Anna sedang asyik melihat-lihat hasil foto yang Ellena potret. Namun, tiba-tiba terdengar keributan dari arah pintu depan aula. Sontak, mereka berdua menoleh, ingin tahu apa yang terjadi. Saat melihat sumber keributan itu, mata mereka melebar, terkejut.

Ternyata, suara itu berasal dari kehadiran Evan, Daniel, dan Juan yang baru saja memasuki ruangan. Mereka bertiga tampak berjalan santai, membelah keramaian.

Ellena seketika merasa panas dingin, malu bukan main. Dalam hatinya, ia berharap ketiga pria itu tidak menghampirinya. Namun, harapannya pupus ketika mereka berjalan lurus ke arahnya dan Anna.

Kini, Evan, Daniel, dan Juan berdiri tepat di depan Ellena dan Anna, dengan senyum lebar di wajah mereka. Tanpa berkata-kata, Evan tiba-tiba mengeluarkan sebuket bunga dan menyerahkannya pada Ellena. Ellena, yang masih diselimuti rasa malu, perlahan-lahan mengambil bunga itu dari tangan Evan. Pipinya merona, sementara ia berusaha keras menahan rasa canggung yang memuncak di dadanya.

"Kalian ngapain sih dateng kesini?" tanya Ellena berbisik, tapi terdengar marah.

"El, harusnya seneng dong didatengin kakak-kakak ganteng" kata Daniel dengan percaya dirinya. "Ya gak Na?" ia beralih menatap Anna. Sedangkan Anna hanya memberinya, tatapan datar.

"Kenapa? Kamu gak seneng?" kini Evan ikut bersuara.

"E.. enggak gitu Kak, maksudnya kalo Kak Evano aja gak papa sih"

"Woy cil, enggak berterima kasih banget sih lo" sahut Juan, tak terima.

"Iya.. iya... makasih Kak Juan, Kak Daniel, sama Kak Evano" ucap Ellena, melirik tajam kearah Juan.

Anna yang melihat momen itu langsung tersenyum dan dengan antusias berkata, "Ayo El, gue fotoin kalian" Ellena, yang mulai merasa lebih nyaman, dengan senang hati setuju.

Bersama Evan, Daniel, dan Juan, ia berdiri untuk berfoto. Mereka semua tertawa dan bercanda saat beberapa gambar diambil oleh Anna.

Setelah beberapa foto bersama, Juan dan Daniel dengan pengertian menjauh, memberi ruang bagi Evan dan Ellena untuk berfoto berdua. Ellena sedikit gugup, tapi tetap tersenyum di samping Evan. Saat mereka berpose, tiba-tiba Evan membisikkan sesuatu yang membuat Ellena terkejut. "Kamu kelihatan cantik" ucap Evan, pelan di telinganya.

Mendengar pujian itu, mata Ellena spontan melotot terkejut, dan jantungnya berdebar kencang. Pipinya mulai memerah, ia tak bisa menahan rasa gugup yang menyerangnya tiba-tiba. Dalam sekejap, senyumnya berubah menjadi malu-malu, namun ia tetap berusaha tampil tenang di depan kamera. Momen itu terasa begitu istimewa, meninggalkan getaran di hati Ellena yang tak mudah hilang.

🤵🏻‍♂️👰🏻‍♀️

Malam harinya, suasana di ruang tamu terasa santai dan hangat. Ellena, Evan, Daniel, dan Juan duduk bersama di sofa, menonton televisi.

Ellena dengan penuh semangat menunjukkan foto-foto wisudanya kepada Daniel. "Lihat Kak, foto yang aku post, banyak banget yang komen loh" serunya, memperlihatkan foto yang ia bagikan di Instagramnya.

Daniel melihat dengan antusias, "Wow, pasti mereka pada muji ketampanan aku kan?" tanyanya, sangat percaya diri.

Ellena bergidik, "Gak ada tuh yang muji Kak Daniel"

Daniel merebut hp Ellena, lalu perlahan membaca-baca komentar yang ada di postan gadis itu. "Nih, yang pinggir manis banget, info nama dong"

Ellena memutar bola matanya malas, "Salah ngetik itu mungkin" sangkalnya, agar Daniel berhenti sok kegantengan.

Tiba-tiba ekspresi Daniel berubah, dahinya merengut, bingung. "Tumben ya gak ada yang muji Evan" heran Daniel, yang mengscroll komenan sampai bawah.

"Komenannya udah aku hapusin" cetus Ellena, membuat Daniel, Evan, dan Juan menoleh kearahnya.

"Lah kenapa?" tanya Daniel, semakin dibuat terheran.

"Ya aku gak suka aja bacanya. Pokoknya, gak ada yang boleh, muji Kak Evano selain aku" tegas Ellena. Evan kembali mengalihkan pandangannya ke televisi, hingga tak sadar senyum mengembang dibibirnya.

"Cil.. cil.. gila emang lo" seru Juan, mengejek.

"Biarin"

"Van, sebenernya lo apaan sih ni bocah" heran Daniel. Evan hanya mengedikan bahunya, dan fokus menonton televisi.

Ellena tersenyum senang saat melihat foto-foto wisudanya. Dalam hati, ada sedikit rasa haru yang menghampiri, mengingat bahwa ia sekarang tidak kesepian lagi.

Evan bersandar di sofa, matanya melirik ke arah Ellena yang duduk di sebelahnya. Ia melihat raut wajah Ellena yang tampak sedikit sedih, entah karena apa.

Dengan lembut, Evan mengusap kepala Ellena perlahan, membuat gadis itu terkejut dan langsung menoleh padanya. Namun, saat itu Evan hanya memandang ke arah televisi di depan, seolah terjebak dalam pikirannya sendiri. Ellena merasa jantungnya berdegup lebih cepat, tetapi ia hanya tersenyum, mencoba menyembunyikan perasaannya.

Setelah beberapa detik, ia kembali memfokuskan perhatian pada layar ponselnya. Dalam pikirannya, Ellena berusaha untuk tidak mengasumsikan banyak hal tentang sikap Evan. Meski begitu, kehadiran pria di sampingnya membuat hatinya bergetar.

🤵🏻‍♂️MEET FIRST LOVE👰🏻‍♀️
Jangan lupa vote, komen, dan follow me🙌🏻

🤵🏻‍♂️MEET FIRST LOVE👰🏻‍♀️Jangan lupa vote, komen, dan follow me🙌🏻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Next👇🏻

MEET FIRST LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang