23. SALAH PAHAM

1 1 0
                                    

Beberapa hari telah berlalu, dan perlahan-lahan Ellena tampak membaik. Wajahnya yang sebelumnya pucat mulai menunjukkan sedikit kehidupan kembali, meski matanya masih menyimpan sisa kesedihan.

Evan tetap setia di sisinya selama hari-hari sulit itu, selalu hadir tanpa banyak bertanya. Meskipun Ellena tidak pernah benar-benar mengungkapkan apa yang terjadi atau masalah apa yang menghantui hatinya, Evan tahu bahwa yang paling penting saat ini adalah kehadirannya.

Setiap hari, Evan memastikan bahwa Ellena tidak sendirian. Ia menemaninya sarapan, mengajaknya berjalan-jalan kecil di sekitar rumah, dan terkadang hanya duduk diam di sampingnya sambil menonton televisi tanpa berkata apa-apa. Kehadiran Evan memberi Ellena ruang untuk memproses rasa sakitnya tanpa tekanan untuk bercerita.

Saat Evan baru pulang dari cafenya, ia merasa lelah namun lega karena akhirnya bisa pulang. Tapi ketika mobilnya melintas di dekat jembatan, matanya tiba-tiba tertumbuk pada sosok yang dikenalnya. Ellena berdiri sendirian di pinggir jembatan, terlihat termenung menatap air di bawahnya.

Dengan panik, tanpa berpikir panjang, Evan segera menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Jantungnya berdetak cepat, bayangan buruk melintas di benaknya. Ia segera berlari menuju Ellena, tak memedulikan apa pun kecuali memastikan gadis itu baik-baik saja.

"Ellena! Kamu udah gila ya?! Apa gini cara kamu nyelesain masalah" teriak Evan begitu ia sampai di sampingnya, suaranya terdengar marah sekaligus penuh kekhawatiran. Ia memegang bahu Ellena dengan kuat, matanya menatap gadis itu dengan cemas, seolah takut ia akan melakukan sesuatu yang berbahaya.

Ellena menoleh dengan ekspresi bingung, lalu tiba-tiba tertawa kecil. "Kak... aku cuman lagi nyari udara seger aja" jawabnya dengan nada ringan, seolah tak menyadari kekhawatiran yang dirasakan Evan.

Tawa Ellena membuat Evan terdiam sejenak, lalu perasaan lega yang begitu besar menghampirinya. Namun, rasa paniknya masih tersisa, dan ia menggeleng sambil menarik nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri.

Ellena tersenyum tipis, lalu memandang Evan dengan lembut. "Kak Evano tenang aja, aku gak sampe kepikiran sampe situ Kak" katanya sambil menepuk tangan Evan pelan, seakan ingin menenangkannya.

Evan menarik napas lega, meskipun masih ada sisa kekhawatiran di hatinya.

"Kak Evano segitu khawatirnya sama aku ya?" tanya Ellena, terdengar seperti menggoda.

"Em.."

"Em.. apa?"

"Udah, yuk pulang"

"Bentar"

Ellena memberikan isyarat dengan tangannya, mengajak Evan untuk mendekat. Tanpa berpikir panjang, Evan menuruti isyarat itu, perlahan mendekatkan wajahnya ke arah Ellena.

Ellena, dengan sedikit berjinjit, mendekatkan bibirnya ke telinga Evan. "Aku suka Kak Evano," bisiknya pelan, namun cukup jelas untuk membuat dunia Evan berhenti sejenak.

Evan tertegun, jantungnya seakan berhenti sesaat, kemudian berdebar begitu kencang, seolah ingin keluar dari dadanya. Sebelum ia sempat merespons, Ellena sudah berbalik, melangkah pergi dengan tenang menuju mobilnya. Evan hanya bisa menatapnya dari belakang, masih terdiam.

Ia berdiri di sana, tak mampu bergerak. Kata-kata yang baru saja didengar masih terngiang di telinganya, menggetarkan setiap saraf di tubuhnya. Jantungnya berdebar lebih cepat dari sebelumnya, dan napasnya terasa lebih berat.

🤵🏻‍♂️👰🏻‍♀️

Didalam kamar, Evan melamun menatap langit-langit. Entah kenapa, akhir-akhir ini suara Ellena selalu terbayang dikepalanya.

MEET FIRST LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang