Beberapa hari berlalu, kaki Ellena sudah benar-benar sembuh total. Ia terlihat senang karena sudah tidak terperangkap di rumah lagi.
Kini Ellena duduk sendirian diruang tamu rumah Evan. Entah kenapa, ia merasakan sesuatu yang aneh dengan tiga serangkai penghuni rumah itu. Ellena merasa diabaikan oleh mereka. Evan, saat Ellena datang, masuk kedalam kamarnya. Juan sibuk bermain game, tapi memang itu yang selalu dilakukannya setiap hari. Sedangkan Daniel, yang biasanya bicara baik padanya, bahkan hari ini seperti tidak melihatnya. Ada apa dengan mereka?
Ellena terlihat murung, memikirkan apa salahnya. Kenapa ia merasa seperti hantu diantara mereka, jika memang ia ada salah bukan kah mereka harus mengatakannya. Tapi, malah kini mereka semua menghilang entah kemana.
Hari sudah semakin sore, ketiga serangkai itu belum juga kembali. Akhirnya Ellena memutuskan untuk pulang kerumahnya.
Saat Ellena membuka pintu rumah dengan lesu, tiba-tiba terdengar suara terompet yang menggema dan kejutan ulang tahun yang meriah. Ellena terperanjat, matanya membelalak melihat Evan, Daniel, Juan, Anna, dan Rena yang sudah berkumpul di ruang tamu, tersenyum penuh semangat. Mereka semua menyanyikan lagu ulang tahun untuk Ellena dengan antusias.
Anna, yang membawa kue ulang tahun dengan lilin yang menyala di atasnya, berjalan mendekat ke Ellena. Senyumnya begitu cerah, dan cahaya lilin yang berkelap-kelip di atas kue seakan menyatu dengan suasana hangat di ruangan itu.
Ellena, yang masih kaget, perlahan tersenyum, perasaan haru mulai mengalir di dalam dirinya. Ia tak menyangka bahwa mereka semua telah merencanakan kejutan ini untuknya. "Kalian ternyata ngerencanain ini?" Ellena bertanya dengan suara sedikit gemetar, berusaha menahan rasa bahagia yang membuncah di dadanya.
Evan melangkah mendekat dengan senyum khasnya. "Iya maaf ya" katanya lembut.
Rena dan Anna lanjut menyanyikan lagu ulang tahun dengan semangat. Ellena tertawa kecil, merasa begitu bersyukur dikelilingi oleh orang-orang yang begitu peduli padanya.
"Selamat ulang tahun, Ellena!" mereka berseru serempak ketika Anna sampai di hadapannya dengan kue di tangan.
Ellena menghela napas panjang, memejamkan mata sejenak sebelum meniup lilin di atas kue itu. Dalam hati, ia berdoa, agar orang-orang disekelilingnya selalu dilindungi dan diberi kebahagiaan. Setelah lilin padam, suasana langsung dipenuhi tawa dan kegembiraan.
"Sekarang saatnya potong kue!" seru Anna, mengangkat pisau bersemangat.
Ellena pun memotong kue ulang tahunnya, membagikan potongan pertama kepada Evan. Semua mata tertuju pada mereka berdua, dan seketika suasana ruangan dipenuhi dengan tawa dan sorakan.
"Oh... potongan pertama jelas buat Kak Evano sih!" ejek Daniel dengan nada bercanda, sambil mengangkat alisnya penuh arti.
"El jangan lupain kita juga ya!" canda Anna.
Evan tersenyum, menerima potongan kue dari Ellena. "Makasih" ucapnya, membuat Ellena salah tingkah.
~
Setelah pesta makan-makan berakhir, suasana menjadi lebih tenang namun tetap penuh kegembiraan. Mereka, satu per satu, mulai mengeluarkan hadiah yang telah mereka siapkan. "Ayo El buka kadonya" ujar Anna, yang paling antusias.
Ellena tersenyum lebar, merasa tak sabar. Dengan penuh semangat, ia mulai membuka kado pertama yang diberikan oleh Anna. Set make up, membuat Ellena melongo melihatnya. "Wah, makasih banyak Na"
Kemudian ia membuka kado dari Rena, yang ternyata adalah set produk skincare. "Bisa pas gitu ya? Makasih Kak Rena"
"Iya sama-sama"
Berikutnya, giliran kado dari Juan, yang memberikan sesuatu yang tak terduga. "Kak Juan serius ngado ini?" tanya Ellena sambil mengangkat isi kado dari Juan yaitu susu peninggi badan.
Mereka semua tertawa, tidak dengan Ellena yang kesal, dan menyuruh Juan untuk menukar kadonya.
Selanjutnya, kado dari Daniel, yang memberikannya satu box coklat. Ellena tersenyum lebar. "Wah, makasih Kak Daniel"
Akhirnya, tibalah kado terakhir dari Evan. Semua mata langsung tertuju pada Evan, dan suasana mendadak lebih serius. Dengan tangan sedikit gemetar karena penasaran, Ellena membuka bungkusnya perlahan.
Saat Ellena sedang membuka kado dari Evan, tiba-tiba suasana berubah. Evan mendadak merasakan dadanya sesak, dan wajahnya terlihat tegang. Daniel yang duduk di sebelahnya langsung menyadari perubahan itu. "Lo kenapa Van?" tanyanya khawatir.
Semakin jelas terlihat, kulit Evan mulai dipenuhi bintik merah. Daniel dengan cepat bertanya lagi, "Lo tadi makan apaan?"
Evan, yang mulai kesulitan bernapas, mengingat dengan cemas, "Dimsum... gue makan dimsum"
Wajah Daniel langsung berubah serius. "Dimsum itu isi udang Van! Lo kok gak hati-hati banget sih!" serunya dengan nada panik.
Ellena yang tidak tahu apa-apa langsung merasa sangat khawatir. "Kak Evano alergi udang?" tanyanya, panik melihat kondisi Evan yang semakin memburuk.
Daniel segera mengambil tindakan. "Iya, kita bawa dia ke rumah sakit sekarang!" Juan dan Ellena langsung bergerak membantu Daniel menopang Evan yang semakin lemah.
Ellena, dengan air mata yang hampir tumpah, ikut panik dan merasa bersalah, meskipun ia tidak tahu apa yang terjadi. "Kak Evano tahan ya! Kak Evano pasti baik-baik aja kok" ucapnya sambil mencoba menenangkan Evan, meski dirinya sangat ketakutan.
Dengan cepat, mereka semua bergegas keluar rumah, membawa Evan ke mobil untuk segera membawanya ke rumah sakit. Suasana yang tadinya penuh kebahagiaan berubah menjadi kekhawatiran mendalam, terutama bagi Ellena, yang terus memegang tangan Evan sepanjang perjalanan, berharap Evan segera pulih.
~
Di rumah sakit, suasana penuh dengan kecemasan saat Ellena, Daniel, Juan, Anna, dan Rena menunggu kabar dari dokter. Mereka duduk di ruang tunggu dengan hati yang berdebar, berharap yang terbaik untuk Evan. Setiap detik terasa begitu lama, dan Ellena tampak gelisah, tak bisa berhenti memikirkan keadaan Evan.
Akhirnya, pintu ruang UGD terbuka, dan dokter keluar. Semua orang langsung bangkit dari kursi, menatap dokter dengan penuh harap. "Bagaimana keadaan Evan, Dok?" tanya Daniel, mewakili kegelisahan mereka.
Dokter tersenyum menenangkan. "Evan mengalami reaksi alergi, tapi untungnya tidak terlalu parah. Kami berhasil menanganinya dengan cepat. Namun, untuk berjaga-jaga, kami perlu melakukan beberapa pemeriksaan lanjutan, jadi dia harus menginap semalam di rumah sakit."
Semua orang menghela napas lega, terutama Ellena, yang merasa sedikit tenang mendengar kabar itu. "Kak Evano baik-baik aja kan Dok?" tanya Ellena, suaranya masih terdengar gemetar.
"Ya, dia akan baik-baik saja. Kami hanya ingin memantau kondisinya untuk memastikan tidak ada komplikasi," jawab dokter sambil tersenyum.
Daniel berterima kasih kepada dokter, dan mereka semua saling bertukar pandang dengan perasaan lega. Meskipun Evan harus menginap di rumah sakit, setidaknya mereka tahu keadaannya tidak terlalu parah.
Ellena perlahan membuka pintu kamar rumah sakit, memasuki ruangan tempat Evan dirawat. Saat masuk, ia melihat Evan sedang duduk di atas ranjang, tersenyum lembut ke arahnya meski masih terlihat lemah. Senyum itu seolah ingin menenangkan, tapi justru membuat perasaan Ellena semakin tidak terkendali.
Tanpa bisa menahan, air mata mulai menetes di pipi Ellena saat dia berjalan mendekat. Melihat itu, senyuman Evan memudar, berganti dengan ekspresi cemas. "Kamu kenapa? Tadi kamu bilang aku pasti baik-baik aja kan, nah sekarang aku baik-baik aja" ucap Evan, suaranya lembut, penuh perhatian.
Ellena berdiri di samping tempat tidur, berusaha menahan isakannya. "Aku takut banget kalo Kak Evano kenapa-napa" jawabnya dengan suara yang bergetar.
Evan mengulurkan tangannya, menggenggam tangan Ellena dengan lembut. "Aku gak akan kenapa-napa, Ellena! Janji"
katanya menenangkan.Ellena mengangguk pelan, meski air matanya masih jatuh. Ia merasa lega melihat Evan tersenyum lagi, tapi perasaan khawatirnya belum sepenuhnya hilang.
🤵🏻♂️MEET FIRST LOVE👰🏻♀️
Jangan lupa vote, komen, dan follow me🙌🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
MEET FIRST LOVE
Teen Fiction"Kak" "Saya suka sama Kakak" "Nama saya Ellena, jangan lupain saya ya! ELLENA" Apa jika kalian bertemu cinta pertama kalian, setelah menunggu bertahun-tahun, juga akan melakukan hal yang sama seperti Ellena? Yuk langsung aja baca ceritanya👆🏻👇🏻 ...