Swimming with Gin!

279 55 3
                                    

Sinar matahari menyinari permukaan air kolam renang, berkilauan bagai ribuan berlian. Angin sepoi-sepoi membawa serta aroma klorin yang khas, menandakan sebuah petualangan seru akan segera dimulai. Di tepi kolam, Si kecil Souta sudah sangat siap dengan pelampungnya. Sedangkan Gin sudah masuk ke dalam kolam yang tingginya hanya seukuran pinggang pria tinggi itu.

"Gin!" Souta dengan mata bulatnya yang bersinar sudah sangat bersemangat, ingin segera turun.

Kaki kecilnya dihentak-hentak karena Gin dengan sengaja tak mau menggendong Souta turun ke kolam. Si pelaku hanya tertawa kecil. "Sini dong." katanya dengan nada mengejek.

Souta kembali merengek merasa dipermainkan. "Aaa, Gin!" Tangannya direntangkan minta digendong.

Gin malah tertawa lepas, tapi akhirnya pria itu segera menggendong Souta untuk masuk ke dalam kolam. Karena ukuran kolam yang terlalu tinggi untuk Souta, maka mereka harus sangat berhati-hati. Untungnya suasana kolam saat itu tidak terlalu ramai pengunjung karena bukan akhir pekan. Gin sengaja mengajukan cuti di kantornya pada hari kerja agar mereka lebih leluasa untuk bermain tanpa gangguan dari yang lainnya. (re: Arion dan Harris)

Kembali ke si kecil. Souta kini terlihat riang, kaki kecilnya ia gerak gerakan, berusaha bergerak di atas kolam. Gin tentunya sangat siaga, berjaga di sekitar Souta agar si kecil tidak mengalami hal hal yang tidak diinginkan.

"Hati-hati, Sou." peringat Gin.

Souta bergerak kesana kemari, sementara Gin hanya memantau pergerakan si kecil. Mereka beberapa kali melakukan "Lomba" siapa yang paling cepat bergerak. Ya, walaupun tentu saja kita tahu siapa yang akan menjadi juaranya.

"Ndak mau! Gin, culang." kata si kecil dengan bibir cemberut.

"Haha, Souta-nya aja lambat." ejek Gin. Hal itu berhasil membuat Souta tambah merajuk.

"Pindah, Gin." ujar Souta sambil menunjuk pada kolam renang yang rata rata diisi oleh anak kecil.

Kolam yang dimaksud Souta adalah kolam yang sangat aman bagi balita karena tingkat kedalamannya yang hanya beberapa centi saja. Sebetulnya Gin malas pergi ke tempat itu karena banyak dari pengunjung yang memilih tempat itu adalah keluarga baru. Kalau Gin disana kan jadi terlihat seperti duda, single parent.

Tapi akhirnya Gin tetap membawa Souta ke kolam yang lebih dangkal. Kini pelampung Souta sudah di lepas, hanya memakai pelampung di kedua lengannya saja. Souta terlihat lebih bersemangat, ada beberapa anak yang mengajaknya bermain bersama, walaupun Souta terlihat malu malu, tapi ia bisa dengan cepat mengakrabkan diri. Beberapa dari mereka mungkin seumuran dengan Souta, jadi si kecil dapat mudah bergaul.

Gin kini sibuk mengabadikan momen, memfoto Souta dari berbagai sisi untuk nantinya dikirim ke grup chat juga di cetak dan disimpan dalam album khusus. Pria dengan surai hitam itu tersenyum bangga melihat Souta yang kini tumbuh dengan baik, tidak kekurangan satu pun, dan juga menjadi lebih cerdas seiring bertambahnya waktu.

Tak lama, Souta menghampiri Gin. Sepertinya si kecil sudah mulai kedinginan, terlihat dari badannya yang mulai menggigil. Gin lalu menggendong Souta, membawanya ke kamar mandi untuk membersihkan diri juga berganti pakaian. Jika dihitung mungkin mereka sudah menghabiskan 2 jam di dalam kolam, pantas saja si kecil kedinginan.

Mereka mandi bersama, karena tidak mungkin kan kalau Souta dibiarkan menunggu Gin sendirian di luar? Kedua pria berbeda generasi itu sesekali tertawa karena candaan yang mereka buat.

Karena tak ingin berlama-lama dan membuat orang lain menunggu, mereka dengan segera menyelesaikan kegiatan mereka. Kini Gin dan Souta sudah rapi dengan pakaian ganti masing masing, Souta juga sudah tampil dengan sangat menggemaskan.

"Cota lapel, Gin." si kecil mengusap-usap perut buncitnya dan menirukan suara perut yang keroncongan.

"Yuk kita cari makan."

Iya, niatnya mereka akan mencari tempat makan di sekitar tempat itu. Namun ternyata baru juga setengah jalan tangan Gin sudah penuh dengan banyak cemilan dan mainan yang Souta inginkan. Gin ini diantara yang lainnya paling tidak bisa menolak keinginan Souta, berbeda dengan Harris yang masih bisa menolak jika memang sudah berlebihan. Jadinya, apapun yang Souta tunjuk akan langsung dibeli oleh Gin.

"Hihi, Cuka." kata Souta sambil memeluk boneka berwarna biru, mungkin ini akan menjadi boneka baru favoritnya.

Gin mengusap lembut surai si kecil yang berada digendongannya. Mereka masih mencari tempat makan yang sepi, dan ternyata setelah beberapa menit, akhirnya mereka menemukan tempat yang pas.

Mereka berdua memesan Nasi goreng Seafood dan beberapa cemilan tambahan. Kini Souta sudah cukup mahir menggunakan sendoknya, Souta sejak lama sudah dibiasakan memakan makanannya sendiri. Ketiga saudaranya itu mengajarkannya sejak dini agar Souta kelak bisa menjadi pribadi yang mandiri.

Tak banyak percakapan saat mereka menyantap makanannya masing-masing. Hal ini juga menjadi kebiasaan mereka saat makan bersama di rumah. Mereka akan mengobrol ketika sudah tidak ada lagi yang menyuap makanan ke mulutnya.

Piring milik Gin sudah habis tak bersisa, sedangkan piring Souta hanya bersih setengahnya saja. Si kecil nampak sudah mengantuk, terlihat dari matanya yang perlahan menutup walau dengan tangannya yang tetap memegang erat sendok miliknya.

Yang lebih tua terkekeh melihatnya. Dengan segera ia menyelesaikan kegiatannya dan langsung menggendong Souta sebelum bayi itu jatuh terlelap. Setelah melakukan pembayaran, Gin membawa Souta ke mobilnya, untungnya tak terlalu jauh dari tempat terakhir kali mereka kunjungi, barang barang pun sudah Gin simpan di mobil sedari tadi sehingga tak kesusahan saat menggendong si kecil.

Souta digendong menggunakan gendongannya karena jika didudukan di car seat nya Souta akan terbangun dan menangis karena tak nyaman. Gin melajukan mobilnya dengan hati-hati, tak seperti biasanya, jika bersama Souta kecepatan mobil Gin tidak terlalu tinggi.

Perjalanannya cukup memakan waktu, karena jaraknya yang cukup jauh dari rumah mereka. Sekitar 20 menit berlalu, akhirnya mereka berdua sampai. Souta masih belum terbangun dari tidurnya, Gin langsung membawa si kecil ke kamarnya, merebahkan Souta di kasur dengan sangat hati hati.

Gin memandang wajah tenang Souta dengan tatapan sendu, tiba tiba saja dirinya teringat memori indahnya dengan mendiang Souta dulu. Si kecil benar benar seperti duplikat Souta dewasa, jika foto mereka berdua saat seumuran di sandingkan, akan terlihat jelas bahwa figure wajah mereka sangatlah serupa.

"Kamu lagi tepati janji kamu ya, Sou?"

Mungkin, ini memang jalan Tuhan untuk mengembalikan kebahagiaan yang sempat hilang.

infantem.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang