uno.

3.1K 209 3
                                    

Malam menyelimuti bumi dengan selimut kelamnya. Bintang-bintang berkelap-kelip bagai permata yang tersebar di langit beludru. Suara jangkrik bersahutan, menciptakan simfoni alam yang menenangkan. Angin malam berhembus lembut, membawa serta aroma tanah basah. Sudah terhitung dua tahun lamanya, bangunan yang disebut rumah itu masih terasa sepi. Bukan karena tidak memiliki penghuni tetapi mereka yang menetap masih membenahi diri.

Tepat tahun ini adalah tahun ke-2 sejak kepergian salah satu penghuninya membuat lubang besar di hati sahabat dan saudaranya. Mereka tak pernah menyangka, perpisahan sebenarnya akan datang secepat ini. Setiap sudut rumah ini menyimpan cerita dan kenangan indah bersamanya. Rasanya baru saja mereka bertemu dan saling berkenalan, tapi ternyata takdir tuhan berkata lain.

Si surai hitam legam berdiri di balkon rumah mewah itu, menatap langit yang gelap. Pikirannya melayang kesana kemari. Gemuruh yang terdengar seolah mengetahui isi hatinya yang gusar, membuatnya lebih terlarut dalam pikiran acaknya.

'Pas dua tahun, ya?'

Keheningan malam tiba-tiba pecah oleh suara rintihan kecil yang sayu. Sontak pria itu menoleh ke arah sumber suara. Dengan rasa penasarannya yang tinggi, pria yang akrab disapa Gin itu segera menghampiri sumber suara. Dengan hati hati Gin melirik sekitar, dan semakin mendekat pada sumber suara. Betul dugaannya, suara itu berasal dari arah gerbang rumah mereka.

Betapa terkejutnya ia ketika menemukan seorang mahkluk kecil terbungkus dalam kain lusuh, tergeletak di depan gerbang rumah mereka. Bayi itu tampak sangat lemah dan membutuhkan pertolongan segera.

Gin melirik kearah jalan, mencoba mencari siapa yang dengan sengaja membiarkan bayi ini sendirian ditengah malam. Tak mendapat jawaban apapun, Gin menoleh pada si Bayi yang masih meraung keras. Dengan perasaan iba, Gin menggendong Bayi itu dengan penuh hati hati. Dan ajaibnya, si Bayi tiba tiba saja terdiam tak lagi menangis.

Pria itu sedikit berlari namun tetap berusaha agar si Bayi merasa tetap nyaman. dengan panik ia memanggil para sahabat yang tinggal bersamanya. "Harris, Arion!"

Yang dipanggil tentunya ikut panik, mereka berlari dari kamarnya masing masing menuju ruang keluarga yang dimana Gin sudah meletakkan Bayi itu disana.

"Bayi siapa itu, Gin?" tanya Harris.

Gin menggelengkan kepalanya, "Ada didepan gerbang." Jawabnya.

"Lu hamil-in anak orang?" seru Arion.

"Enggak, Lah!" sahut Gin tak terima.

Mereka semua terdiam sambil menatap bingung pada Bayi lucu dihadapannya. Perasaan mereka kini bercampur aduk, antara bingung, terkejut, dan mungkin perasaan bahagia?

"Mirip Souta."

Ucapan spontan dari Harris membuat yang lainnya terdiam. Benar, Bayi ini sangat mirip dengan sahabat mereka yang berpulang dua tahun yang lalu.

Pemuda bersurai merah itu memeriksa tubuh si Bayi dengan lembut, mencoba mencari apa ada informasi yang bisa mereka dapatkan. Karena, mereka takut ini bukanlah keajaiban dari tuhan. Mereka takut jika ada musuh mereka yang memanfaatkan kondisi mereka untuk membalaskan dendam.

Dan benar saja, Ada sebuah catatan yang terselip ditubuh Bayi itu. Harris mengambil kertas yang tampak lusuh dan basah itu, sebagian tulisannya nampak sudah memudar. Yang lain ikut penasaran dengan isi dari kertas itu.

"Aku titip bayi ini pada kalian ya? Aku rasa kalian adalah orang yang tepat untuk mengurus bayi ini. Tolong rawat dia sebaik mungkin, tolong sayangi dia. Jika kalian tidak menginginkannya, tolong setidaknya jangan biarkan dia menangis sendirian di pinggir jalan lagi. Bayi ini-"

Kalimat setelahnya sudah tak terbaca, membuat mereka bertanya-tanya tentang apa kelanjutan dari surat itu.

"Besok kita ke panti asuhan, dia bakal aman disana." ujar Arion mengambil keputusan.

"Engga, kita rawat bayi ini."

Terjadi perdebatan yang cukup panjang setelahnya. Arion yang bersikukuh untuk menitipkan bayi itu ke panti asuhan dengan alasan agar si bayi juga mereka sendiri tetap aman, sedangkan Harris yang ingin merawat bayi itu karena merasa kasihan terlebih lagi bayi itu mirip sekali dengan sahabatnya.

Gin hanya terdiam melirik Harris dan Arion yang masih berdebat kemudian pandangannya ia alihkan pada si bayi yang sedang sibuk sendiri dengan tangan gempalnya.

Sampai akhirnya perdebatan itu terhentikan oleh suara tangisan keras dari si Bayi. Dengan sigap Harris mengangkat tubuh bayi itu dan menimangnya agar ia berhenti menangis.

"Gimana menurut lu, Gin?" Tanya Arion

"Gue— pengen rawat bayi itu."

Arion menatap heran ke arah sahabatnya itu. Gin itu paling benci bayi sedari dulu, katanya bayi itu berisik dan mengganggu. Tapi kini, tiba tiba saja ia ingin merawat seorang Bayi yang bahkan asal usulnya pun tak jelas.

Si yang paling tua menghela nafas. Ia melirik ke arah Harris yang dengan mudah membuat si Bayi tak lagi menangis. Sepertinya memang Bayi ini sudah ditakdirkan untuk mereka. Mungkin dengan kehadiran ini bisa membuat mereka kembali hidup. Bisa saja, dengan kehadiran si Bayi bisa mengembalikan kehangatan rumah yang sempat hilang.

"Ayo, kita rawat bareng bareng."

infantem.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang