22

204 15 2
                                    

Flasback...

Bara menghentikan motornya di tepi jalan, setelah melihat mobil hitam terparkir di tepi jalan, ia rasa ia kenal dengan mobil itu. Bara melepas helmnya memandang sejenak ke arah mobil yang terparkir tak jauh dari tempat ia berhenti. Di bawah sinar lampu kota yang temaram, sepasang siluet tampak di dalam mobil itu, bergerak intim dan tak menyadari kehadirannya. Bara menajamkan pandangannya. Hatinya seketika mencelos saat ia mengenali sosok perempuan di dalam sana. "Dinda,?" Kaget Bara setelah merasa mengenali siapa sosok perempuan di dalam mobil itu.

Dada Bara berdegup kencang, napasnya tercekat. Sesuatu di dalam dirinya seolah patah, seperti cermin yang retak berkeping-keping. Perempuan yang selama ini ia cintai dan jaga dengan segenap hati, tengah bercumbu dengan pria lain. Bagaimana bisa pacarnya di sentuh laki-laki lain? Bahkan Bara tak pernah menyentuhnya sedikitpun, ia selalu menjaga jarak dan menghormati batasan yang mereka sepakati selama menjalin kasih. Namun kini, batasan itu diruntuhkan begitu saja.

Bara menggigit bibir bawahnya, menahan air mata yang hampir tumpah. Seolah ada ribuan cambukan yang menghantam jiwanya, rasa sakit itu begitu nyata Bara rasakan. Ia tak mampu berbuat apa-apa selain memandang perih ke arah mereka, tak ada kata yang bisa keluar dari bibirnya yang gemetar. Ia hanya bisa berdiri, seakan tubuhnya telah beku, menyaksikan pemandangan itu menghancurkan segalanya.

Ia pun memutuskan mendekati mobil itu dengan menaiki motornya, tepat di hadapan mobil itu dengan pergerakan sengaja Bara menekan tombol Klakson dengan satu sentuhan tegas, suara klakson membelah malam yang sunyi. Bunyi itu menggema bersama sorot lampu motor yang masuk menembus kaca hingga menyentak mereka berdua dari dunia yang seolah hanya milik mereka. Bara melihat mereka terkejut, terutama perempuan itu, matanya membulat, penuh keterkejutan saat melihat Bara. "Bara,??!" Kaget perempuan di dalam mobil itu.

Setelah memastikan keduanya menyadari kehadirannya Bara berburu pergi melajukan motornya dengan kecepatan penuh.

Angin malam menusuk wajahnya, tapi dinginnya tak sebanding dengan rasa dingin di hatinya. Tangisnya tak bisa ia tahan lagi, akhirnya pecah di balik helm full face yang ia kenakan. Namun, meski helm itu menutupi wajahnya, air mata yang deras mengalir dari kedua matanya tak bisa disembunyikan. Matanya memerah, pandangannya kabur oleh air mata yang jatuh tak terbendung.

🍋🍋🍋

Dinda berdiri di depan pintu rumah Bara, wajahnya tampak kusut dan matanya sembab. Sudah berhari-hari, bahkan berminggu-minggu, ia berusaha menemui Bara, memohon maaf atas kesalahan yang sudah ia lakukan. Semua pesan dan panggilan yang Dinda lakukan tidak membuahkan hasil. Ia hampir kehilangan cara untuk bertemu dengan Bara, selain Bara yang tidak pernah masuk ketika ada kelas, Bara juga jarang di temui di rumahnya.

Hari ini setelah selesai kuliah Dinda memutuskan untuk datang ke rumah Bara lagi, entah sudah keberapa kalinya ia datang ke rumah Bara dan mendapatkan penolakan dari Bara maupun dari anggota keluarganya Bara, namun Dinda tak menyerah. Ia baru saja sampai di rumah Bara dan mengetuk pintu, tak lama pintu terbuka, dan seketika tatapan tajam Bara menusuknya.

"Bara, tunggu" suara Dinda bergetar, hampir tak terdengar di balik isak tangisnya.

Bara tak menjawab. Matanya, yang dulu begitu hangat saat memandang Dinda, kini sedingin es. Ia tak pernah lagi mau menatap wajah Dinda sejak malam itu. Setiap kali melihatnya, luka di hatinya kembali menganga, seperti luka yang terus menerus digarami. Tanpa kata-kata, Bara menutup pintu di hadapan Dinda, lagi.

Dinda tetap di tempatnya, mengetuk pintu sekali lagi, kali ini lebih pelan. Namun, tak ada jawaban.

Setiap harinya, ia mencoba lagi. Datang ke rumah Bara, memohon kesempatan untuk berbicara. Namun Bara tak pernah berubah, selalu mengusirnya, membiarkannya berdiri sendirian di depan pintu dengan hati penuh penyesalan. Hingga suatu hari, ketika Dinda datang lagi, ia melihat Bara tengah sibuk mencuci motornya di depan, melihat kehadiran Dinda, Bara pun bangkit berdiri dan hendak masuk, namun Dinda dengan to the point mengatakan jika ia akan segera bertunangan.

Lemonade ( 21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang