"Mad, kamu yakin dengan pilihanmu?"
Aku merengut kesal mendengar pertanyaan tiba-tiba dari mulut Mas Abimanyu, yang biasanya sopan.
"Cantik sih, tapi kok ada yang aneh ya? Aromanya..."
"STOP!" teriakku, menarik pancingan ikan yang kini sudah menyaut.
Ya, sore ini kami memutuskan untuk menghabiskan waktu memancing ikan di kolam milik bapak yang ada di perkebunan buah anggur. Suasana tenang, dengan suara air yang beriak dan dedaunan yang bergetar tertiup angin. Namun, komentar Mas Abimanyu seperti bayangan yang sulit kuhilangkan.
"Serius deh Mad, emang kamu nyaman gitu dekat-dekat sama istrimu yang bau itu?" tanyanya lagi, menatapku dengan cemas.
Aku menarik nafas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. "Mas, kita lagi memancing, bukan menganalisis hubungan. Sekarang fokus saja pada ikan ini," jawabku sambil berusaha tersenyum.
Dia menggelengkan kepala, "ndak Mad, mas sengaja bawa kamu kesini biar kita berdiskusi tentang hubungan kamu sama juragan jingga. Teh Ayu tadi sampe gak mau makan gara-gara aroma tubuh istrimu itu, untungnya emak yang bujuk. Kok bisa sih kamu menikahinya?"
Seketika kata-kata mas Abimanyu menghantam ulu hatiku. "Dia tidak bau mas, hanya saja ..." balasku menggantung, bingung mau jawab apa. Tapi kenyataannya, aroma Jingga memang aneh. Mungkin aku dan keluargaku sudah terbiasa, jadinya tidak lagi merasakannya dengan tajam.
"Kenapa kamu merasa perlu membela dia, Mad? Apa kamu tidak mendengar sendiri ucapan teh Ayu tadi pagi? Ini bukan hanya pendapat Teh Ayu, tapi juga orang lain," katanya, nada suaranya menekankan kekhawatirannya.
Bohong aku jika tidak mendengar makian teh Ayu tadi pagi saat menunggu Jingga bersiap. Jujur saja, aku merasa tak terima saat teh Ayu mengatakan kalau aroma tubuh jingga seperi ayam yang tidak pernah ku mandikan bahkan lebih dari itu baunya seperti bau amis susu yang bapak perah setiap harinya. Ingin rasanya aku marah, membelanya tapi untuk apa? Toh kenyataannya seperti itu. Aku tak bisa membela apa pun. Lagi untuk apa aku membelanya, toh aku belum mencintainya.
Aku menghela napas, "ya mau gimana lagi mas. Ini karma buatku, lagi pula aku menikahinya karena sebuah nadzarku dulu" keluhku.
"Apa? Nadzar?" Tanyanya kaget. Aku mengangguk sebagai jawaban.
"Iya, salahku dulu yang main celetuk begitu saja dengan pedenya. Kirain tau ini aku akan lolos pns karena nilai skd ku lumayan tinggi, taunya ada yang lebih tinggi dariku." ucapku menceritakan awal mula mengapa aku bisa menikahi dia.
"Astagfirullah mad, kok yok bisa. Dan kamu menyesal?" tanyanya tajam.
"Entahlah. Mungkin," jawabku pelan, menatap kolam yang berkilau di bawah sinar matahari senja.
Mas Abimanyu geleng-geleng kepala mendengar jawabanku. Lalu menepuk pundakku, "ini mungkin sudah jadi takdirmu Mad."
"Mas kalau mau nasehati aku atau memberiku kekuatan tanpa solusi mending gak usah deh. Aku udah bosan sama wejangan emak dan bapak yang ujung-ujungnya nyuruh aku sabar"
Mas Abimanyu terdiam sejenak, lalu menghembuskan napas panjang. "Yo ndak dong Mad, mas disini justru mau bantu kamu, mau kasih kamu solusi. Tapi sebelum itu, mas mau tanya selain nadzar kenapa kamu mau menikahinya? Padahalkan kamu bisa konsultasi dulu sama pak ustadz, siapa tau nadzar kamu itu bisa di ganti"
"Ya untuk apa ya, lagian secara umum, jika nadzar sudah terucap, sebaiknya tetap dipenuhi. Kan hutang mas, bisa sih di ganti tapi jika jenis nazar yang baru adalah sesuatu yang lebih baik atau yang lebih afdhal. Emang ada gitu perawan tua di desa ini yang lebih baik darinya? Gak ada mas, dia satu-satunya ya untungnya dia kaya sih mas jadi aku gak nyesel-nyesel amat"
Mas Abimanyu mengernyit, tampak berpikir keras. "Tapi Mad, hidup itu bukan cuma soal materi. Bagaimana dengan kebahagiaanmu? Apa kamu bisa bahagia hidup bersamanya meski dia punya banyak kekurangan?"
Aku terdiam, tidak bisa mengelak dari pertanyaan itu. Dalam hati, aku merasakan ketidakpuasan yang semakin menggerogoti. "Ahmad tau mas, tapi hidup ini keras butuh banyak duit biar hidup gak semakin menderita. Kita harus realistis mas, apalagi gajiku gak seberapa ya syukur-syukur punya istri kaya kan jadinya gak perlu capek-capek kerja banting tulang buat nafkahin dia"
Plak.
"Aw, kenapa tanganku di geplak mas?" tanyaku seketika dengan meringis kesakitan saat mas Abimanyu gak segan-segan menggeplak tanganku begitu kerasnya disela-sela ucapanku."Jangan berpikiran sempit mad! Uang bukan segalanya," tegurnya.
"Tapi segalanya butuh uang Mas," belaku yang segera dihadiahi jitakan keras di kepalaku.
"Ucapanmu gak salah sih Mad, tapi pemikiranmu salah besar. Dia itu istrimu, wajib kamu beri nafkah lahir dan batin bukan malah kamu seenaknya porotin dia."
Aku mengerutkan dahi, menahan rasa sakit di kepalaku. "Bukan morotin ya mas, tapi aku mau berpikir secara realistis saja"
Mas abi nampak geram, kedua tangannya ia kepalkan dengan sempurna. "Sama aja Mad, dia itu perempuan butuh cinta dan kasih sayang. Janganlah kamu malah mau memanfaatkannya, kasihan. Dia gak pengen loh seperti itu. Mas yakin, dia berharap bisa mendapatkan cinta yang tulus bukan cuma mau hartanya saja"
"Tapi Mas, dia juga punya kekurangan. Apa aku harus terus-terusan memakluminya?"
"Memaklumi dan menerima itu dua hal yang berbeda, Mad. Kamu bisa menerima dia dengan segala kekurangan, tanpa melupakan dirimu sendiri. Apa kamu pernah mencoba untuk lebih dekat dengannya?" Mas Abimanyu bertanya, tatapannya serius.
Aku terdiam lagi. Selama ini, aku terlalu fokus pada apa yang orang lain katakan tentang Jingga dan aroma tubuhnya, tanpa memberi kesempatan untuk mengenalnya lebih baik. "Aku belum benar-benar mencobanya, tapi akhir-akhir ini aku sering bersamanya"
"Bagus, sering-seringlah lakukan hal itu."
"Lalu masalah aroma tubuhnya? Kenapa ya mas kok dia bisa-bisanya gak mencium aroma bau tubuhnya yang masyaAllah, pengen muntah sekali rasanya" keluhku prustasi.
Mas Abi tertawa dengan beberapa kali menepuk pundakku. "Itu namanya olfactory fatigue, yaitu ketika indera penciuman manusia sudah terbiasa mencium dan mengenali jenis bau tertentu. Saking seringnya, jadinya reseptor bau di hidung kelelahan dan pada akhirnya berhenti mendeteksi jenis bau tersebut. Ini berlaku juga saat kamu berusaha mencium bau badan kamu sendiri Mad."
"Oh, pantesan ya emak, bapak sama aku gak begitu terganggu dengan baunya, rupanya hidung kami kelelahan ya?" tanyaku dengan kekehan.
Mas abi mengangguk. "Indera penciuman bisa saja lelah oleh bau yang tidak asing dan akhirnya hidung berhenti mendeteksinya"
"Terus penyebab bau badan itu apa saja selain gak mandi? Soalnya Jingga setiap hari mandi kok mas, apa yang salah ya?"
"Selain keringat, faktor hormon, stres atau bawaan penyakit juga bisa berpengaruh mad. Kami harus cari tau lebih lanjut, nanti konsul sama teh Ayu deh."
"Ah enggak ah, kalau konsul sama dia harus keluarin duid dulu" tolakku tegas.
Mas abimanyu terkekeh pelan. "Adek sama kakak, sama aja. Sama-sama mata duitan"
"Loh, gak salahkan?"
.
.
.
Hallo teman-teman, terimakasih banyak ya udah setia baca cerita gaje ini😊🥰🥰
Fyi, jangan bosan buat nunggu up ya tapi maaf agak slow up🙏
Kalau mau cepat, kalian bisa baca di apk goodnovel ya. Disana up setiap hari, doble up lagi huhu🔥🔥🔥

KAMU SEDANG MEMBACA
Istriku Juragan Jingga
RomanceAhmad, seorang pria sederhana yang sudah berkali-kali mengalami kegagalan dalam tes CPNS merasa begitu prustasi dan terdesak. Dalam keputus asaannya ia mengucapkan sebuah nadzar sebagai tantangan untuk dirinya, jika saat ia masih saja tidak lulus d...