Tepat pukul tiga pagi aku baru kembali ke rumah. Nampak suasana hening menyelimuti, namun saat kaki ini melangkah menaiki tangga. Telinga ini mendengar sayup-sayup suara seseorang yang tengah melantunkan ayat suci al-qur'an.
Suaranya begitu lembut, adem terdengar di telinga. Semakin langkah ini mendekati kamar, semakin jelas pula suara itu terdengar. Sudut bibirku tersenyum, saat hati ini menebak siapa pemilik suara seindah ini. Tentu saja, penghuni kamarku. Yap, istriku. Jingga.
Clek
Pelan aku memutar knop pintu, membuka pintu perlahan. Mata ini seketika tertuju pada punggung yang setengah bergetar membelakangi, suaranya terdengar begitu jelas nan khusu.Aku melangkah pelan menuju ranjang agar tidak mengganggu ke khusuannya lalu ku rebahkan tubuh ini dengan menghadap kearahnya yang masih tak menyadari kehadiranku.
"MasyaAllah, maka nikmat mana lagi yang engkau dustakan" gumamku tak luput memandangnya.
Sejenak aku bersyukur memilikinya, emak benar. Jingga orang yang shalihah, selama aku bersamanya aku tak pernah melihat dia melewatkan kewajiban dan sunah-sunah yang diperintahkan di agama kami tapi aku masih heran dengan gaya penampilannya yang tidak berkerudung, bukannya itu juga salah satu kewajiban seorang muslimah?
"Akang darimana saja? Jingga nyariin kok gak ada, ini penghuni rumah pada kemana kok sepi. Kamar emak sama kamar tamu yang diisi teh Ayu juga terbuka begitu saja. Pas jingga lihat, kok pada gak ada, cuma tersisa anak-anak di kamar emak yang tertidur lelap" cerocosnya yang entah sejak kapan mengetahui kehadiranku di ranjang ini.
"Rumah sakit," jawabku singkat.
"Hah, siapa yang sakit?" tanyanya panik dengan berbalik menghampiriku, kemudian ia duduk di tepi ranjang tepat di sampingku.
Aku memijat pelipis pelan, sebelum menjawab. "Teh Ayu, dia kehabisan cairan. Dari semalam muntah-muntahnya gak berhenti," jelasku.
Ia manggut-manggut. "Efek hamil muda ya kang? Bawaan bayinya ya?"
"Iya," ketusku. Perlahan mata ini ku pejamkan, tidur yang terganggu membuat rasa pusing di kepala muncul begitu saja apalagi tadi lupa tidak memakai jaket, padahal angin malam ini begitu tajam. Dinginnya menusuk ke tulang-tulang.
"Kang, emm ak-"
"Jangan tanya lagi, saya mau istirahat. Bangunkan nanti jam enam" pintaku cepat memotong pembicaraannya.
Seketika tangan Jingga terulur, memakaikan selimut untukku sampai menutupi dada. Padangan kami sempat bertemu sebentar, bahkan jarak wajah kami terkesan begitu dekat. Namun segera ku alihkan ke sisi lain, pura-pura mengambil satu bantal lagi. Gawat, ini jantungku mengapa sampai berdegup kencang tak karuan. Benar-benar tidak aman ini mah.
"Akang tidur lagi aja, anak-anak biar aku yang jaga. Oh iya, nanti aku bangunkan jam lima saja ya, biar kita bisa shalat berjamaah" ujarnya.
Aku hanya mengangguk, enggan menimpali. Ini Jingga gak ada bosan-bosannya ngajakin aku shalat berjamaah, persis kaya emak. Padahal dia juga tau, aku tidak pernah shalat. Semua penghuni rumah ini juga tahu, bahkan bapak sampai sudah menyerah menasihati.
***
"Huaaaa ... Ibu ... Kakang mau ke ibu... Hiks ... Hikss""Aa juga, ibu dimana? Ayah dimana tante ... Hiks ... Hiks"
"Ibu ..."
Jerit suara tangis yang memanggil-manggil sang ibu membuatku yang baru saja terpejam seketika terbangun, kulihat ke samping rupanya Jingga sudah tak ada di tempat biasa, mungkin dia sudah di kamar tamu. Tempat dimana anak-anak tidur malam ini.
"Tante, kakang mau sama ibu dan ayah ..."
"Sebentar yah, ibu lagi keluar dulu nanti juga kesini lagi. Ini masih gelap, kalian tidur dulu ya"

KAMU SEDANG MEMBACA
Istriku Juragan Jingga
RomansaAhmad, seorang pria sederhana yang sudah berkali-kali mengalami kegagalan dalam tes CPNS merasa begitu prustasi dan terdesak. Dalam keputus asaannya ia mengucapkan sebuah nadzar sebagai tantangan untuk dirinya, jika saat ia masih saja tidak lulus d...