*Jangan lupa untuk meninggalkan jejak, vote dan komennya guys. Terimakasih 💙🍓*
"Aku tidak ingin memaksa Airin, Bu. Airin kemarin hanya lepas kontrol, setelah semua membaik biarkan dia menentukan pilihannya, kita bisa mencari alasan lain." Ucap Seokjin penuh perjuangan. Karena sesungguhnya ia ingin sekali Airin menerima proposal ibunya itu.
"Maafkan Aku, semua ini memang karena salahku. Orang-orang jadi tahu kami memiliki anak, tapi sungguh... Aku belum siap." Jawab Airin.
"Prince sudah besar, dia akan bertanya--"
"Prince akan mengerti nanti, ketika dia dewasa, Bu." Seokjin memotong.
"Maksud kalian? Airin akan pergi lagi dari rumah ini bersama Prince?"
"Aku harus melanjutkan hidupku, Bu, membesarkan Prince. Kami bisa membesarkan dia bersama-sama tanpa harus hidup bersama." Ucap Airin kikuk.
"Oh ok, jadi itu bukti kasih sayang kalian pada cucuku?" Tanya Yejin dramatis.
"Kasih sayang kami akan tetap banyak untuknya. Tapi kami tidak ingin menyakiti satu sama lain," jawab Seokjin sambil menggigit bibirnya, "seorang ibu bisa menjadi seorang ayah juga, tapi tidak seorang ayah. Tidak akan bisa menggantikan tugas ibu, karena itu aku menyerahkan pengasuhan pada Airin, tapi aku pasti menanggung semua nafkah untuk mereka."
Seokjin terpaksa mengatakan itu karena mengingat Airin sangat mencintai Chandra.
Semua diam membisu pada akhirnya. Meskipun Airin mulai menyadari semua berawal dari kelepasan bicara yang dilakukannya.
"Beri aku waktu." Ucap Airin.
"Jangan memaksakan diri, Aku tahu kamu tidak akan pernah bisa mencintaiku. Aku tidak ingin kamu menyiksa dirimu lagi... Menderita karena aku lagi. Mungkin aku sangat bahagia jika menikah denganmu, tapi jika itu menyakitimu, aku tidak bisa." Seokjin mengatakannya dengan sudut mata basah.
Airin memandang Seokjin, terlihat ketulusan di sana. Ada rasa tidak tega, namun apa daya ia terlanjur menyerahkan hatinya pada yang lain.
"Aku harap kalian tidak mengulang kesalahanku, atas dasar mencintai putraku dengan caraku sendiri, aku memaksakan keegoisanku. Yang berujung dengan perginya salah satu dari mereka, jika kalian benar-benar ingin membahagiakan Prince, kalian tahu jawabannya. Bukan keegoisan kalian, Prince hanya butuh orang tuanya lengkap setiap saat. Meski seorang ibu bisa menjadi ayah dalam arti mencari nafkah, tapi seorang anak laki-laki tetap butuh figur seorang ayah yang nyata."
Yejin berdiri meninggalkan Seokjin dan Airin yang sama-sama tertunduk.
Lama mereka saling diam, hanya terdengar nafas mereka dan pikiran mereka terus saling berargumen.
"Jangan memaksakan diri." Seokjin bangkit dan meninggalkan Airin sendiri.
Airin diam cukup lama, hingga ia beranjak dan berjalan berniat ke kamar Prince. Ia kembali menatap pintu kamar Chandra yang ia lewati, lalu masuk dan menatap ruangan itu. Menatap foto yang selalu tersenyum dengan manis di sana.
Tidak terasa air matanya menetes. Kenapa dia harus terjebak seperti ini? Batinnya terus menjerit. Airin duduk di dekat jendela, menatap keluar sambil memeluk foto suaminya. Kenangannya kembali ke masa ketika masih bersama, betapa Chandra selalu membuatnya tertawa, tidak pernah ada air mata. Dan kini ia selalu menangis bahkan seperti tidak kenal tawa, kembali seperti paska kepergian orang tuanya.
Tak terasa segaris senyum terukir di wajahnya sangat mengingat masa-masa bersama Chandra.
"Kamu di sini?" Ken membuyarkan lamunan Airin.