Hari ini telah tiba, Kenzo, anak yang sudah beranjak remaja, akhirnya akan meninggalkan negaranya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Ia berpamitan pada eyangnya serta para saudaranya yang lain, dan tentu saja sambil mendengarkan wejangan-wejangan yang diberikan mereka.
Setelah berpamitan pada yang lain, akhirnya mereka pergi menuju bandara. Hatinya tak sabar untuk menemui sang papa yang berjanji akan mengantarnya. Sesampainya di bandara, matanya mengedar mencari sosok gagah yang selalu dipanggilnya Papa.
"Mama, di mana Papa? Kok nggak kelihatan?" tanyanya.
"Mungkin Papa sedang sibuk, Ken. Kalau tidak sibuk, Papa pasti datang. Dia tidak mungkin bohong sama kamu," jawab Raihana mencoba menenangkan Kenzo yang kini tampak murung.
"Kenapa Papa selalu sibuk, Ma? Padahal dia bukan lagi tentara," ucapnya kecewa.
"Papamu sekarang kan seorang pebisnis, jadi banyak sekali pekerjaan yang tak bisa ditinggalkan," ujar Raihana sambil mengelus pipi anaknya.
Kenzo dan Raihana pun masuk ke dalam pesawat. Dengan wajah murung, Kenzo mengira papanya seakan membohongi dirinya. Setelah mereka duduk di pesawat, Kenzo masih cemas dan sedikit kesal karena dia tidak melihat Papa Alvarez di bandara. Namun, saat pramugari mengumumkan bahwa pesawat akan segera lepas landas, terdengar langkah kaki tergesa-gesa mendekati mereka. Semua penumpang menoleh, dan Kenzo melihat sosok Papa Alvarez berlari memasuki kabin dengan senyuman lebar. Tak lupa para ajudan yang selalu mengikutinya berlari sambil menenteng koper.
"Papa!" Kenzo berteriak, melupakan semua rasa kecewa dan segera berlari menghampiri papanya. Mereka berpelukan erat, seolah tidak ingin melepaskan satu sama lain.
"Maafkan Papa, Kenzo. Tadi Papa ada urusan penting," Alvarez menjelaskan sambil menatap putranya dengan penuh kasih sayang. "Nggak mungkin Papa mengingkari janji."
Raihana yang melihat momen manis itu merasa haru. Dia tersenyum hangat memandang dua laki-laki hebatnya. "Maaf, tadi ada sedikit masalah," ucap Alvarez pada Raihana.
Kenzo yang hanya melirik interaksi sang Papa, dengan cepat-cepat duduk di kursi belakang yang ia tahu adalah kursi sang Papa.
"Eh, jadi Papa duduk di mana ini?" tanya Alvarez heran melihat anaknya.
"Itu, di samping Mama kosong atau mau gantian Om Rifki atau Om Agung yang duduk di sana, Papa di sebelah aku?" ucap Kenzo jahil yang membuat Rifki dan Agung, sebagai ajudan pribadi, mendadak tegang.
"Sudah, kalian duduk di tempatnya!" ucap tegas Alvarez sambil duduk di sebelah Raihana.
Kenzo merasakan perasaan senang yang luar biasa. Suara mesin pesawat mulai berdengung, dan ia melihat keluar jendela saat pesawat lepas landas. Kenzo merasa bersemangat dan beruntung memiliki kedua orang tuanya di sampingnya.
Sesampainya di Amerika, tempat yang akan menjadi rumah keduanya, ia merasa senang akan memulai babak baru dalam hidupnya. Ia memasuki apartemen yang disiapkan papanya dengan semangat.
"Oke, Papa, Mama, aku masuk ke kamar dulu ya!" ucapnya sambil menyeret kopernya.
"Permisi, Pak, koper Bapak mau diletakkan di mana ya?" tanya Rifki.
"Letakkan di kamar sana saja," ucapnya sambil duduk di sofa, dan tentu saja Rifki langsung bergegas pergi.
"Oh ya, Gung, kamar kamu sama Rifki di sebelah sana ya!" ujar Alvarez.
"Mas, ini kamar saya di mana ya?" ucap Raihana kikuk karena yang menyiapkan apartemen ini adalah Alvarez.
"Hm? Tentu saja di kamar saya," ujar Alvarez.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dan Kesetiaan
General FictionTanpa cinta dunia ini hampa dan tanpa kesetiaan cinta itu tidak ada