Alvarez dan Adanan duduk berhadapan di ruang kerja Jenderal Adanan Mahardika. Suasana ruangan terasa mencekam, seolah-olah udara sendiri berat untuk dihirup. Wajah Jenderal itu tetap dingin dan tak terbaca, matanya mengawasi Alvarez seperti elang yang siap menerkam."Jadi," ucap Adanan sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada, "kamu ingin kembali bersama putri saya setelah apa yang terjadi?"
Alvarez menatap Adanan tanpa gentar. " ya saya ingin mengembalikan Raihana ke tempatnya. Di sisi saya, sebagai istri saya."
Adanan tersenyum dingin, tatapannya menusuk. "Kamu tahu, bukan perkara mudah mendapatkan kepercayaan saya lagi setelah semua ini. Apalagi dengan luka yang telah kamu buat untuk keluarga ini"
Alvarez mengepalkan tangan di bawah meja, mencoba mengendalikan emosinya. "Ya saya akan melakukan apapun, jika itu untuk wanita saya!."
Adanan berdiri dari kursinya, lalu berjalan mendekati meja kaca di depan Alvarez, menatapnya tajam. "Baik. Kita buat perjanjian. Kamu harus membuktikan bahwa kamu tak bersalah atas semua tuduhan itu. Tidak hanya itu, kamu juga harus membuktikan bahwa kamu mampu setara dengan saya dalam hal kekuatan, kehormatan, dan prestasi."
"setara?!" tantang Alvarez, suaranya penuh determinasi.
"ya buktikan kalau kamu bisa berdiri di atas kakimu, tanpa bantuan siapa pun. saya ingin melihatmu sukses, sampai orang-orang melupakan masa lalumu sebagai tentara yang dicopot dari jabatannya," Adanan menekankan setiap kata, seolah memberikan beban yang lebih berat pada pundak Alvarez.
Alvarez menatap mata adanan. sebagai seorang jendral ia tak akan gentar. "Baik. Saya terima syarat itu."
Senyum tipis muncul di sudut bibir Adanan. "Ingat, ini bukan sekadar soal uang atau kesuksesan. Kamu harus menjadi pria yang layak mendampingi putriku. Kalau kamu gagal...," Adanan berhenti sejenak, memandang Alvarez dengan mata yang dingin, "jangan harap kamu saya restui."
Seketika, emosi Alvarez meluap. Tanpa sadar, ia meninju meja kaca di depannya hingga pecah berantakan, serpihan kacanya menancap di telapak tangannya. Darah mulai mengalir, tetapi ia tidak menghiraukannya.
"Baik, Jenderal Adanan Mahardika. Saya terima tantangan ini. Saya akan buktikan bahwa saya layak. Saya akan menunjukkan pada Anda bahwa saya akan berjuang demi apa yang saya inginkan!"
Adanan menatap tangan Alvarez yang berdarah dengan dingin. "Ingat kata-katamu itu, Alvarez. Karena ini akan menjadi ujian terbesar dalam hidupmu." sebenarnya pikirannya juga berkecamuk, setelah menatap darah segar yang mengalir dari tangan alvarez
Alvarez hanya mengangguk, lalu berjalan keluar dari ruangan itu tanpa sedikit pun memperlihatkan keraguan di wajahnya. Dalam hati, ia bersumpah bahwa tidak ada yang akan menghalanginya untuk mengembalikan kehormatannya dan Raihana.
Di dalam kamar, Raihana menatap Alvarez yang baru saja tiba dari rumah ayahnya. Saat melihat tangan Alvarez yang penuh dengan luka kering, Raihana terkejut. Tanpa ragu, ia segera mengambil kotak P3K dari lemari dan menghampiri Alvarez yang sedang duduk di sofa kamar mereka.
"Sini, tangannya!" ucap Raihana dengan nada tegas, meski terselip kecemasan dalam suaranya.
Alvarez menatap Raihana dengan perasaan campur aduk. Hatinya masih kacau akibat pertemuan penuh ketegangan tadi, tetapi dalam dirinya juga tumbuh semangat baru. Ia tahu, perjuangan ini akan memberinya kesempatan untuk membawa Raihana kembali ke sisinya, dan hal itu memberinya semangat baru.
Alvarez menghela napas panjang, tatapannya tak lepas dari wajah Raihana. "Pak tua itu memberikan syarat" katanya pelan, suaranya bergetar menahan emosi.
Raihana menatapnya penuh rasa khawatir. "Syarat? Syarat apa?" tanyanya, mencoba menahan kecemasan yang semakin menghimpit.
"dia hanya akan merestui kita jika saya bisa membuktikan diri. saya harus bisa mencapai posisi yang setara dengannya dan membersihkan nama saya dari segala tuduhan," jawab Alvarez, nada suaranya berat, seakan tak kuasa hanya untuk menatap mata Raihana.
Raihana terdiam ia tak tau harus berbicara apa, kepalanya berkecamuk mengingat segala memori Sang ayah dan Alvarez,mata Raihana mulai berkaca-kaca. "Jadi ayah tak merubah keputusan nya?"
"jangan menangis saya mohon. I can't see you cry, walau pak tua itu tak merubah keputusan nya, tapi dia telah memberikan saya jalan untuk kembali padamu" ucapnya
Raihana menunduk, air matanya jatuh. " mengapa jika tentang saya, kamu bisa berbuat apapun mas?!" ucap Raihana heran tak mengerti
"Karena itu kamu!, saya tak bisa menyebutkan hal lain, tak ada wanita yang pantas untuk saya perjuangan kan selain dirimu!" ucap Alvarez sambil menatap dalam raihana
Alvarez mengusap air mata di pipinya dengan lembut. "Ini bukan sekadar tentang restu, Raihana. Ini tentang kehormatan, tentang memperjuangkan orang yang kucintai,kamu.I will work hard, I will prove to the world that I deserve to be by your side, no matter how hard the road is.saya berjanji, saya akan berjuang untuk kembali"
Raihana menatap Alvarez dengan mata yang penuh harapan dan ketakutan. "mas, I believe you but, saya juga takut... saya takut melihatmu berjuang sendirian seperti ini."
Alvarez menarik Raihana dalam pelukannya, mengusap lembut punggungnya untuk menenangkan hatinya. "Kamu tidak perlu takut, selama akhir perjuangan saya adalah kamu apapun itu saya lakukan." sejujurnya Alvarez juga gelisah hatinya tak menentu
Dengan air mata mengalir di pipinya, Raihana berbisik, "saya akan menunggumu, mas.
Alvarez mengangguk dengan penuh keyakinan. " saya dapat pastikan akan kembali untukmu. Dan saat itu, saya akan membawamu berdiri di sisi saya dengan kebanggaan dan kehormatan yang lebih besar dari sebelumnya."
keheningan malam dan bintang menjadi saksi akan perjanjian, tak ada yang tau takdir apa yang akan terjadi kembali.
•
•
•
.
“Ketika aku melihatmu terluka, hatiku juga terluka, tetapi rasa kecewa ini lebih menyakitkan daripada segala luka fisik yang pernah ku alami” -Adanan Mahardika
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dan Kesetiaan
Fiksi UmumTanpa cinta dunia ini hampa dan tanpa kesetiaan cinta itu tidak ada