berapa waktu yang lalu sang sahabat dari negeri sebrang menelponnya setalah tau kejadian yang menimpa, dengan dukungan keluarganya Alvarez memantapkan diri untuk pergi ke Yordania memulai semuanya dari awal.
Alvarez berdiri di depan Raihana, hatinya dipenuhi rasa berat yang tak terucapkan. Sudah semalaman suntuk yang ia habiskan memikirkan langkah ini. Di luar, hujan rintik-rintik menyentuh bumi, menciptakan suasana sendu yang seolah mencerminkan perasaannya saat ini.
"han," ia memulai, suaranya bergetar. Ia menatap mata Raihana yang selalu memancarkan keteduhan, berusaha menemukan ketenangan untuk dirinya. "saya sudah memutuskan untuk ke Yordania."
Raihana tertegun, seolah kata-katanya menyentuh jiwanya. "ini untuk keluarga kita atau untuk janjimu pada ayah?" tanyanya, suaranya bergetar menatap prianya.
"Keduanya, saya harus melaksanakan kewajiban untuk menafkahi mu dan Kenzo juga harus sekolah, saya ingin memberikan yang terbaik untuk keluarga kita apalagi kenzo."ucapnya
Raihana menunduk, berusaha menahan air mata yang menggenang. "Tapi, Bagaimana jika kamu tak kembali?" Raihana benar benar takut jika Alvarez tak kunjung kembali mengingat pertengkaran nya dengan sang ayah yang begitu hebat apalagi omongan dari masyarakat
Hati Alvarez hancur mendengar ketakutan di suara Raihana. "tidak saya akan kembali, demi kamu demi negara yang sangat saya cintai ini, saya akan pulang rumah saya disini bukan di tempat lain" jawab Alvarez sambil memeluk erat Raihana yang kini teridiam sendu
Alvarez berdiri di ambang pintu, hati terasa penuh. Di belakangnya, Raihana berdiri dengan air mata yang tak tertahan, sementara di depannya, Kenzo, yang kini beranjak remaja, berdiri dengan tatapan bingung.
"Papa mau pergi jauh, ya?" tanya Kenzo, suaranya pelan namun penuh kepastian. ia tau segala masalah keluarga nya, Alvarez menunduk, matanya melihat Kenzo yang kini memiliki paras yang rupawan. Dalam sekejap, semua kenangan indah bersama Kenzo kembali mengalir dalam pikirannya, hari dimana Kenzo berada di dalam kandungan, saat dimana Kenzo lahir, saat ia mulai memanggil nya denga kata "papa" dan Begitu banyak memori lainnya, hatinya sakit, saat sadar begitu banyak waktu terbuang untuk Sang anak.
"Papa harus pergi sayang, kamu jaga mama ya" jawab Alvarez, suaranya berat. "kamu bisa menghubungi papa kapan pun kamu mau, dan papa juga akan mengunjungi mu, kita akan selalu bercerita untuk segala hal"
Kenzo menggigit bibirnya, matanya ia edarkan kearah lain berusaha menahan tangis. "pa apa ini semua karena eyang?" tanyanya, suara kecilnya mengandung rasa sakit yang mendalam. Mendengar itu, hati Alvarez seakan diremas. Alvarez tak menduga Keta kata itu akan keluar dari Kenzo, Ia ingin memeluk anaknya dan melindunginya dari segala kesedihan. seharusnya Alvarez yang menjadi tameng untuk Sang anak, namun kini anaknya harus merasakan kepedihan.
Alvarez mengusap pipinya yang basah karena air mata yang begitu saja turun, lalu memegang bahu Tegap sang anak "hey hey, siapa bilang begitu? eyang itu orang baik tidak mungkin tentara itu jahat kan?"
Kenzo mengangguk pelan, meski air mata mulai mengalir di pipinya."papa janji akan mengantarkan ku ke Amerika?" tanyanya lagi,setelah mengingat ia akan pergi juga meninggalkan negara ini untuk bersekolah
"iya Papa janji, papa juga akan berusaha sering mengunjungi Kenzo disana ya, dan jika kamu perlu apapun telfon papa kapan pun itu " Alvarez mencoba tersenyum, meskipun hatinya berat. Ia merasa seperti meninggalkan sebagian dari dirinya di sini, di pelukan anaknya.
"dengar, You are our pride and also the most beautiful gift presented to us, kamu adalah kekuatan papa jadilah dirimu sendiri Jangan pikirkan orang lain, live for yourself let the pain you get give to me, jadilah versi terbaik dirimu, papa akan selalu bangga untuk segala pencapaian mu" ucapnya sambil memeluk erat kenzo
Setelah berpamitan dengan Kenzo, Alvarez beralih ke Raihana. Dengan penuh kasih, ia menarik Raihana ke dalam pelukan, berharap bisa menyimpan momen ini dalam ingatan. " kamu harus sering sering ke sana, bukan hanya Kenzo yang butuh kamu papanya juga lebih butuh." ucapnya Alvarez selalu saja bisa mencairkan suasana
Malam harinya, Eric, sahabat sekaligus mantan ajudan pribadi sang mertua, datang menghampiri Alvarez.
"Yakin akan keputusanmu?" tanya Eric sambil menyandarkan punggungnya ke dinding.
"Ya, bagaimana lagi? Saya harus menafkahi keluarga, kan? Uang pensiunan tentara mana cukup?" ucap Alvarez, diikuti gelak tawa dari mereka berdua.
"Saya tidak percaya, Tuan Muda Navrendra! Kakeknya seorang bankir, orang tuanya profesor, dan menantu presiden kesulitan keuangan?! seperti nya dunia lagi kacau deh," Eric menanggapi sambil menggelengkan kepala.
"Iya, dunia saya yang kacau. Apalagi?" balas Alvarez sambil melempar pena yang tadi digenggamnya, disambut tawa menggelegar dari Eric.
"Al, bagaimana urusan pak tua itu?" tanya Eric, mulai membicarakan hal serius.
"Ya, bagaimana lagi? Dia tetap pada pendiriannya," jawab Alvarez sambil menatap bingkai foto yang menunjukkan dirinya dengan sang mertua yang saat itu mengenakan seragam tentara.
"Saya akan selalu bersamamu. Segala keputusan yang kamu ambil, tenang saja, ada saya di belakangmu," ucap Eric, menatap Alvarez dengan penuh arti.
Alvarez terdiam mendengar kata-kata tersebut, sahabat sekaligus abang bagi dirinya. Namun, setelah sejenak hening, Eric menyelipkan senyuman nakal.
"Tapi, Al, ingat! Kalau kamu butuh uang tambahan, aku punya satu rencana."
Alvarez mengangkat alisnya. "Rencana apa itu?"
Eric menggaruk kepala. "Kita bisa jadi Artis kan wajah kita tampan nih apalagi saya yang selalu di kejar kejar wanita"
Mereka berdua tertawa terbahak-bahak, membayangkan diri mereka yang harus selalu tampil modis di depan sorotan kamera, kalau soal tampang mah mereka yakin seratus persen akan lolos, siapa sih yang bisa menolak pesona halo dek premium.
"Setidaknya, kita bisa terkenal kan uangnya bisa kita beli kopi tuh," tambah Eric, masih terpingkal-pingkal.
Alvarez menggelengkan kepala sambil tersenyum, merasa lebih ringan setelah perbincangan itu. "Kalau itu cara untuk mendapatkan uang, mungkin harus dipertimbangkan juga bagaimana wanita kita, akan mengamuk nantinya"
Dan malam itu, gelak tawa mereka menggema di ruang kerja, menandai sebuah keputusan baru yang dihadapi Alvarez, dikelilingi oleh persahabatan dan kehangatan.
•
•
•"Akankah rumah itu akan terangkai kembali, jika manusia manusia nya saja pergi?" -Kenzo Nugraha Navrendra
*yang mau masuk saluran bisa di link ini ya, atau bisa juga cek komentar*
https://whatsapp.com/channel/0029VajUxDs1yT2HT86z191k
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dan Kesetiaan
General FictionTanpa cinta dunia ini hampa dan tanpa kesetiaan cinta itu tidak ada