~ •46• ~

1.4K 90 12
                                        

Apakah takdir yang rahasia itu kini sudah bukan rahasia lagi?

Delapan bulan, 13 hari dan 14 jam.

Takdir yang tertulis pada Ayanha. Hari kematian yang tertera jelas di layar, hari dimana ia akan dibunuh oleh seseorang yang tak kalah mampu membuatnya seolah tak bernafas detik itu juga. Air matanya menetes tanpa sengaja. Badannya masih kaku seakan tak bisa digerakan.

Semuanya berjalan baik pada monitor yang menampilkan masa depannya. Kecuali pada monitor terakhir di mana semuanya berubah.
Akankah ia harus mempercayai itu semua? Ataukah memilih abai terhadap gambaran masa depannya.

Ayanha menarik nafas dalam. "Delapan bulan 13 hari dan 14 jam. Apakah hidupku sesingkat itu?" Ayanha terkekeh miris.

Ayanha bergerak menyentuh layar monitor di mana ditampilkan peristiwa kejam pada hidupnya. "Gerhana? Apa kamu setega itu, hingga menjadi pelaku pembunuhanku di masa depan." pandangan Ayanha kosong.

"Entah apa penyebabnya hingga kau akan membunuhku nanti. Di layar ini hanya tertera enam bagian penting pada siklus kehidupanku. Apakah aku bisa merubah takdir? Apakah Gerhana akan setega itu padaku?" monolog Ayanha terkekeh.

"Sebaiknya hal ini tetaplah rahasia. Entah apakah akhirku memang akan seperti itu ataupun tidak. Tapi Gerhana, sebaiknya aku tidak sedekat itu dengannya." Ayanha menyeka air matanya, memasang senyum terbaiknya lalu melangkah keluar dari mesin masa depan itu.

Media banyak menyoroti dirinya. Ekspresi orang-orang seakan bertanya apa yang ia ketahui terkait masa depannya, ataukah apakah mesin itu memang bekerja sebagaimana mestinya. mereka menanti pernyataan Ayanha, sedangkan ia mati-matian mempertahankan senyum palsunya.

Kamera menyoroti wajahnya dengan berbagai alat perekam serta pengeras suara yang diarahkan padanya. "Bagaimana gambaran masa depan Anda? Apakah mesin itu bekerja dengan baik? Ataukah mesin itu memang secanggih itu." pertanyaan itu membuat Ayanha merenung.

"Kamera pikiran itu bekerja dengan sangat baik, itu adalah teknologi paling maju dan canggih semuanya bekerja dengan baik. Dan kalian penasaran bukan dengan gambaran masa depanku? Masa depanku yang ditampilkan pada kamera itu sangat baik. Aku akan hidup dan mati saat usia 80 tahun bukan delapan bulan lagi. Aku akan memiliki suami, anak, bahkan cucu, semuanya berakhir bahagia." tutur Ayanha menjelaskan.

"Apakah Anda yakin bahwa apa yang Anda lihat itu benar-benar masa depan Anda nantinya."

Ayanha tersenyum. "Entahlah hanya waktu yang akan menjawabnya. Dan bila semua yang ku lihat adalah kenyataannya, maka akan seperti itulah takdirnya."

Harusnya Ayanha tak usah penasaran dengan masa depannya. Harusnya ia tak usah mendahului takdir, harusnya dia tak usah mencoba alat itu, harusnya dan harusnya.
Ayanha menangis dalam diam dibalik ruangan toilet itu. Sungguh dia takut, apakah yang ia lihat adalah takdir yang memang akan terjadi padanya atau bukan.

Acara Hari ini telah selesai dengan beberapa mekanisme yang ditawarkan. Bahwa alat itu masih inklusif dan hanya ada di IGT. Orang-orang yang ingin mengetahui masa depannya harus membayar mahal untuk itu sebelum alat itu di produksi secara besar-besaran dan lebih efisien.

Setelah keluar dari toilet tangan Ayanha Tiba-tiba ditarik oleh seseorang. Dia memandang Ayanha dengan raut tak terbaca.
"Bahkan aku yang merupakan penggagas alat itu masih berpikir dua kali untuk mencobanya. Dan kau? Kau mencobanya tanpa pikir panjang Ayanha." komentar Dmitriev.

"Ayolah Dmitriev, tanpa orang-orang yang berani mencoba alat itu apakah kau bisa mengembangkannya?"

"Apa yang kau ketahui?"

University WarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang