ꕥ Rindu mana lagi yang terbuang percuma, biar aku yang memungutnya ꕥ
"Aku bukannya menyerah atau pasrah terhadap takdirku. Lagipula siapa yang akan menjamin jika yang ada di kamera pikiran itu adalah memang masa depanku nantinya."
"Aku hanya berjaga-jaga jika semuanya terjadi setidaknya aku pergi tanpa penyesalan." lanjut Ayanha.
"Persetan dengan itu. Kau yang terlalu penasaran Ayanha! dan sekarang lihat akibatnya? Hidupmu dipenuhi bayang-bayang kekhawatiran." Helena ingin sekali memaki Ayanha atas kebodohannya.
"Aku bercerita pada kalian untuk meminta pendapat bukan makian." ungkap Ayanha.
Helena menangkup bahu Ayanha "Dengar ini, kematian adalah rahasia dan itu bukan tanpa sebab. Andai kata semua umat manusia mengetahui kematiannya niscaya sehari pun mereka tidak akan bisa tidur dengan nyenyak. Itu sebabnya kematian dirahasiakan. Dan dengan tidak tau dirinya umat manusia menciptakan kesengsaraan mereka sendiri."
"Ayanha, apa yang seharusnya menjadi rahasia biarlah seperti itu dan jangan sekali-kali menembus dimensi yang hanya dapat dijawab oleh waktu. Sebab, kau yang akan hidup dalam kesengsaraan."
"Apa yang dikatakan Helena memang benar. Kau terlalu nekat Ayanha, kau tidak memikirkan apa konsekuensi tindakan bodohmu itu." Vivara menambahkan.
"Apa kalian tidak mengerti sudut pandang ku? Aku merasa jika seseorang mengetahui masa depannya, dia lebih bisa mempersiapkan diri untuk mencapai kebahagiaan, harapan, dan waktu bersama orang yang mereka sayangi." ucap Ayanha.
"Setidaknya tidak ada penyesalan, tidak ada lagi hal yang harusnya ku lakukan namun tidak kulakukan, sehingga pada akhirnya aku menyesal dalam diam. Setidaknya aku tidak menyaksikan penyesalan ku pada seseorang." lirih Ayanha.
"Kau merasa menyesal karena membiarkan Angkara dan Selatan mati? kau tidak bisa melakukan apapun walaupun kau ingin. Kau merasa berdosa, menyesal dan putus asa lalu kau ingin mengubah masa depanmu nantinya karena kau telah mengetahui nya. Benar begitu Ayanha?" David angkat bicara.
"Tell me. Andai kata kamera pikiran itu sudah ada sejak kita masih di Genius high school lalu kau menggunakannya dan masa depanmu yang tergambarkan adalah bahwa kau akan melihat kematian dia rekanmu. Apa kau mampu merubah takdir? Apakah Angkara dan Selatan masih hidup hingga saat ini? Ataukah mereka seharusnya berada diantara kita saat ini?"
Ayanha diam. Kejadian kelam itu kembali terungkit, David benar. Apakah dia memang mampu merubah takdir menjadi lebih baik nantinya? Apakah dia mampu mengubah kehidupannya. Semua yang mereka katakan benar.
"Kau tidak mampu menjawabnya. Kau tahu alasannya? Itu karena kau menggunakan perasaan saat kau memutuskan untuk mencoba mesin itu. Kau mengesampingkan logika dan pikiran. Padahal kau sendiri adalah peringkat kedua triangle hierarchy, namun itu hilang saat perasaanmu mendominasi." ungkap David.
"Apa yang harus aku lakukan?" Ayanha menatap mereka semua.
"Jalani hidupmu sebagaimana mestinya. Seolah kau tidak mengetahui apapun, lakukan hal secara alamiah tanpa kau buat-buat hanya karena merasa kematian mu sudah dekat." Helena menjawab.
"Jangan bertingkah aneh, hindari emosi takut dan khawatir. Kebaikan selalu menyertai mu." ucap Vivara.
"Dan yang terpenting. Hindari seseorang yang bernama Gerhana."
"Kita tidak tahu dia sebenarnya baik atau jahat. Semua orang berpotensi untuk menjadi penjahat dan kau harus waspada." peringat Helena.
Ayanha tersenyum hangat. "Aku bisa apa tanpa kalian."
"Kami menyanyangi mu, sangat."
________
Selama tiga bulan terakhir hidup Ayanha berjalan seperti biasanya. Tidak ada masa depan yang ia pikirkan. Tidak ada hari tanpa ia ketempat peribadatan dan tidak ada hari tanpa ia tersenyum. Hal yang harus ia syukuri adalah berita satu bulan lalu di mana mesin masa depan itu diberhentikan.
Alasannya cukup sederhana karena alat itu dianggap belum sempurna dan banyak kekurangan dan mendorong persepsi bahwa hasil alat itu adalah tidak nyata. Sehingga pihak IGT menarik izin produksi dengan alasan sedang melakukan pengembangan lebih lanjut dan akan kembali dengan versi paling baik.
Namun pertanyaannya adalah apakah Ayanha masih percaya pada takdir itu? Apakah ia masih harus menghindari Gerhana? Apakah ia akan dibunuh oleh salah satu orang yang menurutnya menjadi salah satu teman dekatnya. Ayanha sudah tidak peduli. Benar atau tidaknya takdir itu Ayanha tidak peduli.
Hujan turun begitu lebatnya, jendela kaca bus itu penuh embun dari air hujan yang seakan tidak ingin berhenti. Ayanha sibuk mendengarkan lagu sembari menatap jendela bus, ditangannya terdapat payung kuning yang ia genggam. Bus itu berjalan dengan tenang dan aman.
Sayup-sayup mata Ayanha mulai tertutup menuju ke alam mimpi. Namun itu tidak bertahan saat bus itu tiba-tiba kehilangan kendali dan menabrak salah satu pohon di sisi jalan. Teriakan ketakutan menggema dalam bus itu. Kondisi didepannya ringsek. Untung saja para penumpang masih selamat walaupun terbentur kursi-kursi di depannya.
Ayanha meringis memegangi kepalanya yang terasa sakit. Ia yakin itu pasti membiru. Orang-orang berbondong-bondong keluar dari bus itu akibat asap yang keluar dari depan mobil itu. Ayanha membuka payungnya saat dia keluar dari bus. Hujan masih sangat deras dan para penumpang bus itu berlari menjauhi bus.
Ayanha berjalan kearah yang berlawanan. Dia ingin berjalan saja rasanya. Matanya menatap jalanan yang basah dan tunggu, rasanya ia menginjak sesuatu.
"Paku?"
"Kenapa ada paku di sini?" Ayanha dapat melihat bukan hanya satu tapi ada beberapa paku yang bertebaran di jalan itu. Dia segera berlari menuju bus itu.
Kondisi bus itu cukup ringsek dibagian depan dan kapnya sudah tidak mengeluarkan asap seperti tadi, ini mungkin efek hujan yang sangat deras. Satu persatu Ayanha memeriksa ban bus itu dan benar ada setidaknya 3 sampai 5 paku yang menempel di ban depan bus itu.
"Apa ini kecelakaan yang di sengaja?" Dia segera berdiri, dan Ayanha dihadapkan pada seseorang berpakaian hitam yang berdiri tepat di depannya. Ayanha tidak dapat mengenali wajah orang itu lantaran tertutup topi dan masker.
Pandangan mereka bertemu dibawah guyuran hujan itu. Ayanha melihat sebuah botol yang dapat ia simpulkan itu adalah cairan bensin. Sedang apa orang ini?
"Kau! Sedang apa?" Ayanha berteriak namun orang itu malah lari. Mau tidak mau Ayanha mengejarnya dia melemparkan payungnya ke sembarang arah.
"Berhenti!" orang itu semakin jauh, dengan sekuat tenaga Ayanha mengejarnya. Ayanha menarik kerah baju orang itu. Terjadi aksi saling memberontak disini, dengan sekuat tenaga Ayanha menarik masker yang dikenakan oleh manusia misterius di depannya ini, saat Ayanha berhasil membuka penutup muka orang tersbeut hal itu dibarengi dengan bunyi pecahnya botol bensin di tangan orang tersebut. Cairannya merembes kemana-mana.
Waktu seakan berhenti saat itu juga, nafas Ayanha tercekat, tubuhnya kaku dan spontan ia mundur. Matanya seakan tak bisa berkedip.
Memandangi sosok misterius tadi.
"A-angkara."
_______TBC_______
KAMU SEDANG MEMBACA
University War
Fanfic𝚂𝚎𝚚𝚞𝚎𝚕 𝙶𝚎𝚗𝚒𝚞𝚜 𝚑𝚒𝚐𝚑 𝚜𝚌𝚑𝚘𝚘𝚕. 𝙳𝚒𝚜𝚊𝚛𝚊𝚗𝚔𝚊𝚗 𝚖𝚎𝚖𝚋𝚊𝚌𝚊 𝙶𝚎𝚗𝚒𝚞𝚜 𝙷𝚒𝚐𝚑 𝚂𝚌𝚑𝚘𝚘𝚕 𝚝𝚎𝚛𝚕𝚎𝚋𝚒𝚑 𝚍𝚊𝚑𝚞𝚕𝚞. 𝓤𝓷𝓲𝓿𝓮𝓻𝓼𝓲𝓽𝔂 𝓦𝓪𝓻 Hari pertama memasuki universitas Ayanha mendapatkan banyak hal-hal...
