ꕥ Takdir mana lagi yang harus kupercaya? Saat diriku sendiri bahkan sulit dipercaya ꕥ
"A-angkara."
Ayanha tidak mungkin salah lihat. Dia ingat persis wajah Angkara seperti apa walaupun sudah tiga tahun berlalu. Tapi bagaimana bisa dia sekarang berdiri di hadapannya dalam kondisi baik-baik saja. Ayanha menyaksikan langsung kematian Angkara dan dia menyaksikan langsung pemakamannya.
Tapi apa ini? Siapa orang ini? Siapa dia? Bagaimana bisa Angkara masih hidup? Apa sebenarnya yang terjadi.
Bahkan dibawah guyuran hujan deras sekalipun, Ayanha tetap memandangi sosok itu. Dia manusia, dan dia Angkara.
"Kau siapa?" tanya Ayanha.
"Ay? Kau melupakan ku." balas Angkara.
Ayanha mundur perlahan "Kau bukan Angkara! Jangan berpura-pura menjadi dia!" Ayanha berteriak bersamaan dengan tangisnya yang keluar.
"Ay, ini aku. Angkara." Angkara berjalan menghampiri Ayanha.
"Jangan mendekat kumohon. Jangan berpura-pura menjadi dia. Siapapun kau tolong jangan berpura-pura" Ayanha memohon pada orang itu. Air matanya mengalir deras dirinya jatuh bersimpuh. Menangkupkan kedua tangannya untuk memohon.
"Kau sudah melupakan ku. Tiga tahun yang lalu, apa kau tidak mengingat semuanya? Hal indah yang kita pernah lakukan."
Ayanha menutup rapat telinganya ia tidak ingin mendengarkan apapun.
"Kau bukan Angkara. Kau bukan dia. Siapa kau? Apa tujuanmu." Ayanha memandangi orang itu. Sosok Angkara itu menangkup bahu Ayanha.
"Ini aku, sungguh." ucapnya yakin.
Tangis Ayanha semakin pecah. "Aku mohon siapapun kau. Pergilah."
"Kau tidak percaya bahwa ini adalah aku. Aku Angkara, Angkara yang sama tiga tahun lalu."
"BOHONG! DIA SUDAH MATI. AKU MENYAKSIKANNYA MATI, AKU MENYAKSIKANNYA MENYATU DENGAN TANAH." Ayanha merasa sangat emosional.
"Lantas siapa kau?" ungkap Ayanha lirih.
"Siapa kau? Angkara bukan penjahat yang menebarkan paku ditengah jalanan agar seseorang celaka. Dia bukan seseorang yang akan membakar bus dengan menumpahkan sebotol bensin. Jawab aku, siapa kau?"
"Kau benar. Angkara bukan penjahat seperti itu. Tapi dia berkhianat pada rekannya sendiri. Dia bersalah pada peristiwa GHS dan dia bersalah pada dirinya sendiri. Apa kau yakin bahwa yang ada didalam peti mati itu adalah Angkara?" ungkapnya.
"Aku melihatnya sendiri bagaimana dia mati karena ulah Ayahnya. Aku melihatnya bagaimana dia kesakitan. Aku menyaksikannya kehilangan nyawa. Dan kau masih mempertanyakan hal itu? Jawab aku siapa kau sebenarnya."
"Ayanha sesuatu yang nampak bukan berarti selalu itu adanya. Kadang akan ada sedikit hal yang tak terduga."
"Tapi ingat ini. Aku ada karena aku binasa." Dia menggerakkan jarinya dan Ayanha terus menatap apa yang dilakukan orang itu hingga bunyi jentikan jari terdengar dan Ayanha perlahan kehilangan kesadaran.
Angkara meninggalkan Ayanha tergeletak di jalanan basah itu seorang diri. Dia berjalan menjauhi gadis itu, Angkara memasang topinya kembali.
"Ay, ay, bangun." suara itu membuat Ayanha sontak terbangun. Nafasnya memburu.
"Apa aku bermimpi?" ungkapnya.
"Kau sedang dirumah sakit sekarang. Seseorang menemukanmu tergeletak di jalanan. Apa yang telah terjadi?" Helena bertanya.
"Jadi aku tidak bermimpi?" lirihnya.
"Apa yang kau katakan? Orang-orang memang sering bermimpi buruk ketika ia demam dan itu bukan masalah." ungkap Helena.
"Dia kembali." lirih Ayanha.
Dahi Helena mengkerut "siapa?"
"Angkara, aku melihatnya tadi dan dia kembali." Ayanha berucap dengan pandangan kosong.
"Kau bermimpi, tidurlah lagi." Helena hendak membuat Ayanha berbaring.
"Dia benar-benar ada Helena. Angkara, aku melihatnya dan dia yang membuatku tergeletak di jalan."
Helena menghela nafas "hipotermia membuatmu berhalusinasi."
"Helena! Aku tidak berhalusinasi. Angkara memang ada, dia menemuiku tadi."
Helena tertawa "Kau sepertinya merindukannya lagi. Tidak apa-apa tapi tolong jangan terjebak pada masa lalu."
"Harus dengan apa aku menjelaskannya." lirih Ayanha.
"Begini, aku memberikan mu pilihan agar tidak terjebak pada masa lalu. Ada Gerhana yang tampan dan merupakan keturunan konglomerat dan dianugerahi otak yang menakjubkan atau kau bisa memilih Dmitriev yang kaya raya lagi tampan dan super jenius."
"Dua orang itu tidak akan membuatmu sengsara, kehidupan mu akan bergelimang harta dan kau akan dianugerahi anak-anak yang rupawan lagi jenius. Ayanha kau memilih salah satunya tidak akan rugi." Helena menjelaskan dengan bahagia.
"Sudahlah, kau akan mengerti saat kau melihatnya sendiri."
Ayanha memutuskan kembali berbaring. Dia ingin merasa itu hanya mimpi tapi ternyata kenyataan jauh lebih pahit. Benaknya masih bertanya-tanya, siapa orang itu? Apa benar dia adalah Angkara. Tapi bagaimana mungkin. Angkara sudah mati tiga tahun lalu.
Rentetan pertanyaan membuat pikirannya kacau. Ayanha pusing dan bingung harus apa ia sekarang. Mesin masa depan yang masih menghantuinya ditambah permasalahan kemunculan sosok yang mirip dengan Angkara itu. Rasanya ia lelah dengan semua ini.
Dua hari berlalu sejak kejadian itu, Ayanha mulai menyibukkan dirinya dengan berbagai kegiatan yang ada di universitas. Hari ini dia akan memilih mengunjungi perpustakaan, belajar, membaca buku dan apalagi kegiatan menyenangkan pikir Ayanha.
Ayanha tersenyum pada Vivara, Helena dan David yang berada didepannya. Kopi yang ada ditangan Helena seketika jatuh ke lantai. Ayanha mengerutkan keningnya ada apa dengan Helena. Dia membalikan badannya. Secara spontan Ayanha membulatkan mata.
"Hi Ayanha." ucap Angkara.
"GHOST!" pekik Helena. Dia terdiam dengan tubuh yang kaku.
"Kau kenapa ada disini? Dan kalian aku sudah memberitahu kalian bahwa dia itu kembali." ungkap Ayanha.
"A-angkara? Itu kau? Bagaimana bisa, maksudku kau telah mati." ungkap Vivara masih tidak percaya.
"Lama tidak berjumpa dengan kalian." ungkap Angkara. Helena seketika kehilangan kesadaran.
Ayanha menghela nafas, dia memerintahkan David untuk membawa Helena pergi. "Kau jangan berlagak pura-pura tidak berdosa setelah membiarkan ku tergeletak di jalanan."
"Maafkan aku."
"Kau lihat, Helena sampai pingsan karenamu. David yang tidak pernah berekspresi itu juga tak kalah terkejutnya saat kau ada disini. Sedang apa kau disini."
"Ayanha, hari ini aku juga menjadi bagian dari University war. Kau tidak ingin menyambutku?" Angkara merentangkan tangannya.
"Siapa kau?" bukan Ayanha melainkan Vivara yang berbicara.
"Vivara, kau masih sama seperti dulu." ucap Angkara.
"Kami bukan orang bodoh yang bisa kau bohongi. Hal-hal yang diluar akal normal tidak bisa kami telan mentah-mentah. Kami adalah mahasiswi genius University war, tidak ada gunanya berbohong pada seseorang yang memiliki IQ diatas rata-rata." Vivara berucap.
"Jadi siapakah tuan yang mengaku sebagai Angkara ini?"
"Cerdas, kalian memang tidak bisa dibohongi. Akan Kuperkenalkan diriku dan tujuanku."
"Perkenalkan, Angkasa Cardiff Ocean saudara kembar Angkara Cardiff Ocean. Tujuanku adalah membalaskan dendam pada kalian semua atas kematian Angkara."
______TBC______
KAMU SEDANG MEMBACA
University War
Fanfiction𝚂𝚎𝚚𝚞𝚎𝚕 𝙶𝚎𝚗𝚒𝚞𝚜 𝚑𝚒𝚐𝚑 𝚜𝚌𝚑𝚘𝚘𝚕. 𝙳𝚒𝚜𝚊𝚛𝚊𝚗𝚔𝚊𝚗 𝚖𝚎𝚖𝚋𝚊𝚌𝚊 𝙶𝚎𝚗𝚒𝚞𝚜 𝙷𝚒𝚐𝚑 𝚂𝚌𝚑𝚘𝚘𝚕 𝚝𝚎𝚛𝚕𝚎𝚋𝚒𝚑 𝚍𝚊𝚑𝚞𝚕𝚞. 𝓤𝓷𝓲𝓿𝓮𝓻𝓼𝓲𝓽𝔂 𝓦𝓪𝓻 Hari pertama memasuki universitas Ayanha mendapatkan banyak hal-hal...
