41. CERMIN YANG RETAK

794 98 15
                                    

selamat datang dan selamat membaca semua! semoga suka❤️

───

HAPPY READING

───

41. CERMIN YANG RETAK

•••

Belum selesai dengan satu masalah, sekolah kembali gempar dengan unggahan di laman sekolah. Isinya sederhana tapi menghebohkan. Foto seorang gadis berinisial RGA sedang makan di sebuah restoran bersama seorang pria paruh baya. Tak butuh waktu lama bagi para siswa untuk menyadari bahwa gadis itu adalah Rana. Namun, pertanyaan yang terus berputar di kepala semua orang adalah siapa pria itu?

Karena berita itulah, Rana disambut dengan tatapan tak mengenakkan dari segala penjuru kantin. Setiap sudut terasa seperti panggung penghakiman, penuh dengan bisikan yang seolah menggema di telinganya. Suasana riuh bukan oleh canda tawa biasa yang biasanya terdengar, melainkan oleh komentar-komentar pedas diarahkan kepadanya.

"Inisial RGA yang di bahas itu dia 'kan?"

"Iya, itu dia ternyata simpenan om-om!"

"Ewh, it's so disgust!" 

"Semiskin apa sih dia sampe mau jadi simpenan om-om? Kira-kira di bayar berapa per-malem?"

"Ternyata kelakuannya nggak sepolos mukanya."

Tawa mereka meledak semakin keras, sementara beberapa siswa mulai terang-terangan menunjuk Rana dengan tatapan merendahkan. Beberapa di antaranya bahkan memandanginya seperti sedang menyaksikan lelucon yang menghibur.

Rana masih mematung di tempatnya. Tubuhnya terasa sangat kaku, seperti ada beban tak terlihat yang menahan untuk bergerak. Rana ingin beranjak pergi dari sana, keluar dari situasi memalukan ini, tapi tubuhnya tidak mau bekerja sama. Pandangannya mulai kabur, seolah semua di sekelilingnya memudar, hanya menyisakan suara-suara yang menusuk telinga.

Tajam, menghina, penuh penghakiman.

Di dalam hatinya, Rana mencoba meredakan gemuruh emosinya. Ketakutan yang mencengkeramnya bukan berasal dari tatapan-tatapan penuh penghakiman ini.

Ketakutannya lebih besar dari itu.

Berita itu—foto itu—bisa saja menghancurkan reputasi Pramariz. Jika semua orang tahu pria yang ada di dalam foto itu adalah Pramariz, implikasinya akan jauh lebih buruk. Tidak ada seorang pun yang tahu rahasia itu. Bahwa Pramariz, yang begitu dihormati di lingkungan profesionalnya, sebenarnya adalah ayah kandung Rana. Semua orang belum tahu tentang kebenarannya.

Bisikan-bisikan itu terus berlanjut semakin keras, bergema seperti palu godam di telinganya. Tatapan-tatapan menusuk dari setiap sudut di kantin terasa seperti ribuan duri tajam yang mencabik-cabik pertahanannya.

Di sisi lain, Samudera mengamati semuanya dengan rahang yang mengeras. Menyaksikan bagaimana Rana menjadi pusat perhatian yang tidak diinginkan, dan itu membuat darahnya mendidih. Tangan Samudera mengepal erat, urat-urat di lengannya tampak tegang. Napasnya memburu, menahan amarah yang semakin sulit dikendalikan.

BRAK!

Meja kantin bergetar hebat ketika Samudera menghantamnya dengan tangan. Suara dentuman keras itu seketika membungkam keramaian. Alat makan di atas meja jatuh berantakan. Semua mata yang tadinya tertuju pada Rana kini berpindah ke arah Samudera. Bisikan-bisikan itu menghilang, di gantikan oleh keheningan penuh ketegangan.

Samudera berdiri, menatap dengan wajah yang memerah karena amarah. Matanya menyiratkan peringatan, seperti api yang siap menyala. "SIAPA YANG BERANI NYEBARIN BERITA SAMPAH INI?!" teriaknya lantang, membuat udara terasa lebih berat.

THE SIXTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang