36

499 96 25
                                    

“Untuk apa yang sudah Anda katakan tadi, saya tidak bisa menerimanya, Tuan Jaehyun,” ucap Renjun dengan tegas, nada lembutnya tetap terdengar meskipun kata-katanya penuh ketegasan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Untuk apa yang sudah Anda katakan tadi, saya tidak bisa menerimanya, Tuan Jaehyun,” ucap Renjun dengan tegas, nada lembutnya tetap terdengar meskipun kata-katanya penuh ketegasan.

Jaehyun mengernyit, heran. “Apa maksudmu?” tanyanya, mencoba memahami maksud Renjun.

Renjun menarik napas pelan sebelum melanjutkan. “Aku tidak akan tinggal di tempat ini. Kedatanganku bukan untuk mengambil hak milik orang lain.” Nada suaranya tetap tenang, namun tegas, seolah ingin memastikan setiap kata dipahami oleh semua orang.

Jaehyun tampak semakin tidak senang dengan jawaban itu, tetapi sebelum ia bicara, Renjun melanjutkan, “Aku telah mengikhlaskan semuanya. Masa lalu tetaplah masa lalu, dan luka lama tetaplah luka.”

“Renjun, nak...” lirih Taeyong, matanya terlihat berembun, sedangkan Jaehyun semakin jelas menunjukkan ketidaksetujuannya. Bahkan Sungchan pun terlihat bingung, tidak habis pikir dengan keputusan Renjun.

“Saya tidak setuju!” bentak Jaehyun tiba-tiba. “Kau tetap tinggal di sini. Kau punya hak di keluarga ini!”

Renjun menatapnya sekilas, matanya tetap penuh ketenangan yang membuat ruangan terasa semakin tegang. “Untuk apa hak itu, jika orang lain tidak ingin aku mengambilnya? Meski aku tidak berniat mengambil semua hak mereka.” Pernyataan itu terasa menusuk, seperti sindiran yang semua orang di ruangan tahu kepada siapa itu ditujukan.

Jaehyun diam, namun raut wajahnya menunjukkan bahwa dia memahami maksud Renjun.

“Aku hanya meminta satu hal,” lanjut Renjun. “Hakku yang paling berharga.”

Semua orang menunggu, suasana begitu hening hingga terdengar detak jam di ruangan itu.

“Apa yang kau inginkan? Katakan saja, aku akan memberikannya,” jawab Winwin cepat, nada suaranya penuh rasa khawatir. Jelas, dia takut Renjun akan meminta sesuatu yang tak sanggup ia berikan—Jeno.

“Winwin!” bentak Jaehyun tajam, membuat Yuta langsung bereaksi. “Jangan membentak istriku, Jaehyun!” balasnya dengan nada tinggi. Tatapan mematikan pun saling dilemparkan oleh keduanya, membuat ketegangan meningkat.

Renjun menghela napas panjang, tatapannya yang tenang namun dingin seolah memerintah semua orang untuk diam. Ketika dia akhirnya bicara, semua langsung terfokus padanya.

“Aku tidak meminta banyak. Aku hanya ingin satu hal dari kalian—jangan pernah mengusik hidupku lagi. Terutama kau, Jeno,” katanya, menekan nada di akhir kalimat. Meski begitu, dia tidak sedikit pun menoleh ke arah Jeno, pandangannya tetap lurus ke depan.

Jeno terdiam, wajahnya terlihat terguncang, sementara Jaemin di sampingnya memalingkan wajah, menahan isakan kecil.

Renjun melanjutkan, “Dan satu hal lagi, aku akan membawa Arsen bersamaku. Mengenai warisan atau apa pun itu, aku tidak menginginkannya. Itu bukan lagi milikku. Malaikat kecil yang sedang bermain di belakang dengan ceria adalah pemilik sebenarnya.”

Duri FaktaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang