38.

393 82 10
                                    

Renjun terbangun dari tidurnya saat mendengar suara bel rumah berbunyi keras di tengah malam. Rasa kantuk masih berat di kelopak matanya, tapi ia tetap beranjak turun ke lantai bawah untuk melihat siapa yang datang.

"Siapa yang datang malam-malam begini?" gumamnya, sambil membuka pintu rumah dengan hati-hati.

Namun, belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, seseorang yang berdiri di depannya tiba-tiba ambruk, jatuh ke dalam pelukannya.

"Astaga!" Renjun spontan berteriak kecil, mendapati tubuh pria itu pingsan dengan aroma alkohol yang begitu tajam. Pakaiannya berantakan, dan rambutnya acak-acakan.

Dengan susah payah, Renjun mencoba menyeimbangkan tubuh pria itu untuk melihat wajahnya.

Jantungnya serasa berhenti. Jeno.

Pria yang dulu begitu ia cintai kini ada di hadapannya, dalam keadaan mabuk berat dan tidak sadar.

"Apa yang kau lakukan di sini, Jeno?" bisik Renjun, suaranya bergetar antara kaget dan kesal. Ia ingin saja melepaskan tubuh Jeno dan membiarkannya tergeletak di luar, tapi… hatinya tidak tega. Tidak mungkin ia meninggalkan seseorang begitu saja dalam keadaan seperti ini, bahkan jika orang itu adalah Jeno.

Langkah kaki terdengar dari lantai atas. Arsen, yang tidurnya terusik oleh suara bel, turun sambil mengucek mata.

"Baba, siapa yang datang?" tanyanya, terlihat kebingungan dengan pemandangan di depannya.

Renjun menghela napas berat. "Arsen, tolong bantu Baba, ya. Bawa dia ke dalam."

Arsen berhenti sejenak, menatap tajam tubuh yang kini berada dalam pelukan Babanya.

"Dia siapa?" tanyanya, suaranya sedikit meninggi.

Renjun menunduk, bingung harus menjelaskan bagaimana. "Dia… Jeno," jawabnya lirih.

Reaksi itu cukup membuat Arsen terkejut. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia bergegas turun dan membantu Babanya memapah Jeno ke kamar. Tapi Arsen tidak mengizinkan Jeno tidur di kamar Babanya.

"Dia tidur di kamarku saja," kata Arsen ketus. "Daripada kamar Baba kotor oleh bajingan ini."

Renjun tidak berkomentar apa-apa. Ia tahu Arsen masih marah terhadap Jeno, tapi ia tidak punya pilihan lain. Mereka memindahkan tubuh Jeno ke tempat tidur Arsen.

Setelah semuanya selesai, Renjun menoleh ke arah Arsen. "Sayang, tolong ambilkan air hangat dan buatkan bubur untuk penawar mabuk. Baba tidak bisa meninggalkannya dalam keadaan seperti ini."

Arsen mendengus kesal, tapi akhirnya menurut. "Baik, Baba," jawabnya pendek, lalu berjalan ke dapur dengan langkah berat.

Di dapur, Arsen berdecak sambil memasak air. "Ck, menyusahkan sekali. Kenapa dia harus datang ke sini?" gumamnya, mencoba meredam amarah.

Sementara itu, di kamar, Renjun hanya bisa menatap Jeno yang tergeletak di tempat tidur. Hatinya bercampur aduk. Ada rasa marah, kecewa, dan juga iba. Ia bertanya-tanya, apa alasan Jeno datang ke sini dalam keadaan seperti ini?




Renjun duduk di sisi tempat tidur, menatap Jeno yang terbaring dengan wajah layu. Napas pria itu berat, bau alkohol masih tercium kuat, membuat Renjun semakin resah.

"Sudah aku peringatkan, Jeno..." ucap Renjun pelan, lebih kepada dirinya sendiri. Matanya menatap dalam-dalam wajah Jeno, penuh dengan emosi yang ia coba tahan selama ini. "Kenapa kau datang ke sini?"

Hening menyelimuti ruangan. Hanya ada suara napas Jeno yang tidak teratur. Renjun menggenggam tangan sendiri, mencoba menenangkan debar jantungnya yang tidak karuan.

Duri FaktaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang