39

365 76 25
                                    

Yang ditunggu akhirnya datang. Renjun segera mempersilakan semuanya masuk. Saat melintasi Renjun, Jaemin sempat menoleh dengan tatapan yang sulit diartikan-sedih? Kecewa? Entahlah. Renjun tak ingin ambil pusing. Dia tahu, Jaemin pasti masih diliputi ketakutan bahwa Renjun akan mengambil Jeno darinya.

Begitu mereka sampai di dalam, Jeno sudah tersadar tak lama setelah Renjun keluar untuk membuka pintu bagi keluarga mereka.

"Aku akan mengambil minuman buat kalian," ujar Renjun, berdiri dari kursinya. Namun langkahnya segera dihentikan oleh Arsen.

"Tidak, Baba. Biar Arsen yang membawakannya untuk mereka," ucap Arsen tegas, melindungi Baba-nya dari kelelahan lebih jauh.

Renjun hanya mengangguk kecil, membiarkan putranya mengambil alih.

Setelah kepergian Arsen ke dapur, ruangan itu kembali sunyi, dipenuhi hawa canggung yang mencekam.

"Kenapa kau tidak mengatakan apa-apa pada Bubu, Nak?" suara Taeyong memecah keheningan. Ia mendekat untuk memeluk Jeno, mencoba meredakan emosi putranya.

Namun, Jeno tidak menjawab. Perhatiannya tertuju pada Renjun yang berdiri diam, pandangannya menunduk ke lantai, enggan melihat ke arah Jeno atau siapa pun di ruangan itu.

Jeno akhirnya mengalihkan pandangannya, menoleh ke arah Yuta yang terlihat sangat marah, raut wajahnya seolah ingin menghukum Jeno saat itu juga. Di sudut ruangan, Jaemin tampak berusaha keras menahan tangis, matanya sudah berkaca-kaca.

Keheningan itu terlalu berat hingga akhirnya Jeno berkata dengan suara yang datar, namun tajam, "Untuk apa kalian datang ke sini?"

Semua orang di ruangan itu terkejut.

"Apa maksudmu? Apa kami tidak boleh ke sini?!" balas Yuta, suaranya meninggi penuh kekecewaan.

"Yuta, cukup," ujar Jaehyun sambil menepuk lengannya, mencoba menenangkan. Namun, tatapannya tetap tertuju pada Jeno, ingin mencari alasan di balik kata-kata putranya.

"Kami datang untuk membawamu pulang," kata Taeyong akhirnya, dengan nada selembut mungkin. Namun, ada rasa lelah dalam suaranya. "Ini bukan tempatmu, Jeno."

Mendengar itu, Renjun akhirnya mendongak, tatapannya beralih pada Taeyong. Wajahnya tenang, tetapi ada keretakan di matanya yang tidak bisa disembunyikan. Ia tahu, ini bukan hanya tentang Jeno-ini juga tentang dirinya.

"Ini bukan tempatku?" Jeno menjawab dengan nada penuh luka. Ia menatap ayahnya tajam, seperti menantang. "Lalu di mana tempatku sebenarnya?"

"Keluarga adalah tempatmu, Jeno. Ji-Sung, Jaemin... mereka menunggumu," jawab Taeyong, tetap tenang meskipun terlihat berat untuk mengatakan itu.

"Tapi kenapa aku merasa mereka hanya menahanku? Aku hanya ingin..." Jeno menghentikan kalimatnya, menoleh pada Renjun. Pandangan itu sarat dengan perasaan yang tak terucapkan, tetapi cukup membuat Renjun menggigit bibir, menahan diri untuk tidak terlibat lebih jauh.

Yuta yang sudah tidak tahan akhirnya menyela dengan nada sinis, "Renjun bukan keluargamu, Jeno. Jangan mencari alasan untuk kembali ke sini."

Saat itu, Arsen muncul membawa nampan berisi minuman. Ia melirik dingin pada Jeno sebelum menyerahkan gelas-gelas kepada tamu mereka.

"Minuman sudah siap. Tapi kuharap kalian tidak lama di sini. Baba sudah cukup lelah," ucap Arsen tajam, suaranya tenang tapi menusuk.

Komentar itu menambah ketegangan di ruangan. Semua orang diam. Sementara itu, Renjun tetap tidak mengatakan apa-apa, hanya menundukkan kepala, terlihat semakin tertekan.

"Bagaimana jika aku tidak ingin kembali?" suara Jeno terdengar tegas, membuat atmosfer ruangan berubah tegang. Taeyong yang sedang duduk disamping Jeno mulai terlihat khawatir, melirik ke arah Jaehyun dan Yuta yang sudah tampak bergulat dengan emosi masing-masing.

Duri FaktaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang