40 persaingan sengit

410 83 18
                                    

"Jika begitu, bisakah kamu menjauh dari hidupnya?" tanya Jaemin dengan tatapan serius.

Renjun terdiam, mencoba mencerna permintaan itu. "Baik, aku akan melakukan apa pun demi Ji-Sung. Aku tidak akan..." ucap Renjun, tapi dia terhenti. Ada jeda panjang, pikirannya berperang. Apakah ini keputusan yang tepat?

Namun, suasana itu segera terpecah oleh suara lain dari belakang.

"Ternyata kau melakukan hal menjijikan seperti itu," ujar seseorang, membuat mereka berdua menoleh terkejut.

"S-Sehun?" Renjun tergagap, melihat sosok pria yang perlahan mendekat.

"Bagaimana kabarmu, Renjun? Maaf atas kesalahanku sebelumnya," ucap Sehun dengan nada ringan, kini berdiri di samping mereka.

Renjun hanya bisa menatap Sehun, merasa tak percaya dengan kehadirannya. Dalam hati, dia sudah memaafkan Sehun sejak lama. Dia paham, Sehun tidak pernah bermaksud jahat—hanya saja caranya yang salah.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Renjun, suaranya sedikit panik.

"Tentu saja mengikuti kalian," jawab Sehun santai, seolah itu adalah hal biasa.

"Mengikuti? Kau mencoba mengintai kami untuk apa?" Jaemin terdengar kesal.

"Untuk mendengar seekor tikus memohon agar tidak dimakan oleh kucing, mungkin?" sindir Sehun dengan nada tajam, membuat Jaemin dan Renjun kebingungan.

"Apa maksudmu? Kau mencoba menyindirku?" tanya Jaemin, mulai tersulut emosi.

"Jika kau merasa tersindir, mungkin aku tidak salah," jawab Sehun dengan senyum miring.

"Sialan, siapa kau sebenarnya? Jangan-jangan..." Jaemin menghentikan ucapannya, menatap Renjun dan Sehun secara bergantian. "Kalian menjalin hubungan?"

Renjun langsung melotot tak terima. "Jaemin, jaga ucapanmu!" serunya tegas.

"Kenapa kau begitu marah? Apa itu benar? Kalian ada hubungan? Wah, kabar bahagia ini. Akhirnya Arsen punya seorang ayah," ujar Jaemin dengan senyum sinis.

Dari kejauhan, di balik helm hitam yang menyembunyikan wajahnya, seseorang yang sedang mengamati semuanya mulai terlihat gelisah. Kemarahan mulai menguasai dirinya.

"Jaemin!" Sehun membentak keras, membuat Jaemin dan bahkan Renjun sedikit terkejut. Renjun, yang sejak tadi menahan emosinya, hanya bisa meneteskan air mata tanpa berkata apa-apa.

"Jaga ucapanmu, jika tidak..." Sehun menahan tangannya yang hampir melayang ke arah Jaemin.

"Jika tidak apa? Kau ingin memukulku? Ayo, lakukan! Aku tidak takut!" Jaemin menantang.

"Aku tidak ingin tanganku yang bersih ini menyentuh kotoran sepertimu," balas Sehun dingin.

"Kotoran? Berani sekali kau bicara seperti itu!" Jaemin memekik marah.

"Aku bisa melawanmu kapan saja," Sehun mendekat, tatapannya menusuk. "Tapi aku akan menghancurkanmu perlahan-lahan. Kau telah memilih orang yang salah untuk diusik," lanjutnya dengan suara penuh ancaman.

"Aku tidak pernah takut padamu," ujar Jaemin, bangga. "Keluargaku dan Jeno telah berpihak padaku."

Sehun tersenyum tipis, nada dinginnya semakin tajam. "Mereka tidak ada apa-apanya bagiku. Terutama Arsen. Kamu tahu, dia lebih berbahaya dariku."

Renjun menoleh ke arah Sehun, tatapannya bertanya-tanya. Apa maksud Sehun? Mengapa Arsen dibahas di sini?

Sehun menangkap keraguan itu dan menjelaskan dengan suara penuh makna. "Dia tidak perlu bergerak sedikitpun, namun takdir bergerak membantunya. Arsen adalah bukti hidup bagaimana takdir bekerja—dan bagaimana sebagian hidupmu hancur karenanya."

Duri FaktaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang