Hamil diluar nikah dan dihamili pacarmu tapi pacarmu tidak mau bertanggung jawab?
Bagaimana rasanya?
Anindya merasa sangat hancur dan tidak ingin melanjutkan hidupnya. Namun ada seseorang yang bersedia menjadi tempat bersandar untuknya bahkan menj...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tak terasa kehamilan Anindya sudah mencapai bulan ke sembilan. Karena sudah dekat menuju tanggal yang ditentukan, Anindya disarankan untuk menginap di rumah sakit. Dan keluarga pun setuju, mereka menemani Anindya di rumah sakit sejak dua hari yang lalu.
Reiga dengan sigap menemani istrinya. Sementara orang tua Reiga dan Anindya hanya menemani dari pagi sampai sore saja. Anindya menyarankan agar mereka beristirahat dengan nyaman di rumah. Lagi pula sudah ada Reiga yang menemaninya.
"Kenapa sayang? Perut kamu sakit?"Tanya Reiga khawatir saat Anindya meringis sambil memegang perutnya.
Anindya menggeleng,"Ini Adek bayinya nendang-nendang terus. Kayaknya dia udah gak sabar mau keluar."
Reiga mengusap perut Anindya dengan lembut. Terasa sekali tendangan-tendangan yang direspon calon anaknya itu,"Adek, jangan nendang-nendang terus dong. Kasihan Bunda. Adek usah janji sama Daddy gak akan sakitin Bunda. Adek sabar ya, sebentar lagi Adek akan bertemu Daddy dan Bunda."
"Mas, aku boleh minta sesuatu?"
"Boleh dong. Kamu mau apa?"
"Aku pengen banget makan sate Madura sekarang."
"Harus belinya di Madura? Gak bisa sayang, ini udah malem. Kalau adanya besok, emang kamu masih mau?"
Anindya terkekeh,"Gak harus beli di Madura. Beli di daerah sini aja. Tapi harus bener Sate Madura, bukan sate yang lain."
"Ada-ada aja kamu, sayang. Untung masih jam segini, masih ada warung yang buka."Memang jam nya masih menunjukkan pukul sembilan malam, tapi jaraknya lumayan jauh dari rumah sakit ini. Itu juga kalau tidak kehabisan, kalau tidak ya Reiga harus mencari warung sate yang lain.
"Maaf Daddy."Gumam Anindya.
Reiga mencium keningnya singkat,"Aku suruh suster kesini ya temenin kamu. Aku gak tega ninggalin kamu sendiri."
"Gak usah Mas. Aku gak apa-apa sendiri. Kasihan susternya, mereka pasti ada pekerjaan lain yang lebih penting."
Reiga menghela nafasnya lalu mencium kening dan bibir Anindya bergantian,"Yaudah aku pergi dulu. Aku janji gak akan lama. Kalau ada apa-apa langsung hubungin aku."
Anindya mengangguk dengan senyuman,"Iya Mas, hati-hati ya. Semoga dapat sate Madura-nya."
Setelah Reiga pergi, Anindya memejamkan kedua matanya mencoba untuk tidur menunggu kedatangan Reiga kembali. Namun selang beberapa menit, suara pinti terbuka membuat Anindya langsung membuka kedua matanya.
"Loh Mas, kok balik lagi? Ada barang yang ketinggalan?"
Anindya kaget melihat orang yang datang bukanlah Reiga melainkan Gino. Anindya seketika panik. Ia beranjak duduk sambil meraba mencari tombol yang memanggil suster atau dokter datang.
"Mau apa kamu kesini? Pergi kamu!"
"Anin tenang. Aku kesini datang baik-baik. Aku mau lihat kamu. Aku kangen kamu, sayang."Gino ingin mendekat namun Anindya menodongkan sebuah pisau buah mengancam agar Gino tak berbuat macam-macam.