"Pertunangan kita ini harus dirahasiakan!"
Begitu kesepakatan Kama dan Gege sebelum keduanya melakukan kegiatan KKN 111 Desa Welasasih. Hubungan pertunangan yang hanya diinginkan oleh dua pasang orangtua sementara Kama dan Gege menyatakan tidak sal...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kisah ini akan banyak menceritakan masa-masa saat mereka KKN, tapi sesekali kita juga bakal ketemu mereka—atau salah satu dari mereka—di masa depan.
Harusnya ada penanda antara masa KKN dan masa depan ya, tapi masih bingung mau ditandain dengan cara gimana. Ada yang punya ide?
Jadi sementara, kalau ada pergantian waktu ke masa depan akan dikasih tau di awal biar nggak bingung.
Selamat membaca yaws. 🌸
***
Kelompok KKN 111 :
1. Arkayesa Pilar
2. Cleona Kagumi
3. Gesang Radengga
4. Javindra Madana
5. Jenggala Narapati
6. Kanigara Zale
7. Kaniraras Juana
8. Mahasagara Yash
9. Rajata Suma Pragia
10. Sabine Lituhayu
11. Sakala Dananjaya
12. Samahita Ghea
13. Samira Kinandari
14. Sashika Keiya
Satu-satunya yang Gege kenal dekat di dalam daftar kelompok itu adalah Samira. Itu pun karena mereka pernah bekerja sama dalam satu charity event yang diadakan oleh BEM Fakultas Psikologi di salah satu sekolah berkebutuhan khusus di daerah Jakarta Selatan. Saat itu, Samira yang merupakan perwakilan dari Fakultas Pendidikan ikut membantu di acara tersebut.
Sisanya, ada yang pernah dia jumpai, ada yang diasekadar tahu, ada yang pernah bersinggungan, ada juga yang tidak dia ketahui sama sekali.
Gege berjalan dari arah gerbang masuk, satu tangannya memegangi ponsel. "Miw, ini nggak pindah titik temu, kan? Kita tetap ketemuan di Stadion Undaya?" Gege menyebutkan nama stadion dengan lapangan sepak bola standar FIFA yang merupakan kebanggaan kampusnya. "Gue jalan kaki soalnya, nggak bawa kendaraan, jadi masuk lewat Pintu D."
"Iya, ini masih di stadion kok. Di tibun C ya. Ini beberapa udah kumpul." Mungkin mendengar suara Gege yang terengah-engah, Samira tertawa di seberang sana. "Lo nggak sambil lari-lari, kan? Santai ajaaa."
Setelah mendengar jawaban itu, Gege mematikan sambungan telepon. Kembali berjalan, di bawah jejeran pohon Glodokan Tiang yang tinggi, belum lagi di seberang jalannya terdapat Ketapang Kencana. Teduh jalanan khusus pejalan kaki itu. Namun, dua pohon berdaun rimbun itu tetap tidak mampu menyamarkan terik matahari di pukul dua siang ini.