"Pertunangan kita ini harus dirahasiakan!"
Begitu kesepakatan Kama dan Gege sebelum keduanya melakukan kegiatan KKN 111 Desa Welasasih. Hubungan pertunangan yang hanya diinginkan oleh dua pasang orangtua sementara Kama dan Gege menyatakan tidak sal...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Haiii. 🌼
Keren banget vote dan komennyaaaa waaa. Terima kasih ya! Apa sih yang ditungguin banget dari cerita ini kalau boleh tauuu?
4400 kata ini ayoook semangat vote komennn lagiii. 🌼🌼🌼
Jangan lupa bakar lagi vote dan komennya yaaa. Kasih api yang buaaanyaaakkk siniii 🔥🔥🔥
***
"Vin?" Kama perlahan melepaskan rengkuhannya di wajah Gege, tapi tangan yang lain masih memeluk pinggangnya. "Mau nyebat?"
"Astagfirullah ...." Javindra tampak syok. "Nggak jadi nyebat, nyebut gue, Ka ...." Dia memegangi dadanya, satu tangan yang lain bertopang pada dinding kayu seolah-olah dia kehilangan keseimbangan tubuhnya setelah melihat kejadian tadi. Lalu, dia bergumam, nyaris berbisik. "Lo berdua ... ngapain, si?" Tampaknya Javindra benar-benar terpukul dengan apa yang baru saja dilihatnya.
"Vin, gue bisa jelasin." Gege panik sekali.
Sementara itu, Kama hanya menatap ke arah Gege seolah-olah memintanua memercayakan keadaan itu. Kama bangkit dari kursi kayu, menggeser benda itu pada Javindra. Sepertinya, dia lebih membutuhkannya daripada Kama sekarang. "Duduk dulu nih ...."
Dan benar saja, Javindra meraih sandaran kursi itu, menyeretnya, lalu bergerak duduk. Dia menghela napas, lalu tangannya dihadapkan pada Kama dan Gege seperti meminta waktu untuk terdiam. "Bentar ...."
Kama dan Gege berdiri saling bersisian, menghadapi Javindra yang masih duduk di bangku kayu itu. Setelah mengambil beberapa waktu untuk membiarkan Javindra tenang, Kama mulai bicara, "Gue akan terus terang—"
"Nggak, nggak." Javindra mengibaskan tangan. "Lepasin dulu tangan lo dari Gege." Javindra menunjuk tangan Kama yang masih menggenggam tangan Gege. Dan oke, Kama melakukan hal yang Javindra mau. Lalu, wajah Javindra mendongak, menatap Kama, "Gimana rasanya cium tunangan orang gue tanya?"
Kama menoleh pada Gege sambil melepaskan napas kasar.
"Jangan-jangan lo baper beneran karena sering gue sindir-sindir—kayak, hei? Gue tuh pengen lo sadar kalau lo nggak seharusnya suka sama tunangan orang, bukan malah jadi makin ngegas gini?" Javindra menggeleng heran. "Ini Cuma KKN, Ka, Ge, dengerin gue. Kalaupun kalian merasa kalian punya perasaan yang sama. Bukan berarti—"
"Gue tunangan Gege," aku Kama. Memotong cepat racauan Javindra.
Javindra mengerjap-ngerjap.
"Tunangan Gege itu, gue," ulangnya.
"H-hah?" Akhirnya Javindra memberikan respons juga. Kali ini dia bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Kama. Namun, tatapnya tertuju pada Gege. "Ge?" Dia meminta penjelasan pada Gege seolah-olah tidak bisa memercayai begitu saja apa yang Kama ucapkan.