[ADA BAIKNYA FOLLOW TERLEBIH DAHULU SEBELUM MEMBACA]
Maaf...
Jika diri ini selalu menyakiti hati maupun fisik kamu, yang pada akhirnya kamu lebih memilih pergi dengan meninggalkan luka menganga di hatiku.
-MAXUEL GERALD BRATAWIJAYA-
Tuhan bolehkah a...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
Setelah kepulangannya dari rumah sang sahabat beberapa menit yang lalu. Di kamar, Zamora terus menggerutu kesal pada Qiara yang bertingkah aneh, tadi saat dirinya akan memasuki rumah, Qiara menutupi matanya dengan alasan yang tak jelas dan sekarang saat dirinya sudah berada di kamar, sahabatnya itu melarang dirinya untuk keluar dari kamar.
Qiara tersenyum saat mendengar suara deru motor berhenti di depan rumah sepupunya. Perempuan itu langsung menutup kedua mata Zamora kembali dengan kain tipis berwarna hitam.
"Kenapa lagi sih, Ra? Kok mata aku, kamu tutup kaya gini?".
"Udah, lo diem aja Moraa" Qiara meraih tangan Zamora dan membawa perempuan itu ke lantai bawah dengan langkah yang penuh hati hati saat mereka menuruni tangga.
"Ini lagi, kita mau ke mana sih, Ra" Zamora menggerutu pelan saat Qiara menyuruhnya agar diam.
Setelah berada di lantai bawah, Qiara dengan senyuman mengembang segera membuka penutup mata Zamora saat semua orang telah berkumpul, yang tentunya sudah ada Gerald yang datang dengan wajah yang seperti menahan amarah membuat semua orang termasuk Qiara sendiri bingung.
Gerald yang baru sampai di rumahnya, matanya menghunus tajam ke dalam salah satu ruangan yang sudah ramai oleh sahabat dan keluarganya.
Salah satu tangannya yang memegang bouquet bunga yang didalamnya terdapat sebuah kotak berisikan kalung, ia remat sekuat mungkin.
Laki laki itu memasuki rumahnya yang sudah dihias secantik mungkin untuk merayakan ulang tahun sang istri. Dengan langkah lebarnya, lelaki itu berjalan menuju Rafael yang tengah berdiri di samping sahabatnya.
Bugh!
Pukulan kuat mendarat di rahang laki laki itu membuat semua orang yang ada di dalam rumah itu membulatkan matanya terkejut.
"Kak!" Pekik Zamora, perempuan itu segera menarik Gerald menjauh dari Rafael yang tengah menyeka darah di sudut bibirnya.
Gerald menepis tangan Zamora dengan kasar dan mendorong perempuan itu tanpa memikirkan keadaan istrinya yang tengah hamil itu.
"Lo gak papakan kan, Mor?" Qiara menatap Zamora khawatir, untungnya tadi dirinya tepat berada di belakang Zamora.
"Lo apa–apaan sih, kak?!" Ucap Qiara dengan nada tingginya, ia tidak terima saat tadi sepupunya itu mendorong Zamora dan memukul Rafael.
"Lo.diem.Qiara" Gerald menunjuk sepupunya dengan telunjuknya di setiap katanya ada penekanan mengisyaratkan agar Qiara diam.
Lelaki itu beralih menatap istrinya, bola mata hazel itu tampak berkaca kaca menatapnya dengan pandangan sendu dan terlihat guratan sedih tergambar di wajah cantiknya.