Najla.
"Yaudah sih Tha, biarin aja dia jalan ama si Nada, kasian juga kali kalo nemenin kita mulu." Setengah jam aku jalan sama Thalia dan selama setengah jam itu juga Thalia ngomel-ngomel gara-gara Dhanu yang jalan sama Nada tapi nggak aktifin handphone.
"Gondok gue Jla, tuh anak ya kalo lagi ama gebetannya nggak inget temen." Aku pingin sembur rasanya si Thalia ini.
Aku cinta banget memang sama Thalia, tapi kadang bikin dongkol juga kalau lagi jelous, yang lebih bikin dongkol lagi, dia nggak sadar kalo dia jelous.
"Nggak inget gimana si Tha, lupa lo waktu itu dia nggak jadi nonton sama Nada gara-gara kita minta nemenin nyalon? Udahlah biarin aja, kasian gue kalo dia lumutan."
"Tapi 'kan nggak usah nggak diaktifin segala handphonenya Jla, kayak kita tukang gangguin aja."
"Loh, kita 'kan memang sering gangguin ngedatenya si Dhanu Tha."
Aku kadang nggak habis pikir sama ini anak satu. Maunya Dhanu jomblo terus, tapi dianya sama yang lain terus.
Oke nggak munafik sih, friendzonenin cowok itu memang asyik banget, apa lagi kalo cowoknya macam Dhanu.
Anaknya supel, tampangnya nggak bikin malu kalau diajak jalan, dan yang penting pasrahan. Kalo nggak pasrahan, secinta-cintanya dia sama Thalia, tetep aja udah cabut dari jauh-jauh hari.Kadang aku mikir kasihan juga sih Dhanu. Dia bisa dijadiin zona apa saja, kecuali pacar.
Dia bisa jadi supir kalo aku sama Thalia mau jalan entah kemana pun itu, bisa jadi tukang katering kalo aku sama Thalia lagi laper, bisa jadi porter kalo aku sama Thalia belanja, malah dia juga bisa jadi bencis salon kalo aku sama Thalia lagi nggak punya duit buat sekedar creambath.
Untung aja aku sama Thalia masih baik buat nggak jadiin dia atm berjalan, ya iyalah tau diri kali, makan aja masih minta emaknya dia.
Sorry aja, gini-gini aku sama Thalia ogah neko-neko minta beliin baju, tas, sepatu sama temen aja ogah, apalagi sama pacar.
Bisa diinjek-injek kita. Paling banter juga jajanan doang.
Lagian Thalia ini nggak ada otak juga, entah dia memang beneran bodoh atau pura-pura bodoh sampai nggak sadar, kalau si Dhanu ini rela dibully gara-gara cinta mati ama dia.
Bayangin aja, sekarang dia lagi ngomel gara-gara Dhanu nggak bisa dihubungin, padahal apa yang gue sama Thalia lakukan sekarang adalah misi.
Misi apa? Pssst asal diem aja ya, aku sama Thalia punya kebiasaan gila. Cuma modal motor, helm, kacamata, sama masker sudah hampir sejam aku sama Thalia muterin komplek ini untu nyari rumahnya Fadli. Tau alamatnya? Enggak. Cuma tau rumahnya di komplek ini dan warna temboknya kuning gading.
Yang aku lakuin ama si Thalia ini adalah nanyain ke siapa saja, bapak-bapak, ibu-ibu, anak kecil, pemulung, tukang cendol, tukang batagor, tukang bakso, atau siapa pun yang kebetulan lewat.
Tebak sampai sekarang kita udah dapat berapa info? Bapaknya Fadli RT. Udah itu aja. Padahal nama bapaknya saja kita nggak tau.
Harusnya mungkin kami udah tau rumahnya yang mana, karena ibu-ibu tadi nawarin diri untuk nganter. Tapi gila aja kali, ini misi rahasia, bisa turun harga diri aku sama Thalia kalau ada yang tau kami stalker.
"Gapapa naksir sampe fanatik sampe stalker, selama orangnya nggak tau." Itu prinsip aku sama Thalia.
Kalian mungkin mencap kami cewek bandel, bar bar, hyper, brutal atau terserah apalah itu. Tapi coba aja, sekali-kali kalian cari tau tentang cowok yang kalian suka diem-diem, nggak usah pake gengsi, orang nggak ada yang tau juga. Tapi syaratnya yang tadi ya, nggak ada yang tau.
Seriously, akan ada perasaan deg-degan bodoh yang bikin kalian pengen terus ngelakuin kelakuan tolol ini.
Jadi bayangin aja deh, kalau Dhanu harus nemenin kita misi, 'kan nggak lucu ya. Sama aja kayak dia nyediain diri sendiri buat dimangsa buaya.
Gini-gini aku masih punya hati loh, bodoh-bodoh gitu juga si Dhanu teman aku.
"Cabut yuk Jla." Aku menaikan sebelah alisku, tumben jam segini Thalia sudah ngajak cabut, biasanya sampai sore.
"Udah puas ?"
"Kalau kita udah biasa gangguin Dhanu, sekalian aja yuk hari ini ikut gangguin." Mendengar kalimatnya, aku mendengus kesal.
"Enggak ah, kasian kali Tha si Nadanya, udah dari jaman purba mau nonton nggak jadi-jadi."
"Yaelaaaah Jla." Thalia mencibirkan bibirnya, mendengar penolakan ku.
"Lo lagian apaan sih Tha, si Dhanu aja bantuin lo biar deket ama si Fadli. Eh elonya begini." Thalia menekuk bibirnya kebawah, membuatku gemas sendiri. Sekalian ajalah, paitin nih anak biar sadar.
"Makanya Tha kalo emang jelous ngaku aja lagi. Gue nggak keberatan kok, kalau kalian jadian. Serius." Aku mengacungkan dua jari ku membentuk huruf v, yang langsung dibalas dengan pelototan oleh Thalia.
"Apaan si Jla. Siapa yang jeles coba, gue 'kan sahabatnya, nggak suka aja kalau dia lupa sama sahabat gara-gara gebetan. Mending pacar, ini gebetan!"
"Gue juga sahabatnya, tapi gue seneng-seneng aja tuh kalau Dhanu akhirnya bisa jalan sama gebetannya. Gue dukung malah biar mereka jadian," ujarku membuat Thalia memutar bola matanya.
"Ya 'kan lo sama gue beda Jla, gue nggak suka liat Dhanu jalan sama gebetannya sampe lupa ama kita gini." Thalia tetap berusaha memberikan pembelaannya, sedangkan aku masih menatapnya datar.
"Lo fine-fine aja Tha, kalau gue jalan sama gebetan gue nggak ngajak kalian, malah lo sendiri yang bilang 'have fun ya darl, gue sama Dhanu anggap aja lagi pindah galaksi' dan kalau gue ngajak kalian, lo juga yang bilang 'nggak ah, nggak mau ganggu yang lagi asik'" Thalia terdiam, mungkin menyadari sesuatu.
"See, bukan karena lo nggak suka sahabat lo punya gebetan, tapi yang lo nggak suka kalau Dhanu punya gebetan. It's something different babe."
-----

KAMU SEDANG MEMBACA
Crush
Teen Fiction#26 in teenfiction (19 April 2017) Jika ada tempat, dimana memiliki terasa begitu mustahil, dan meninggalkan rasanya terlalu sulit, maka Dhanu dan Thalia berdiri di sana. Begitulah keduanya, yang satu berlari, yang satu hanya diam, yang satu mengeja...