31. Kehilangan

26.3K 2.4K 41
                                    

Najla.

Pesta sudah selesai, tapi Thalia belum juga kembali. Aku baru saja ingin berbalik ketika seseorang menepuk pundak ku.

"Najla, ayo pulang." Aku menoleh dan menemukan Bagas sudah berdiri di sampingku sekarang.

"Kemana aja, pak? Gue kira gue bakal balik naksi," kata ku menyindirnya, karena sejak di pinjam Hana dia menghilang.

"Maaf deh, nggak mungkin Jla gue ninggalin lo, kan malam terakhir," Bagas tersenyum getir, dan aku hanya mengikuti tangannya yang menggiring ku menuju mobil.

Saat Bagas membukakan ku pintu, satu-satunya yang dapat aku lakukan hanyalah menatap isi mobil itu tidak percaya, berbeda dengan waktu kami berangkat tadi, kali ini mobil itu di penuhi oleh kelopak mawar.

Bagas tersenyum, lalu mendorong bahu ku pelan hingga masuk ke dalam mobil, lalu memutari mobil dan duduk di kursi belakang setir.

"Bagas... ini?"

"Gue kan nggak mau kalah sama cowok-cowok yang ngasih lo bunga," katanya sambil tersenyum, sedangkan aku masih tidak mampu mendeskripsikan apapun.

Speechless. Dalam mimpi sekali pun, aku tidak pernah membayangkan Bagas bisa melakukan hal semanis ini.

"Lihat ke belakang, Jla," ujarnya membuatku menoleh ke jok belakang. Di sana, aku menemukan satu pot anggrek berwarna ungu di antara tangkai mawar merah lainnya.

Bagas mengambil anggrek itu lalu meletakannya di atas pangkuanku, aku menatap anggrek itu sebelum mengangkat wajah ku, Bagas menatap ku lekat-lekat, seolah ingin mengunci bayanganku dalam mata hitam pekat itu.

"Bagi gue, lo seperti anggrek ini, cuma satu di antara mawar lainnya, one in million, nggak kayak mawar yang orang gunain untuk menganalogikan cinta karena kecantikannya, lo lebih dari itu, lebih berharga dari mawar, lo punya cara sendiri untuk bersinar," kalimat Bagas membuatku terhanyut, sampai aku bahkan tidak mampu membalas satu pun kalimatnya.

"Gue tau, selama ini gue nggak pernah memperlakukan lo dengan baik, sama gue lo nggak pernah merasa spesial, mungkin gue adalah orang terakhir yang bisa bikin lo bahagia--"

"Gas..." aku memotong ucapannya, dia mengeratkan pegangannya di tanganku, membuatku tidak melanjutkan.

"Iya, gue tau, kita akan pisah, tapi untuk sekali ini aja, just for tonight, gue mau tau bagaimana rasanya punya qtime sama lo, dan memang setelah gue merasakannya, gue jadi maruk, rasanya gue mau waktu berhenti," mata Bagas meredup, begitupun dengan ku. Mungkin sama seperti Bagas, aku ingin waktu terhenti.

"Tapi tenang aja, gue nggak akan minta apa-apa, gue cuma mau menciptakan kenangan terakhir gue sama lo, biar waktu kita pisah nanti lo nggak hanya ingat gue sebagai cowok brengsek, tapi lo bakal inget gue sebagai cowok yang sebenarnya pengen banget bikin lo bahagia, tapi nggak tau caranya." Bagas tersenyum lalu menyelipkan rambutku di belakang telinga.

"Di jaga ya anggreknya, sama kayak lo ngejaga mawar dari Bara." Aku menggigit bibir bawahku, lalu menatap mawar yang juga berada di pangkuanku. Bagas pasti sadar bahwa aku menyingkirkan bunga lain dan hanya menyisakan mawar ini.

"Maafin gue, Gas." Akhirnya hanya itu yang mampu aku katakan, Bagas menggeleng pelan.

"Jangan minta maaf, gue tau alasan lo nggak bisa terima gue karena kesalahan gue sendiri, gue terlalu sibuk sama gengsi gue sendiri sampai lupa kalo lo bisa pergi, akhirnya gue harus ngelihat lo bahagia sama laki-laki lain, dan gue mau nggak mau harus rela ngelepasin lo, walaupun lo nggak pernah benar-benar gue miliki."

"Bagas..." suara ku serak, banyak hal yang rasanya harus aku katakan, tapi tidak ada satupun kata yang terlintas di benakku selain namanya.

"Gengsi itu juga yang bikin gue nggak pernah bisa ngungkapin perasaan gue ke elo, sekalipun sebenarnya gue yakin, tanpa perlu gue utarain lo udah tau, tapi kali ini gue mau lo dengar sendiri dari mulut gue..." selama beberapa detik Bagas menggantung kalimatnya, sebelum kembali melanjutkan, "... gue sayang lo, Jla."

CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang